13. Kelompok Belajar

28 10 2
                                    

Heza masih merasa ada yang mengganjal di hatinya.

Meski begitu, ia tetap menghargai apa pun yang Nera ceritakan padanya, juga mau membantunya dengan apa yang diminta. Untuk kali ini, ia tidak sebatas karena suka. Heza juga penasaran.

Nera ini bohong atau enggak sebenarnya?

"Hamdalah, udah aku print," ucap Evan sambil memamerkan makalah biologi mereka. Sudah dicetak lengkap dengan jilid spiral yang rapi. Mereka memang mengerjakannya secara daring. Teknologi sudah canggih, tak perlu bertemu untuk saling bekerja sama.

"Ternyata kamu menang bisa diandalkan," komentar Heza.

"Capek denger sindiranmu, padahal aku enggak no life ya." Evan menimpuk Heza dengan ... makalah itu.

"Evan!" seru Derina seketika. "Jangan dilecekin!"

"Dipake nimpuk sekali doang, kok." Evan berkelit.

"Sini, aku aja yang pegang!" seru Derina dengan nada galak, membuat Evan takluk dan menyerahkannya.

"Rajin betul kalian, ini 'kan masih Selasa. Dikumpulinnya Kamis, 'kan?" Komentar Veni dari kursi depan Heza.

"Iya dong, ada Derina," sahut Evan, disambut pelototan Derina.

"Tugas kelompok selain biologi, ada enggak?" tanya Heza tiba-tiba.

"Kamu ngambis atau mau ngansos?" celetuk Devi.

"Kenapa kamu yang jawab?" sahut Heza kesal.

"Masih untung aku mau nyahut! Lihat yang lain, mana ada yang balas kamu?" Devi balas ngegas.

"Belum ada," ujar Firda, teman sebangku Devi, dengan kalem. "Tugas mandiri ada banyak. Butuh list, Za?"

"Enggak usah sok baik begitu," ujar Devi sambil menatap Firda.

"Yaa ... aku 'kan anak baik. Mana tahu orangnya butuh," sahut Firda sambil memutar matanya.

"Ada list-nya?" sahut Heza. "Fotoin, dong!"

"Udah ada di grup kelas, kali." Firda menjulurkan lidah. "Ketahuan enggak pernah buka, ya?"

"Dodol, kamu baru kirim itu barusan!" seru Heza. Kesalnya bertambah sejak tadi. Kenapa anak-anak cewek masih hobi mengganggu? Padahal aku sudah tobat!

"Kamu mau ngerjain tugas mandiri ... bareng?"

Tawaran itu membuat Heza menoleh ke sumber suara. Tiba-tiba saja Nera sudah berdiri di sisi mejanya.

"Tugas mandiri ya mandiri, masa dikerjain bareng?" seru Evan.

"Ngaca, woi. Kamu selalu nge-chat nanyain soal sejarah," ujar Heza datar, tetapi langsung membuat Evan bungkam. Heza menoleh ke Nera. "Kenapa kamu tahu-tahu nawarin?"

"Oh, ini ajakan Derina," jawab Nera kalem.

"Neraaaa!" Derina, dari bangku depan, berseru tak terima.

Sebenarnya, Heza masih merasa ia hanya bisa mengandalkan satu orang saja yang bisa ia percayai untuk kerja sama dalam tugas atau apa pun. Siapa lagi kalau bukan Yosi, si jenius kawan sebangkunya selama SMP? Namun, mereka sudah beda sekolah. Heza harus mengecamkan hal itu dalam-dalam.

"Boleh," ujar Heza akhirnya. "Van, ikut, Van. Bantuin matematika, apalagi yang peminatan. Masa tugas langsung dua belas halaman."

"Hm," hanya itu reaksi Evan. Anaknya sendiri sudah tenggelam dalam entah apa yang ia buka di laptopnya.

Sementara itu, Nera mengangguk sambil tersenyum. "Bilang kalau kamu ada waktu ya, Za. Biar bisa sepakat bareng-bareng." Ia tampak amat senang. "Asyik, ini bisa jadi kelompok study group."

Behind Your SketchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang