Thirty-second

7 0 0
                                    

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Damian disadarkan oleh pergerakan ibunya. Beliau melepaskan pelukannya pada Damian, lalu mengampit dua sisi pipi Damian untuk beliau amati lebih dalam. Feni juga harus berjinjit untuk memudahkannya memandang wajah Damian yang rupanya semakin tampan saja jika dipandangi lebih lama. Juga menurut Feni wajah Damian lebih bersinar dari pada yang dulu. Jika begitu, berarti keputusannya untuk menyuruh Damian pulang ke Indonesia memang tepat. Sedikit sedih, tapi itu jauh lebih baik baginya.

"Semuanya berjalan dengan baik ya," gumam Feni.

Damian mengangguk, "makanya Ibu jangan khawatir."

Feni tersenyum, sedikit mengangguk juga. Lantas dia kembali menatap Damian dengan intens hanya untuk bertanya, "masih kerja?"

"Barusan banget selesai. Ini mau pulang, tadi di dalem ketemu Fabio, dia bilang ada yang nyariin. Taunya Ibu."

"Maaf kalau Ibu—"

"Iya nggak papa." Damian buru-buru menyela sebab tahu ibunya akan meminta maaf soal apa. Sudah Damian sangka bahwa itu permintaan maaf karena beliau menghampirinya di Indonesia.

Sang ibu paham dan sadar bahwa Damian masih belum sepenuhnya menerimanya. Sehingga kadang dia merasa bahkan tak pernah merasa menjadi ibu yang baik untuk Damian, juga kadang merasa sungkan bila ingin melakukan suatu hal yang berhubungan dengan anak laki-lakinya itu. Contohnya apa yang beliau lakukan saat ini. Menemui Damian di Indonesia.

Dan Damian tidak mau memperlihatkan dengan jelas bagaimana cangungnya mereka di hadapan Cherry.

Ah iya gadis itu sedang bersikap ling-lung, mungkin karena dia merasa berada di tempat yang salah, lantaran tempat itu terlalu dikuasai oleh Damian dan Ibunya.

"Mau pulang?" tanya Damian.

"Ehm... Ibu laper, kita mampir buat makan dulu ya?"

Damian mengangguk tanpa pikir panjang. Permintaan seperti itu sangatlah tidak mungkin untuk Damian tolak. Lalu dia kembali menghadap Cherry, gadis itu semakin dibuat bingung, pun tengah menatap area sekitar dengan gelisah. Juga Damian tidak begitu mengerti kenapa Ibunya bisa datang bersama Cherry, apa lagi gadis itu hanya mengenakan sendal berbulu dan piama bermotif bebek. Rambutnya tampak baru saja dikeramas. Tapi hal itu mampu membuat Damian kesulitan. Sulit untuk tidak gemas dengan Cherry.

"Kamu ikut." Damian langsung bersuara, tidak berbasa-basi sok menawari, tapi langsung mengajaknya dengan kalimat tanpa penolakan. Membuat Feni sadar bahwa di sana masih ada Cherry. Beliau sempat lupa sejanak.

"Ah iya, Cherry ikutlah. Masak enggak," kata Feni, lalu merangkul gadis itu untuk melangkah ke depan, dan Damian pun sontak bergerak melangkah juga. Sedikit mendahului dua perempuan di hadapannya untuk menginterupsi ke mana arah yang harus mereka tuju agar bisa sampai pada mobil Damian.

Cherry's Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang