23. Kabur

21 8 0
                                    

"Kalau habis ini Nera pulang, aku juga pulang, deh," ucap Derina lepas menghabiskan paket makan siangnya.

"Habis ngerjain senbud, kok," jawab Nera pelan.

"Yah, pokoknya begitu!" Derina menuding Nera. "Aku enggak mau ditinggal sama kamu bareng dua cowok begini!"

Nera nyengir sedikit, lalu kembali merenung.

"Kamu kesambet apa habis salat?" cecar Derina. Tampaknya, ia tak tahan karena Nera sejak tadi sering bengong.

"Kesambet pikiran," jawab Nera pelan. "Udahlah, ayo gambar."

"Kamu 'kan gambarnya bagus." Derina masih berkomentar. "Menurutmu, aku gambar apa?"

"Hmmm ... pohon? Kayaknya gampang gambar pohon kalau cuma pakai tinta dan kuas," sahut Nera.

Sementara itu, dua anak lelaki yang ada sudah sibuk duluan. Apa yang Heza gambar? Entahlah, seperti hantu. Perempuan berambut panjang yang menutupi wajah dengan jubah yang juga panjang. Paling tidak, itulah yang terlihat Evan, meski sebenarnya bukan gambar hantu yang Heza maksud.

"Horor kali! Nanti minta guru senbud pajang gambarmu di lorong tangga, biar kalau malam-malam—"

"Malam-malam apa?!" Heza langsung bereaksi, ngegas seperti biasa.

"Jangan senggol, dong! Mahakaryaku nanti gagal!" Evan memiting tangan Heza.

Meski enggan rasanya, Heza mau tak mau mengakui bahwa gambar Evan pun cukup bagus. Meski yang ia gambar jelas sekali karakter anime wanita.

"Guru senbud pun akan memberimu cap wibu," komentar Heza.

"Please, lah! Gambar cewek tuh banyak, enggak cuma dari anime! Kamu sendiri gambar hantu!"

"Ini bukan hantu!" Heza mengelak.

"Kenapa mereka ribut, sih?" Derina menggaruk pipinya tanpa menyadari bahwa jarinya menghitam karena kena tinta.

"Der, nih tisu." Nera mengangsurkan tisu. "Kamu jadi cemong begitu."

"Hehe ... makasih, Ner. Tontonannya terlalu menarik, sih." Derina nyengir saat menerima tisu dari Nera. "Eh, Nera, kamu belum gambar?"

Nera menatap kertasnya yang kosong.

Ya, ia memang belum memulai gambar apa-apa. Ia sudah berniat menggambar hal-hal menyenangkan, tetapi mendadak tak ada yang terpikir olehnya. Ia ingin bertanya pada Heza, tetapi itu terlalu aneh, bukan? Buat apa bertanya ide pada Heza?

"Nera? Kok bengong?" Heza akhirnya mengakhiri adu mulutnya, ganti menghadap Nera. "Kenapa? Enggak kebayang apa-apa? Kayak Derina aja tuh, gambar pohon duren."

"Pohon duren? Ini pohon mapel!" seru Derina sengit, meski sambil tertawa.

"Euh ... ya, aku gambar pohon aja kali, ya?" Nera berucap ragu. Ia mengangkat kuasnya, mencelupkan kuas ke tinta, lalu ... ia menatap Heza.

"Kenapa?"

Nera juga bingung. Seperti ada yang memaksanya untuk mencari Heza sejak tadi.

Tunggu. Jangan bilang ....

Tangan Nera yang memegang kuas tiba-tiba gemetar, menyebabkan beberapa tetes mengotori kertasnya. Tiga orang yang ada melongo melihatnya. Andai mereka tahu bahwa tangan Nera bergerak di luar kemauannya ....

Ya, tangan Nera bergerak begitu saja. Tiba-tiba menggurat di atas kertas, menggores bentuk tanpa ragu, sementara Nera sendiri sedang menengadah. Ekspresinya ketakutan.

"Aduh ... aduh!"

"Ner?" Derina memanggil ragu. "Kamu ... kenapa?"

"Der!" Nera menoleh ke Derina. Tiba-tiba saja ia sudah berurai air mata. "Tolong ... hentikan tanganku!"

Behind Your SketchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang