Call my name
That alone makes me happy — Erlangga Auditama.
Seperti yang Ega katakan kemarin, kalau Rafael tidak datang ke sirkuit, maka Ega akan membalikkan meja laki-lak itu. Namun, tentu saja kata membalikkan meja hanyalah sebuah kiasan, yang artinya Ega akan mendatangi Rafael.
Saat memasuki kelas, setiap kursi sudah terisi oleh penghuninya masing-masing, hanya kursi Ega yang masih kosong karena sang empunya baru saja sampai di sekolah ketika bel masuk akan berbunyi kurang dari 5 menit. Namun, bukannya duduk di samping Tiana dan menyapa gadis itu seperti biasa, Ega malah menghampiri Rafael lebih dulu.
"Gue semalam nungguin lo di sirkuit, tapi kok lo nggak datang?" Ega bertanya dan membiarkan seisi kelas mendengar pembicaraannya dan Rafael pagi ini. "Kenapa? Takut kalah sama bajingan yang pengecut ini?"
Tiana yang tadinya bersikap tidak acuh saat melihat Ega memasuki kelas, nyatanya penasaran juga kenapa laki-laki itu tidak langsung ke tempat duduknya, tapi malah menghampiri Rafael. Sekarang, seisi kelas pun menjadikan Ega dan Rafael sebagai pusat perhatian.
"Kan bentuk taruhannya ditentuin sama gue. Kenapa lo yang milih tempat dan waktunya?" Rafael bertanya balik, mempertanyakan kembali kesepakatan sebelumnya. "Masih hak gue buat nentuin taruhannya, kan?"
Ega mengembuskan napas kasar, mencoba sabar dan menahan tangannya untuk melayang ke wajah Rafael.
"Apa pun taruhannya, gue terima, kecuali yang kemaren lo sebutin." Ega menyanggupi, juga mengingatkan agar dia tidak perlu membuang tenaga untuk mengamuk seperti kemarin. "Sekali lagi kata itu keluar dari mulut lo, lo tau apa yang bisa gue lakuin."
Rafael mengejek dengan senyum sinis. "Emang lo mau ngelakuin apa? Manggil teman-teman lo buat ngeroyok gue?"
"Lo tau kalau gue nggak sepengecut itu."
"Ah, bener, lo bukan pengecut." Rafael membenarkan dengan nada mengejek yang menjadi-jadi, membuat siapa saja yang mendengarnya pasti tahu tujuan laki-laki itu memang untuk merendahkan, bukan memuji. "Tapi cuma nggak bertanggung jawab aja. Iya, kan?"
Ega mengangkat bahu. Laki-laki itu bukannya mengakui kalau dia memang tidak bertanggung jawab, hanya saja Ega tidak punya kata untuk membalas karena apa pun balasannya, Rafael akan tetap mencari cara untuk menginjak harga dirinya.
"Gue mau kita balapan di sirkuit. Resmi," kata Rafael dengan senyum penuh kemenangan. "Terbuka untuk umum dan tanpa kecurangan."
Ega mendecih, menahan tawanya agar tidak pecah. "Harusnya gue yang bilang kayak gitu. Lo lupa siapa yang nyabotase motor gue sampe gue kecelakaan dan hampir mati waktu itu?"
Rafael mengangkat kedua tangannya ke udara. "Bukan gue."
"Tapi teman-teman geng lo, kan?"
Sekarang, Rafael malah mengangkat bahu seolah tidak tahu apa pun tentang masalah itu dan tidak ingin tahu sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...