I race to win - Erlangga Auditama.
Setelah makan malam dan mencuci piring, Tiana kembali disibukkan dengan buku-buku pelajarannya. Namun, gadis itu tidak benar-benar bisa fokus karena matanya terus saja melirik jam beker di dekatnya.
Sekarang sudah pukul 19.34, yang artinya balapan antara Ega dan Rafael akan segera dimulai dan tidak seperti teman-temannya yang sedang bersiap atau bahkan sudah berada di sirkuit, Tiana justru sibuk dengan PR-nya. Gadis itu tampak cemas, bahkan lirikan matanya pada handphone pun tidak pernah lepas untuk sekadar memastikan apakah ada pemberitahuan atau tidak.
"Telepon Ega nggak, ya?" Tiana bertanya pada dirinya, seraya menggigit ujung bibir dengan ragu, kemudian berdecak menolak pemikirannya. "Tapi kalau nggak diangkat gimana? Kan malu."
Sekarang, Tiana makin menunjukkan kecemasannya pada Ega hingga dia berjalan bolak-balik di kamarnya sambil mempertimbangkan sesuatu. "Apa aku datang aja ke sana?" Belum sempat Tiana mendapatkan jawaban dari hati kecilnya, dia sudah lebih dulu menggeleng keras. "Nggak, nggak, nggak! Ayah pasti nggak ngebolehin aku nonton balapan."
Sungguh, Tiana terlihat sangat frustrasi sekarang. Di satu sisi, dia ingin datang dan melihat secara langsung, tapi di sisi yang lain, gadis itu pasti tidak akan mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.
Sementara Tiana berperang dengan sisi dirinya yang lain, ada Ega yang tengah sibuk memeriksa handphone-nya, berharap akan mendapatkan balasan dari pesan yang dikirimkannya pada Tiana.
Seperti yang Rafael katakan, balapan malam ini resmi dan sudah mengantongi izin, bahkan ada pihak kepolisian yang mengawasi untuk memastikan tidak ada alkohol atau taruhan apa pun selama pertandingan, bahkan ada para medis juga. Rafael benar-benar menyiapkan pertandingan malam ini dengan mematuhi semua prosedur yang ada, termasuk menggunakan wearpack balap.
Para penontonnya pun bukan hanya dari kelas XII-A saja, tapi yang dari kelas lain pun ada, bahkan sekolah lain juga ada. Pertandingan ini benar-benar terbuka untuk umum.
Bukan tanpa alasan juga kenapa sekolah mengizinkan dua muridnya untuk melakukan balapan. Faktanya, izin itu bisa didapatkan karena ada sertifikat atas nama Ega dan Rafael, di mana keduanya sama-sama pernah mengikuti sekolah balap. Mereka tidak hanya modal kebut-kebutan di jalanan saja, tapi memang memang memiliki keahlian.
Tidak heran kalau Rafael memerlukan waktu beberapa hari untuk menentukan tanggal balapan mereka karena ada banyak hal yang harus dipersiapkan.
"Surat izinnya ditandatangani bokap lo?" Ibra iseng bertanya saat tidak ada yang bisa dilakukannya selain mengajak Ega mengobrol karena keempat temannya yang lain sedang berkeliling.
"Ya, nggaklah gila!" seru Ega berapi-api. Matanya tampak tidak percaya dengan pertanyaan yang baru saja Ibra tanyakan. "Sejak kapan gue balapan minta izin segala?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...