Thirtieth

8 0 0
                                    

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━  ━ ━ ━ ━ ━

Lain dari Cherry yang sedang menghadapi begitu banyak masalah, Damian justru sedang nyantai bersama Fabio di ruangan mereka. Berkat hari Minggu, mereka tidak begitu memiliki banyak pekerjaan, entah dari bisnis mereka atau kerjaan pribadi mereka. Dan belakangan ini mereka lagi sering berduaan, hanya untuk merenung bersama perihal nyari istri. Fabio mengaku kesenengan karena akhirnya memiliki teman untuk diajak galau bersama.

"Lo nggak pengen pulang?" tanya Damian, selama ini Damian tahu Fabio menghabiskan waktu di apartemen murahnya. Yang membuat Damian tidak begitu yakin Fabio betah di sana dengan fasilitas rendah yang ada—untuk orang kaya seperti Fabio.

"Nggak. Soalnya gue lebih nggak pengen sumpek." Fabio menjawab, dia lebih memilih bergelung di apartemen kecilnya dari pada harus pulang hanya untuk menghadapi pertanyaan ibunya. "Nggak bawa calon? Ngapain pulang kalau gitu." Biasanya kalimat seperti itu yang ibu Fabio lontarkan begitu menyambut kepulangannya.

"Lo nggak khawatir sama keadaan rumah lo?" Damian kembali bertanya, hanya untuk basa-basi mengisi waktu yang sedang mereka jalani agar menunggu jam pulang tidak begitu membosankan.

"Nggak sih, tapi satu-satunya yang selalu bikin gue kepikiran cuma ikan cupang gue. Nggak yakin adek gue ngerawatnya dengan baik, juga belakangan ini gue kek punya firasat nggak enak."

"Lupa kalau lo punya adek."

"Wah, parah. Nggak usah diinget juga sih, dia tumbuh dengan tengil." Fabio mulai meluncurkan kalimat jelek untuk adiknya. Ya lumrah sajalah hubungan adik dan kakak memang tak jauh dari kata saling mengejek.

Damian mengangguk, pun memang tidak ada niatan untuk mengenal adik Fabio lebih jauh lagi, itu tadi hanya basa-basi. Sekali lagi, hanya basa-basi.

"Sisanya kasih ke Kefan ajalah. Gue capek, besok mesti lembur di kantor Bokap." Damian bangkit, tak mau menunggu hingga jam kerjanya selesai. Dia memilih untuk pulang lebih cepat.

"Ya." Fabio menjawab dengan singkat dan sedikit sebal, sebab setelah dari kantornya bersama Damian, Fabio masih harus pergi ke kantor perusahaannya sendiri untuk mengecek beberapa pekerjaan.

Di perjalanan Damian pulang ke rumah, dia tak sengaja melintasi toko donat. Entah kenapa donat itu mengingatkan Damian dengan Cherry, dan entah kenapa lagi dia sudah turun dari mobilnya untuk membeli donat itu, entah kenapa lagi dan lagi Damian tidak begitu yakin untuk apa dia membelinya, karena jujur saja Damian tidak teringin makan donat. Yang penting beli saja dulu.

Lalu menit terus berjalan hingga ke menit lagi dan jam. Laki-laki itu telah sampai di depan rumahnya. Salah satu hal yang paling membuat Damian benci ketika sampai di rumah adalah, dia harus membuka gerbang terlebih dahulu, terlebih dia harus keluar mobil dan akan masuk lagi setelahnya. Namun, kali ini berbeda. Ada sesuatu yang menyambut Damian.

Cherry's Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang