(Mungkin) Prolog

127 22 8
                                    

"Enggak mau!"

"Sayang, kita mau pindah, rumah ini akan ada orang lain yang menempati. Jadi semuanya harus dihapus–"

"Jangan! Jangan gambarku! Jangan!" Tangan gadis kecil yang tak seberapa panjang itu terentang, seolah melindungi aneka coretan spidol di belakangnya. "Jangan dihapus ...!"

"Tolong ajak dia keluar saja. Daripada enggak keburu. Nanti sore pembeli rumah mau lihat-lihat."

"Enggak! Jangan dihapus ...!"

Sang wanita membawa gadis kecil yang tantrum itu keluar dengan susah payah, sementara sang pria masuk sambil menenteng ember besar berisi cat.

"Maaf, Nera ...."

****

"Kamarmu sudah rapi, ya, Hez. Mainanmu di kotak itu susun sendiri ke rak, bisa?"

Anak lelaki kecil berumur lima tahun itu mengangguk mantap. Senang sekali rasanya bisa dipercaya mengurus barang-barangnya sendiri–meski biasanya, di akhir, Bunda akan turun tangan juga. Heza beralih ke kardus yang sudah dibuka. Ia agak melengos, teringat Bunda yang melarangnya memegang gunting atau cutter, padahal ia ingin membuka kardus itu sendiri. Ia sedang mengambil bola globe karet yang biasa ia mainkan sambil mandi ketika benda bulat itu terjatuh dan menggelinding sampai menabrak tembok.

"Hmmm?" Heza berjongkok. Saat tangannya terulur hendak mengambil globe, Heza tertegun sejenak. Ia mendapati ada goresan samar yang sepertinya tertutup cat dengan buru-buru. Ia menyentuh tembok itu dan seenaknya mencakar sehingga lapisan cat teratasnya berjatuhan.

Ada gambar di sana.

Heza batal merapikan mainannya. Ia malah duduk menjeplak di lantai sambil ternganga. Seolah baru menemukan hal yang menarik, ia berusaha mencermati gambar itu, sok-sok mencari maknanya.

"Kenapa ditutupi cat? Apa ini kode rahasia? Bisa membuka pintu ajaib ke ruang harta karun? Atau segel monster? Atau ... ini pintu ke mana saja yang bisa bikin aku keliling dunia?"

Entah dari mana kesimpulan soal pintu itu berasal. Mungkin, karena coretan itu berbentuk seperti pintu yang melengkung. Terdapat beberapa bentuk kotak tidak jelas di sana, gelombang-gelombang biru seperti air, bunga-bunga, dan ... dua "orang," kalau stickman bisa dikatakan sebagai "orang." Gambar itu Heza artikan sebagai dunia di luar pintu yang luas, yang berarti pintu itu bisa membawa ke mana saja ....

Entahlah. Heza mendadak pening.

Ia melirik globe yang bergeming di hadapannya, lalu kembali menyentuh tembok bergambar itu. Ia tersentak karena tiba-tiba merasakan seperti ada aliran listrik mengalir ke tangannya. Bukan hanya itu, di penglihatan Heza, sekeliling tembok kamarnya sekonyong-konyong bersinar, membentuk pola.

Gambar-gambar tersembunyi di balik lapisan cat kamarnya.

Heza mematung sesaat, lalu seketika merinding. Ia ambil globenya, ia lempar ke rak, dan tanpa mengindahkan mainannya yang lain, Heza berlari ke kasur dan menyembunyikan wajahnya dalam-dalam ke bantal.

Mimpi buruk!

Setelah beberapa saat lamanya, Heza bangkit. Napasnya engap karena tertahan bantal. Lagipula, ia sudah lebih tenang. Ketakutan sebelumnya sudah hilang, maka Heza berani kembali bergerak merapikan kardus mainannya. Saat mendekati tembok tadi, Heza kembali tertegun. Ia seperti melihat kilasan anak perempuan yang menangis. Siapa? Itu bukan teman TK-nya. Heza tak kenal. Namun, mengapa ada di ... "ingatan"-nya?

Heza menggeleng pelan, lalu malah manggut-manggut. Mungkin, ini yang namanya ... apa itu ... imajinasi? Ya, seperti kakaknya yang selalu menjawab enggak tahu tiap Heza tanyakan soal di mana ia bisa bertemu Doraemon. "Enggak tahu, 'kan cuma bohongan, imajinasi orang," seperti itulah kira-kira.

Jadi, Heza sudah punya imajinasi. Anak itu menyeringai senang.

Aku punya imajinasi. Anak perempuan yang lagi nangis. Dia akan kunamai ... hm ... "Si Anak Cengeng."

Heza lanjut merapikan mainannya, kali ini sambil bersenandung kecil. Ketika sudah hampir selesai, Heza kembali membayangkan sesuatu. Kali ini, anak perempuan yang tadi sedang tertawa.

"Hmm? Enggak jadi cengeng, dong," gumam Heza agak kecewa. "Nanti aja, deh. Pusing ngurusin imajinasi."

Sore itu, Heza keluar seperti kebiasaan di rumah lamanya, mencoba bergabung dan berbaur dengan anak-anak lain seusianya. Anak yang sangat ceria itu begitu mudah bergaul sampai-sampai Bunda tak perlu merisaukan soal teman dan undangan syukuran rumah baru. Mungkin Ayne, kakak perempuan Heza yang jutek alias kebalikan 180 derajat dari Heza, yang terganggu dengan keramaian yang diperbuat gerombolan adiknya.

Kali ini, Ayne dibuat heran dengan pertanyaan mendadak adiknya.

"Kak, kalau ada anak perempuan nangis, terus ketawa, dikasih nama siapa?"

"Siapa?" Ayne memicing. "Kamu bikin nangis siapa?"

"Enggak ... enggak! Ini cuma, itu lo, imajinasi!"

Ayne keselek mendengarnya. "Maksudnya apa?"

"Cuma ada di bayangan!" Heza melonjak-lonjak. "Aku punya imajinasi, Kak!"

Ayne sendiri masih kelas 3 SD. Sok bijak ke adiknya, padahal masih lugu. "Wah, mungkin aja itu orang beneran, Ez."

"Loh, katanya Doraemon itu bohongan?"

Ini ngomongin anak perempuan atau Doraemon, sih? Ayne mencak-mencak dalam hati.

"Kayak apa anak perempuan itu?" tanya Ayne akhirnya.

"Engg ... enggak tahu. Anak TK kayaknya, pertama aku lihat lagi nangis, habis itu ketawa–"

"Kamu lihat beneran?" Ayne makin heran.

"Engg ... enggak tahu, ah!" Heza akhirnya memilih kabur. Ia hafal pola ini: kalau jawaban Heza tak memuaskan, Ayne akan mencubitnya. Heza ogah dicubit.

Malam itu, entah mimpi atau bukan, Heza merasa melihat semuanya dengan jelas.

Kamar ini, kamarnya, dengan warna cat yang berbeda. Coret-coretan sepanjang dinding, anak perempuan yang menangis, ibu-ibu yang berusaha menenangkan, dan bapak-bapak yang membawa seember cat.

Mungkin, untuk pertama kalinya, Heza kecil bisa berpikir cukup dalam.

"Mereka ... pemilik rumah ini sebelumnya ...? Anak itu ... Nera?"

****

(Bersambung ke bab 1)

****
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
833 kata

Ngesot sekali saya ngetik cerita ini. Nanti bakal banyak keanehan di sini, saya yakin. Yang baca, siap-siap aja, ya.

Btw

CERITA INI SANGAT BERPOTENSI TERANG! HORE! //ngegas

Tapi kalo terang terus, ga bisa panjang ....

Jadi ....

//melipir

Saya masih belum bener2 mood ngetik cerita, saya juga masih meraba-raba tokoh dalam cerita ini gimana. Doakan enggak stuck di tengah, ya. Kalo saya bete, wah, gawat, bisa masuk bottom 5.

Satu hal pasti, Heza bakal jadi manusia gesrek. Demi kelangsungan cerita ini dan mood saya! /Gebrak meja

Jkt, 1/7/22
zzztare

Behind Your SketchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang