"Kamu benar-benar membuat kemajuan, ya."
Hari Sabtu itu, tiga serangkai masa SMP akhirnya sungguhan reuni, di salah satu mal terdekat di antara rumah mereka bertiga. Saat ini, Heza dan Syafa sedang menunggui Yosi yang katanya masih menunggu angkutan umum. Keduanya duduk-duduk di kursi depan mal, mengamati arus manusia yang berlalu-lalang sambil mengobrol.
Heza menceritakan soal Nera dua hari yang lalu. Esoknya, hari Jumat, mereka sama-sama tenggelam dalam urusan ekstrakurikuler sehingga tak sempat mengobrol banyak.
"Nera enggak ngomong apa-apa soal nungguin aku," ujar Syafa sambil manyun. "Tapi ... dia lucu banget, ih. Sampe bisa bikin kamu salting."
"Diam!" hardik Heza.
"Wah, coba aku melihat langsung. Aku rekam, aku kasih lihat ke Yosi, deh." Syafa masih meledek.
"Mau apa sih?" Heza masih berang.
"Enggak tahu. Seru aja lihat kamu bertingkah aneh begitu," sahut Syafa. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya, lantas mematut-matut kerudung oranyenya yang terlihat dari pantulan layar ponsel.
"Ngapain, sih? Mau keliatan cakep pas ketemu Yosi?" Heza tak tahan untuk tidak berkomentar.
"Heh, dasar lelaki. Coba kamu pakai kerudung juga, deh. Biar tahu rasanya," sahut Syafa sambil memicing.
Heza nyengir mendengarnya. Ia sudah sering mendengar kalimat itu dari Ayne, kakaknya, yang tiap melihat kaca langsung hobi membenarkan kerudung. Yang Heza lihat sih tak ada yang salah, tetapi Ayne berkata bahwa rasanya ada rambut yang keluar, atau apalah-intinya, tidak akan bisa diketahui kalau tidak pernah pakai kerudung sebelumnya.
"Itu Yosi," ucap Syafa sambil menunjuk satu arah.
Heza melihat ke arah yang ditunjuk Syafa. Makhluk berjaket itu tampak tak berubah-apa yang mau diubah? Mereka baru tidak bertemu tak sampai sebulan.
"Hai, Bro!" sapa Yosi sambil menendang kaki Heza.
"Yos!" Heza langsung berdiri dan mengguncang-guncang bahu Yosi. "Apa kabar, Sob?"
Syafa hanya cengar-cengir melihat dua lelaki itu melepas kangen dengan cara masing-masing. Mau meledek, kangen nih ye, pasti pada gengsi. "Duh, kalian, kayak udah enggak ketemu berapa tahun aja, sih?"
"Iya, aku sih udah lama! Emangnya kamu yang-"
Ucapan Heza terhenti karena Yosi menabok tengkuknya.
"Udah temu kangennya?" Akhirnya keluar juga kalimat itu dari mulut Syafa. "Ayo, enggak bisa lama-lama nih. Sore aku ada les lagi."
"Les hari Sabtu?" Heza bergaya histeris dengan berlebihan.
"Ssssh, udahlah, jangan ditanyain. Aku jadi kesal lagi," gerutu Syafa. "Yos, katanya mau bayarin, 'kan?"
"Enak aja!" seru Yosi.
"Hee ... aku ada buktinya, nih!"
"Entar! Entar!" Yosi mendorong bahu Syafa dari belakang, memaksanya maju lebih dulu. "Heja! Sini kamu!"
"Ogah jadi nyamuk," seloroh Heza, tetapi ia tetap melangkah.
****
"Yang ngajak nonton siapa, sih?" tanya Heza begitu mereka duduk di kursi bioskop.
"Syafa. Ikutin aja kemauan anak stres ini," sahut Yosi yang duduk di sebelah Heza.
"Kenapa kamu bilang aku anak stres?" Syafa mencak-mencak di sebelah Yosi.
Urutan duduk mereka, dari paling tepi dekat tangga: Syafa, Yosi, baru Heza.
"Oooh ... baiklah. Aku enggak terlalu ngikutin serial ini, tapi kalau itu kemauan Bunda Ratu, aku rela mengeluarkan uangku-untuk diriku sendiri!" ujar Heza dengan nada menyindir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Your Sketches
Teen Fiction[First draft; completed] [TOP #2 MWM NPC 2022] Sejak kecil, Heza si lelaki ceria penasaran dengan coretan yang ada di kamar rumah barunya. Kesamaan yang ia lihat tanpa sengaja di buku gambar Nera, teman sekelas SMA-nya, membuat Heza mendekati gadis...