Fortieth-second Page

5 0 0
                                    

━ ━ ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

━ ━ ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Siang hari, selepas jam makan siang Damian tak buru-buru kembali ke kantor. Dia membelokkan mobilnya ke arah lain, di saat sebelumnya ia baru saja singgah di sebuah rumah makan yang letaknya tidak dekat dengan kantornya. Panas matahari siang itu juga begitu terik, cukup membuat Damian menyipitkan matanya sebab sinar yang menembus kaca mobilnya cukup menghalangi pandangan Damian.

Hari itu, rasanya begitu tidak bisa Damian utarakan. Sudah seminggu berlalu sejak kali terakhir ia mengunjungi Cherry, tapi tidak jadi, Damian belum lagi mengunjungi gadis itu. Pun beberapa pesan yang Cherry kirim belum Damian niatkan untuk dibalas. Rasanya itu tindakan yang salah. Damian pun mengakui, hanya saja selepas hari itu, perasaanya seakan kembali pada tahap awal. Tahap ketika ia belum mengenal Cherry dan masih menjadi pribadi yang setiap harinya berprasangka buruk pada semesta. Seperti menuduh, masalah apa yang akan semesta berikan padanya.

Lalu kehadiran Cherry cukup membuat Damian tak lagi merasa khawatir setiap harinya soal kemungikan apa yang akan ia hadapi. Dan cukup membuat Damian merasa tidak begitu sulit menghadapi hari yang begitu berat. Namun, hari di mana ia mengetahui bahwa Cherry memang secinta itu dengan Zillo, cinta yang tak akan pernah tergantikan oleh siapapun membuat Damian jadi merasa kehilangan sosok Cherry di sampingnya.

Mungkin benar kata Ibu, Damian memang membutuhkan kehadiran gadis itu, sehingga butuh untuk selalu ada di sampingnya. Namun, kesimpulan yang Damian ambil itu salah. Dia menganggap dirinya menyukai Cherry, sehingga hal itu pun menginterupsi Damian untuk memikirkan bagaimana jika Cherry menjadi miliknya, sehingga ketika hal itu tak dapat Damian dapatkan, dirinya pun jadi terjatuh pada lubang luka yang teramat dalam.

Memikirkan Cherry membuat Damian tidak sadar bahwa kini dirinya sudah berdiri di samping dahan pohon kamboja. Bunganya tak sebanyak kali terakhir Damian ke sana, lalu nisan kelabu itu pun terdapat bunga mawar layu yang sudah lama Damian letakkan di atasnya.

"Mama kangen Damian?" tanya Damian. Mulai mengajak ngobrol Mama yang telah tinggal di sana cukup lama, lalu berjongkok mencabuti rumput-rumput liar yang mulai tumbuh di sisi-sisinya.

"Damian kangen." Katanya lagi. "Banyak hal yang terjadi bertahun-tahun ini, mungkin aku harus setiap hari ke sini buat nyicil semua cerita lima tahun ke belakang."

Yang terjadi selanjutnya, yaitu Damian yang mulai menceritakan banyak hal mengenai apa yang terjadi pada hidupnya semenjak Mama pergi, secara ringkas. Termasuk pertemuannya dengan Cherry, dan hubungan dirinya dengan Ibu yang mulai membaik.

"Apa setiap orang sakit akan berakhir seperti Mama?" Damian bertanya, setelah ia merasa sudah menceritakan semua tentangnya, kini ia kembali memulai cerita lain lagi.

"Apa nggak ada kesembuhan buat orang sakit selain kematian?"

"Aku lagi khawatir sama seseorang. Takut dia pergi, tanpa niat kembali lagi."

Cherry's Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang