"Ikoooottt!"
Itu yang diserukan Syafa ketika melihat Heza berjalan dengan rombongan dan mendapat jawaban hendak ke mana mereka.
"Mau ngapain?" sahut Heza tajam.
"Ya, enggak ngapa-ngapain," jawab Syafa sambil manyun.
"Temen-temenmu itu nungguin kamu, lo!" Heza menunjuk ke satu arah, tempat beberapa orang melongo melihat Syafa tiba-tiba berseru.
"Ah, ya deh!" Syafa merengut. "Paling nanti sore. Siap-siap aja!"
"Hei, jangan ke rumahku kalau enggak bareng Yosi." Heza memelotot.
"Kok gitu?" Syafa protes.
"Ya, gitu! Dia bakal pundung ke aku kalau kamu ke rumahku enggak sama dia!"
"Dih, aneh?" cibir Syafa. "Lihat nanti, deh. Lagian, kamu mau ...." Ia tanpa sadar menunjuk Nera. "Ngasih lihat?"
"Enggak tahu." Heza tersenyum kecil. "Kalau kesempatan itu ada, mungkin."
"Kok sedih amat sih ngomongnya?" Syafa memberi gelagat mengusir ke arah Heza. "Sana, sana, pergi. Hus."
"Enggak kamu suruh juga aku mau pergi!" Heza mengentakkan kaki sambil menjauh. Saat itu, ia mendengar bisik-bisik di belakangnya.
"Mereka itu teman SMP, tapi sangat dekat, ya," komentar Evan.
"Dari awal emang udah sepaket gitu," sahut Derina.
Hanya Nera yang tak berkomentar. Heza menoleh ke belakang, penasaran. Evan dan Derina langsung pasang tampang pura-pura tak tahu apa-apa, sedangkan Nera membuang muka.
"Hei, kalian kayak abis berantem," seloroh Heza.
"Berantem?" Derina keheranan.
"Itu, Nera kenapa kayak lagi ngambek?"
Derina menatap Nera yang kini hadap depan dengan kaku. Ia langsung nyengir. "Ah, kamu kali yang bikin ngambek. Jangan buru-buru, dong, jalannya."
Heza akhirnya melambatkan langkah, menyejajari tiga temannya. Ia menoleh ke Nera. "Kamu hapenya enggak ada, 'kan? Nanti pulangnya gimana? Angkot ke arah sini ... agak susah."
"Gampang lah," jawab Nera, lebih seperti gumaman.
"Apa perlu diantar?"
Suara batuk-batuk menginterupsi Heza. Ia melihat Evan dan Derina sama-sama berdeham ribut.
"Hei, enggak usah kode minta minum begitu," ujar Heza tajam.
"Uh, mau dong diantar pulang juga!" sahut Evan.
"Ogah! Rumahmu jauh!" balas Heza.
"Gimana sih, perlakuan ke tamunya beda," seloroh Derina.
"Aisshh. Bilang aja kalo iri. Hapenya kecopetan dulu sana!" Heza mulai ngegas.
"Heza."
Panggilan dari Nera membuat tiga orang itu sontak terdiam.
Heza menoleh ke Nera. Anak perempuan itu menggeleng dengan sorot mata agak dingin.
Heza paham maksud gelagat itu. Ia langsung bungkam dan kembali memimpin jalan ke halte.
"Wah, Heza beneran takluk sama Nera, ya," gumam Derina setelah beberapa saat terpukau. "Nera, kamu apain dia?"
"Marahin. Tadi kami adu marah-marahan," jawab Nera. Sebenarnya, jawaban itu lucu, apalagi jika keluar dari mulut Nera. Namun, ekspresinya membuat tak ada seorang pun yang menyahut. Bahkan Derina menelan ludah dalam kegugupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Your Sketches
Teen Fiction[First draft; completed] [TOP #2 MWM NPC 2022] Sejak kecil, Heza si lelaki ceria penasaran dengan coretan yang ada di kamar rumah barunya. Kesamaan yang ia lihat tanpa sengaja di buku gambar Nera, teman sekelas SMA-nya, membuat Heza mendekati gadis...