Bab 13. Tawa Pertama, Makan Siang Pertama ✅

531 136 27
                                    

I know that we're not a good match

But just let me have a bit of hope in my heart — Erlangga Auditama.

But just let me have a bit of hope in my heart — Erlangga Auditama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai jam istirahat berbunyi, Tiana sepenuhnya mengabaikan Ega. Apa pun yang laki-laki itu bicarakan, Tiana seolah tidak pernah mendengarnya.

Tiana kesal karena sepanjang pelajaran tadi Ega masih saja mencari kesempatan dalam kesempitan dengan sengaja menggigit penggarisnya di tengah. Alhasil, tubuh mereka nyaris berdempetan dan Tiana harus mendorong Ega untuk menjauh atau menarik penggaris dengan kasar sebagai bentuk peringatan.

"Ta, jangan marah dong." Ega merengek ketika Tiana masih memilih bungkam dan mengabaikannya. "Janji deh, kalau kita ditegur karena ngobrol dan disuruh maju buat ngerjain soal, gue yang bakalan maju."

Tiana mengembuskan napas kasar dan menoleh pada Ega. Mendengar rengekan Ega lama-lama juga membuat telinganya sakit. "Gue nggak marah, gue cuma ...."

"Cuma apa?" Ega masih merengek, tampak tidak terima dengan keputusan Tiana yang mengabaikannya.

Sebenarnya, alasan Tiana tiba-tiba membatasi diri untuk berbicara dengan Ega adalah karena fakta yang baru saja disadarinya. Gadis itu benar-benar baru menyadari kalau ada banyak hal yang ingin diketahuinya tentang Ega ketika dia sudah memutuskan untuk bertanya. Membuatnya memutuskan untuk menahan diri agar kejadian seperti tadi tidak terulang lagi. Tiana bahkan hampir bertanya mengenai diamnya Ega kemarin, kalau saja tidak ada Bu Rowena yang menegurnya tadi.

Gangguan Ega selama mereka dihukum tadi hanyalah alasan yang Tiana buat untuk dirinya sendiri.

Ketika sedang memikirkan cara untuk membuat Ega berhenti merengek, lagi-lagi ada Safana dan dua temannya yang menghampiri Tiana.

"Tiana, makan siang bareng, yuk."

Wow~ Ini adalah ajakan paling tidak terduga dan tidak pernah terbayangkan oleh Tiana sebelumnya. Selama ini, Tiana selalu berusaha untuk tidak terlibat apa pun dengan Safana karena tahu kalau dia tidak akan pernah bisa mengikuti gaya hidup gadis itu yang memang terlahir kaya raya, tidak sepertinya.

"Tiana makan sama gue." Ega menyela dengan cepat. Tatapannya tampak begitu tajam ketika menjadikan Safana sebagai lawan bicara. Enak saja gadis itu ingin mengajak Tiana makan bersama, sementara ajakannya yang tadi saja masih ditolak. Tentu Ega tidak akan diam membiarkannya.

"Iya, gue udah janji mau makan sama Ega," kata Tiana membenarkan dan mengubur dalam-dalam rasa malunya karena tiba-tiba mengiakan, padahal sebelumnya menolak mentah-mentah. "Tapi kalau kalian mau gabung nggak papa kok."

"Nggak boleh!" Lagi-lagi Ega menyela, kali ini dengan penekanan tegas. Kemudian, meraih tangan Tiana agar ikut berdiri. "Gue cuma mau makan sama Tiana. Jadi, mending kalian bertiga makan sama yang lain aja. Salam buat Bara."

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang