Bab 35. Proses Waktu

574 160 78
                                    

"Ta, hari ini ada jadwal les bareng Sandy, kan?" Ega bertanya ketika dia dan Tiana baru saja keluar dari kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ta, hari ini ada jadwal les bareng Sandy, kan?" Ega bertanya ketika dia dan Tiana baru saja keluar dari kelas. Tampaknya, laki-laki itu jauh lebih hafal dengan jadwal mengajar Tiana daripada jadwal pelajarannya sendiri. "Biasanya ngajar les di mana?"

"Biasanya sih, Sandy yang ke rumah gue. Kadang juga di perpustakaan umum."

"Uhm, kalau nanti ngajar lesnya di rumah gue aja mau nggak?" Ega bertanya skeptis dan mengantisipasi jawaban Tiana dengan menggigit ujung bibirnya.

"Kenapa?"

Ega memamerkan deretan gigi rapinya. "Soalnya masih pengen berduaan sama lo."

Harusnya Tiana sudah menduga jawaban Ega, tetapi entah kenapa dia tetap saja bertanya. Namun, bibirnya tiba-tiba melengkungkan senyum kecil.

"Sebelum lo pindah ke rumah yang sekarang, dulu gue sempat ngajarin Sandy di rumah lo," kata Tiana memberi tahu Ega tentang sesuatu yang tidak pernah laki-laki muda itu sadari. "Gue juga sempat beberapa kali liat lo, tapi gue nggak sadar kalau anak cowok yang hobinya marah-marah itu lo," tambahnya dengan tawa ditahan.

Mata Ega membulat. Ini sungguh fakta yang mengejutkan untuknya. "Seriusan lo dulu ngajar Sandy di rumah gue dan sempat ngeliat gue?"

Tiana mengangguk. Untuk apa dia berbohong mengenai hal sepele seperti ini? "Terakhir gue liat lo, kayaknya waktu itu lo habis pulang sekolah deh. Terus lo marah-marah sama Tante Laras karena dia ngeberesin kamar lo." Kali ini, tidak ada tawa di wajah Tiana, yang ada hanyalah ringisan kecil.

"Setelah hari itu, gue bilang sama Sandy untuk pindah tempat belajar di rumah gue aja karena gue nggak enak kalau harus tau sesuatu yang seharusnya nggak gue tau."

Ega mengatupkan bibirnya karena malu. Tidak peduli sebaik apa pun dia membangun citra di depan Tiana, tetap saja citranya sudah rusak sejak lama.

"Lo nggak mau ngehakimin gue karena gue kurang ajar sama Tante Laras?" Ega bertanya hati-hati. Setiap detik perubahan ekspresi Tiana, dia abadikan dalam ingatannya.

"Awalnya gue pikir lo emang kurang ajar, tapi setelah dengar alasan kenapa sikap lo bisa sekasar itu sama Tante Laras ..." Tiana menjeda kalimatnya sebentar dan tersenyum kecil pada Ega di sampingnya. "... gue berusaha untuk ngeliat dari sisi lo juga."

"Lo nggak masalah sama sikap gue yang satu itu?"

"Gue nggak bisa maksa lo untuk langsung berubah cuma karena gue ngerasa lo salah," kata Tiana dengan gelengan kecil. "Suatu saat nanti, gue yakin kalau lo akan dengan sendirinya berdamai sama hati lo."

Lagi-lagi Tiana menyinggung Ega untuk berdamai dengan hatinya. Ya, 11 tahun menanamkan kebencian pada orang-orang yang dia anggap sebagai penyebab kematian mamanya, sebenarnya cukup melelahkan juga untuk Ega.

Bisakah Ega melupakan semua hal yang membuatnya terluka dan berdamai dengan hatinya?

Faktanya, langkah kaki Ega tertahan ketika dia memikirkannya, hingga Tiana menoleh ke belakang untuk mencari keberadaannya. Tiba-tiba saja sebuah tangan datang dan menggenggamnya dengan lembut.

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang