Don't abandon me.
I'm just a stupid boy — Erlangga Auditama.
"Lo sering kali bilang kalau gue selalu nyepelein segala hal, tapi lo sendiri selalu nyepelein kata-kata gue, Ta." Ega menggeleng pelan, menatap tidak percaya gadis di depannya.
"Lo nggak pernah sekali pun nganggap serius ucapan gue. Padahal gue udah bilang sama lo, bahkan kalau lo jadi neraka sekalipun, gue nggak akan pergi ke mana-mana. Karena bagi gue, lo adalah rumah, Ta."
Tiana mengalihkan pandangannya. Kenapa laki-laki di depannya ini begitu keras kepala? Tidak bisakah Ega pergi saja dari hadapannya agar harapan Tiana tidak semakin besar?
"Ga, waktu itu lo masih terlalu muda untuk ngerti arti 'rumah' yang sesungguhnya." Tiana membantah dengan penuh penekanan. "Lo ngerasa gue sebagai rumah lo cuma karena gue ngehibur lo di saat lo terpuruk. Gue bukan 'rumah' yang sesungguhnya buat lo, Ga."
"Gue nggak akan berdiri di sini dan ngobrol sama lo kalau gue nggak tau apa yang gue mau, Ta." Tidak ada penekanan apa pun di dalam suara Ega, tetapi tatapannya mampu menjelaskan betapa seriusnya dia saat ini. "Gue nggak akan nurunin ego gue buat ngobrol sama lo kalau gue nggak bisa ngatasin rasa sakit yang lo kasih ke gue."
"Gue berkali-kali nyakitin lo, Ga." Tiana berbisik lirih, membiarkan air matanya jatuh tanpa dihapus seperti sebelumnya.
"Tapi selama gue maafin lo, semuanya bakalan baik-baik aja, Ta," balas Ega tidak mau kalah.
Tiana menggeleng. Gadis itu seperti menolak ketika Ega berniat untuk memaafkannya. Padahal sebelumnya dia berharap laki-laki itu akan memaafkan segala kesalahan yang dia buat selama mereka saling mengenal.
"Ta, please." Ega memohon dengan bisikan dan mata yang berkaca-kaca. "Sebelas tahun gue berharap buat bisa ketemu sama lo dan sekarang rumah yang gue cari udah berdiri di depan gue. Jadi, please, jangan usir gue karena gue butuh lo sebagai rumah gue, Ta."
Makin Ega memujanya, makin Tiana merasa tidak pantas untuk laki-laki itu. Menurutnya, Ega terlalu baik untuk Tiana yang sudah dengan tega hati membohongi laki-laki muda itu setelah diberikan kepercayaan yang begitu besar. Tiana takut kalau dia akan mengulangi kesalahan yang sama di masa depan nanti.
Namun, Tiana tidak bisa melawan dirinya lagi. Gadis itu mengesampingkan semua logikanya dan berlari ke dalam pelukan Ega. Permintaan maaf dia bisikan dari hati yang paling dalam dan membiarkan dirinya tersedak tangisannya berkali-kali.
Tiana tidak tahu terbuat dari apa hati Ega karena bisa menanggung rasa sakit sebanyak ini. Kalau Tiana yang ada di posisi Ega, dia pasti tidak akan pernah memaafkan orang yang sudah menyakitinya dengan sangat dalam. Tidak peduli seberapa berarti orang itu sebelumnya untuk Tiana.
Payung yang sedari tadi Ega pegang baru saja jatuh ke tanah karena dia ingin menggunakan kedua tangannya untuk memeluk Tiana. Sudah cukup sekali saja dia membiarkan Tiana menangis dan tidak memberikan bahunya sebagai sandaran. Selagi bisa, Ega ingin selalu menjadi sandaran dan tempat ternyaman untuk Tiana. Sama seperti Tiana yang selalu menjadi rumah untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...