58 (lamaran)

617 48 24
                                    

Pulang dari rumah Bella, Fahri terus memikirkan pesan Angelo tentang tanggung jawab seorang suami, terutama dalam membimbing istri menuju kebaikan. Kata-kata itu terus terngiang di pikirannya. Ia duduk di ruang tamu, menatap ayahnya yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptop.

"Daddy, aku mau tanya sesuatu," ujar Fahri, mendekati Angelo.

Angelo menghentikan sejenak pekerjaannya dan tersenyum. "Mau tanya apa, nak?" tanyanya sambil mengelus rambut Fahri.

"Berarti aku harus memaksa Bella berhijab dong?" tanya Fahri dengan nada ragu.

Angelo menatap Fahri dengan lembut. "Memaksa itu memang tidak baik, nak. Tapi sebagai suami, kamu bisa membiasakan Bella untuk berhijab. Ingatkan dia dengan lembut, beri pengertian. Yang penting, niatmu baik," nasihat Angelo.

"Tapi kewajiban kita sebagai suami adalah mengingatkan istri, kan?" Fahri memastikan.

"Betul. Itu adalah tanggung jawabmu sebagai pemimpin rumah tangga. Tapi ingat, nak, membimbing itu dengan kasih sayang, bukan dengan paksaan," jawab Angelo. "Kalau ada masalah, cari solusi bersama, tapi jangan pernah menyebarluaskan masalah rumah tanggamu ke orang lain, kecuali memang butuh saran dari orang yang bisa dipercaya."

"Minta saran ke Daddy boleh dong?" tanya Fahri lagi.

"Tentu boleh," jawab Angelo sambil tersenyum.

Tiba-tiba Roy, kakaknya, muncul dari arah dapur. "Ciee, besok jadi manten!" godanya sambil tertawa.

Fahri langsung memeluk Angelina, mencari perlindungan. "Ah, Mommy!" serunya. Angelina hanya tersenyum, sementara Roy terus meledek adiknya.

"Awas kau! Kalau aku punya anak cowok ganteng, jangan ngemis jadi mantu!" balas Fahri dengan wajah kesal.

"Sudahlah, kasihan adikmu," kata Isma, menengahi sambil tersenyum kecil.

"Tuh, rasain itu!" ujar Fahri penuh kemenangan.

Roy pura-pura merajuk. "Sayang, kok malah bela adikku bukannya aku," keluhnya kepada Isma.

Fahri kemudian mengalihkan pembicaraan. "Mahar untuk Bella sudah kusiapkan," katanya percaya diri.

"Memangnya apa yang kau siapkan? Emas, berlian, atau apartemen?" tanya Roy dengan penasaran.

"Itu sih biasa. Aku sudah mempersiapkan sesuatu yang berbeda dari yang lain," jawab Fahri dengan penuh misteri.

"Terserah kau saja. Yang penting, ingat kau besok sudah jadi suami orang, jadi jangan minta mainan lagi ke Daddy," ledek Roy lagi.

Fahri tertawa kecil. "Mainanku sudah banyak. Nanti aku wariskan ke anakku saja. Tapi anakku harus cowok," katanya sambil mengelus dagu, membayangkan masa depan.

"Tapi kalau cewek juga nggak masalah, asal dia paham ilmu agama. Sisanya, kecerdasan dan lainnya itu berkah dari Allah," lanjut Fahri sambil tersenyum.

"Sudah, nak. Tidur saja. Besok hari besar untukmu," ujar Angelo.

"Laksanakan!" jawab Fahri semangat. Ia langsung berlari menuju kamar, tapi saking semangatnya, kepalanya malah terbentur pintu.

"Astaga, Fahri..." gumam Angelina sambil menahan tawa.

Fahri bangkit dengan cepat, pura-pura tidak kesakitan, lalu masuk ke kamarnya. Di dalam kamar, ia berguling-guling di tempat tidur, mengingat perjalanan panjang yang akhirnya membawanya ke titik ini.

"Hari bersejarah dalam hidupku. Harus spesial pokoknya. Tapi mahar apa ya yang paling cocok?" pikir Fahri. Setelah beberapa saat, ia menemukan jawabannya. "Ya, itu saja. Pasti Bella senang," gumamnya sambil tersenyum.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang