Thirty-eighth

5 0 0
                                    

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Tidak ada kenangan yang bisa diambil, hanya saja rambut panjangnya sudah cukup lama menemani Cherry. Mungkin semua hal yang Cherry lakukan ketika berambut panjang telah banyak terekam oleh otaknya, sehingga Cherry masih bisa membayangkan wujud rambut panjangnya, setelah ia memutuskan untuk memotongnya.

Sangat sayang memang, mengingat rambut panjangnya adalah suatu hal yang mana bisa Cherry banggakan. Sedikit orang mengatakan bahwa rambut panjang milik Cherry benar-benar bagus dan tebal, meski tidak selurus milik Sherryl, tapi rambut itu telah mendapat pujian dari mamanya Zillo.

Juga sebenarnya rambut itu telah banyak menemani perjalanan hidup Cherry. Mulai dari perjalanannya dari hilir hingga hulu di gurun penuh beban, juga setetes-tetes air mata yang tak jarang membasahinya bila Cherry menangis dalam keadaan tidur. Rambut memang tampak seperti hal yang sepele. Namun, nyatanya telah banyak melakukan sesuatu yang berguna.

Sedangkan Cherry sedang menatap gamang dirinya, yang jika dia lihat-lihat sedikit berbeda. Jujur saja Cherry jarang meneliti wajahnya sendiri mengingat dia tidak begitu menarik, sehingga membuatnya malas menatap wajahnya sendiri. Namun, hari ini Cherry memandangnya lewat cermin. Dengan dalam dan lama, meski ia jarang meneliti wajah sendiri, tapi Cherry merasa ada yang berubah darinya. Tentu saja rambut menjadi salah satunya, lalu pipinya sudah tidak setembam dulu, Cherry rasa sebentar lagi akan setirus pipi Sherryl. Lalu tatapan matanya sayu, dan tidak ada semburat semangat pada wajahnya.

"Kamu yakin nggak mau ikut ketemu Sherryl?" Papa tiba-tiba masuk.

Cherry menjawab, "enggak."

"Mungkin mereka kangen sama kamu, dan kamu juga pastinya, kan?"

"Aku nggak pernah dapet kabar Mama nanyain aku sejak saat itu."

Papa kian memasuki kamar Cherry lebih dalam. Untuk berbicara dengan anaknya itu lebih serius. "Mama kamu hanya masih marah sama Papa."

"Terus salahnya aku di mana?"

Papa menghela napas. "Mamamu cuman terbawa suasana aja. Karena kamu ikut Papa, kamu jadi ikut dibenci. Tapi bukan berarti sepenuhnya mamamu benci kamu. Enggak. Papa yakin Mama akan baik-baik aja sama kamu."

"Mama milih Sherryl tanpa pikir panjang. Seakan nggak ada aku di sana sementara Mama bisa mertahanin kita berdua, atau Papa yang begitu. Tapi terang-terangan kalian milih Sherryl!" Cherry mulai berseru.

Papa tak berniat menjawab. Ia ingin tahu lebih dalam mengenai apa yang selama ini Cherry sembunyikan darinya. Seperti perasaan gadis itu, sehingga Cherry pun memilih untuk membenam dalam penyakitnya.

"Aku mau bilang kalian tetep sayang aku tapi perlakuan kalian berbeda. Sherryl selalu dapet apa yang dia mau bahkan apa yang nggak dia mau pun bisa dia dapet dengan cuma-cuma. Sedangkan aku? Papa nggak pernah beliin aku donat, Mama nggak pernah ngasih aku hadiah, Papa selalu nyuruh aku jagain Sherryl, Mama selalu nyuapin Sherryl makan, merhatiin dia, ngelus kepala Sherryl dan itu kalian lakukan dengan alasan karena Sherryl butuh kasih sayang yang lebih! Itu karena penyakit dia, tapi bukan berarti Sherryl harus ngambil setengah dari kehidupan aku kan, Pa?"

Cherry's Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang