Bab 32. Sisa Penyesalan

621 162 86
                                    

My regrets kept growingbut I can't go back now - Erlangga Auditama.

Ega melemparkan bola basketnya ke sembarang tempat, kemudian kembali ke kelas hanya untuk mengambil tasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ega melemparkan bola basketnya ke sembarang tempat, kemudian kembali ke kelas hanya untuk mengambil tasnya. Lalu, kabur memanjat dinding di belakang sekolah. Tentang motornya yang masih ada di parkiran, Ega bisa mengambilnya saat pulang sekolah nanti.

Laki-laki itu mengeluarkan handphone dari saku, kemudian mengirimkan pesan di grup percakapan yang berisikan dia dan kelima sahabatnya.

Ega

|| Gue cabut dari sekolah.

Setelah mengirimkan pesan itu, Ega memasukkan handphone-nya ke saku. Lalu, pergi ke suatu tempat menggunakan taksi.

Di sekolah sebelumnya, Ega sering bolos seperti ini kalau dirasa sedang tidak ingin berkutat dengan pelajaran-pelajaran yang menurutnya membosankan itu. Namun, tidak pernah sekali pun dia mengatakan pada yang lain, apalagi mengajak mereka untuk ikut membolos. Tidak pernah sekali pun.

Jika Ega memberi tahu yang lain perihal dia kabur dari sekolah saat masih jam pelajaran, itu artinya dia sedang membutuhkan sahabat-sahabatnya untuk sekadar mendengarkan ceritanya. Tempat yang ditujunya sudah jelas tempat tongkrongannya.

Ega tidak berharap yang lain akan datang sekarang. Maksudnya mengirimkan pesan tadi adalah agar setelah pulang sekolah mereka bisa menyempatkan waktu untuknya sebentar. Namun, Ibra datang tidak lama setelah Ega sampai.

"Nggak sekolah lo?" Ega bertanya saat melihat Ibra yang tidak memakai seragam sekolahnya hari ini.

Ibra menggeleng dan mengempaskan tubuh untuk duduk. "Caitlyn semalam nangis kejer minta gue buat ikut ngantar ke bandara. Jadi, mau nggak mau gue ikut ke bandara daripada itu bocah nggak balik ke Solo ngikut orang tuanya."

Ega tertawa kecil. Caitlyn yang dimaksud adalah anak dari kakak sulung Ibra yang memang begitu manja pada laki-laki itu. Sampai-sampai tidak mau kembali ke Solo kalau tidak diantar oleh Ibra.

"Lo sendiri kenapa bolos?" Sekarang, giliran Ibra yang bertanya.

"Lagi malas aja di sekolah." Ega menyahut sekenanya saja. Wajah laki-laki itu tampak suram, terlihat jelas kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu.

"Masih belum ngobrol sama Tiana?" Pertanyaan ini Ibra lemparkan dengan begitu hati-hati karena tidak ingin sampai menyinggung perasaan lawan bicaranya.

"Gue masih menghindar."

Ibra mengangguk, mencoba untuk memahami sikap Ega yang menjauhi Tiana sejak malam itu. "Tapi lo nggak bisa selamanya menghindar dari Tiana, kan? Bahkan kalau lo mau, tapi apa emang hati lo bisa?"

"Gue cuma belum siap aja, Bra." Ega membalas dengan bisikan lirih. Kepalanya menunduk menatap jari jemarinya yang terjalin.

"Gue sedikit banyak paham sama perasaan lo, tapi ada baiknya kalau masalah ini kalian selesaikan lebih dulu. Sisanya urus belakangan. Terserah lo masih mau suka sama Tiana atau enggak setelah ini." Ibra mengusulkan sesuatu yang jelas dimaksudkan untuk kebaikan Ega.

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang