Bab 30. Malam Kehancuran

553 159 59
                                    

My love for you was so intense, it hurt

I can't even put into words — Erlangga Auditama

I can't even put into words — Erlangga Auditama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Play Mulmed. Harus. Kudu. Wajib ]

"Hei, tatap gue, Ta." Ega menarik dagu Tiana agar menatap ke arahnya.

Tidak peduli sejauh apa pun Tiana membuang pandangan, tetap saja sosok Ega berdiri tepat di hadapannya. Lagi pula, dagunya masih ditahan sekarang, membuatnya tidak bisa memalingkan wajah ke mana pun.

"Apa semua yang Safana tunjukin tadi bener?" Ega bertanya dengan bisikan dan menarik turun tangannya dari dagu Tiana ketika gadis itu menatapnya.

Tiana menggertakkan gigi, mencoba untuk tidak menangis histeris dan bersikap seperti dialah yang paling disakiti di sini. Alih-alih dialah yang menyakiti dirinya dengan kebohongan yang dia ciptakan.

"Nggak ada restoran Jepang di Bali. Nggak pernah ada yang ngantar jemput gue. Nggak pernah ada juga jadwal les." Tiana menjawab dengan bibir bergetar dan suara yang begitu parau. "Semuanya cuma omong kosong."

Ega menjilat bibirnya yang kering. Jauh di lubuk hatinya, dia mencoba untuk memahami gadis yang sudah benar-benar mengecewakannya malam ini. "Dan kenapa lo nyembunyiin semua ini dari gue, Ta?"

"Gue nggak bermaksud untuk nyembunyiin apa pun dari lo." Tiana membalas dengan bisikan, hampir tidak terdengar oleh lawan bicaranya. "Gue pengen jujur sama lo sejak kita pergi ke makam mama lo, tapi nggak pernah ada kesempatan."

Ega yang tadinya masih berusaha untuk memahami Tiana, sekarang malah terlihat seperti ingin menghakimi setelah dia rasa gadis itu berbicara omong kosong. "Lo punya lebih dari tiga kesempatan untuk jujur sama gue, Ta, tapi nggak ada satu pun dari kesempatan itu yang lo pake buat jujur sama gue."

Sungguh, Tiana tidak pernah membayangkan kalau Ega akan menatapnya dengan cara seperti itu. Dia yang dulunya selalu menghindari Ega, sekarang malah merasa begitu terluka ketika laki-laki di depannya menatap dengan penuh kecewa, juga rasa jijik—kalau Tiana tidak salah mengartikan.

"Lo tau, Ta, ini semua nggak adil buat gue." Ega menggeleng, dengan rasa kecewa di matanya yang pasti akan menghantui tidur Tiana malam ini. "Lo tau semua tentang gue, tapi gue nggak tau apa pun tentang lo."

Rasa kecewa memenuhi wajah Ega yang saat ini terlihat sedang menahan tangisannya. Bibirnya tampak bergetar dengan kata-kata yang dipaksakan untuk keluar dari mulutnya.

"Oke, kalau memang lo mau bohongin semua orang, tapi kenapa gue juga harus lo bohongin, Ta? Kenapa lo nggak mau jujur sama gue atau seenggaknya percaya sama gue untuk nyimpan rahasia lo, sama kayak gue percaya sama lo. Gue pikir hubungan kita lebih dari sekadar teman sebangku, Ta."

"Lo lebih dari sekadar teman sebangku gue, Ga." Tiana membalas dengan bisikan parau dan kedua tangan terkepal, mencoba untuk menahan tangisannya. "Lo orang pertama dan satu-satunya yang bikin gue nggak perlu pura-pura untuk jadi orang lain."

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang