Halooo😍
Kalian tau? Aku suka bgt nulis part ini wkwk
Semoga kalian suka yaaaa🥰Happy reading!
***
Yang Alena lakukan sejak tadi hanyalah berdiam diri di kelas. Rasa kecewa dan marah yang bercampur masih belum beranjak dari jiwanya. Alena menumpukan kepalanya pada kedua tangannya di atas meja. Ia tidak memiliki selera untuk makan sama sekali, padahal perutnya sudah kelaparan. Alena baru paham kenapa orang-orang selalu mengatakan bahwa mencintai sesuatu secara berlebihan tidaklah baik, ternyata resiko patah hatinya tidak kalah besar dari rasa cinta itu sendiri.
Sementara itu, Shenna sudah tidak tau harus membujuk dengan cara apa lagi agar Alena tidak berlarut-larut dalam kesedihannya.
"Al, gue bilang juga apa kan? Lo sih, emang hobi nyari penyakit," ujar Shenna.
"Udah, jangan nangis-nangis lagi. Skincare lo terlalu mahal buat nangisin cowok kayak dia. Mending juga lo tangisin nih ulangan matematika lo yang nilainya jebol."
Shenna memperlihatkan kertas ulangan Alena yang memang tertulis dengan angka merah di bagian atas kertasnya. Alena seketika mendengus melihat nilainya sendiri. Selang beberapa detik, Shenna di buat kaget oleh Alena yang tiba-tiba memeluknya sambil sesegukan.
"Gue... kurang apa, Shenn, ke dia? Se-selama ini gue ga pernah nuntut apa-apa selain dia ha- hargain perasaan gue," kata Alena terbata-bata karna tangisnya.
Shenna tidak bisa menjawab, sahabatnya ini ternyata sangat memprihatinkan. Ia lantas mengusap surai Alena dan berusaha menenangkan. Kemarin, Alena juga sempat menelfon Shenna meminta di jemput dan itu dalam keadaan masih menangis di tepian jalan. Karna hal itu, Gavriel yang kemarin sempat mengejar Alena pun sama sekali tidak menemukan keberadaan gadis itu.
"Sama dia sakit, tapi kalo ga sama dia lebih sakit," Alena terdengar begitu menyedihkan sekarang. "Gue harus gimana, Shenn?"
"Lupain dia."
Alena kemudian melepaskan pelukannya dari Shenna, melupakan seseorang yang bahkan belum sempat kita miliki nyatanya tak semudah yang Shenna ucapkan. Mungkin bukan persoalan waktunya, tapi tentang bagaimana kita bisa merelakan. Meyakinkan diri bahwa bahagianya tidak dengan kita, dan itu bukanlah perkara yang mudah. Butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan lukanya.
"Gue terlalu murahan ya, Shenn?" omongan Alena sukses membuat Shenna kesal setengah mati. Apa yang telah Rey lakukan sampai Alena berani meng-klaim dirinya seperti itu.
"Bener-bener tuh cowok, geser dikit, Al," Shenna langsung berdiri dan beranjak keluar dari ruangan.
"Shenn, lo mau kemana? Heh, lo jangan nekad, gila!" teriakan Alena sama sekali tak Shenna gubris.
"Lo tunggu aja di sini." Shenna terus saja berjalan menuju kelas Rey dengan tangan yang sudah ia kepalkan.
Alena tidak sepatutnya suka dengan laki-laki yang berani berkata kasar padanya, selalu memarahinya hanya karna persoalan sepele dan bahkan tak pernah memperdulikan Alena pada keadaan-keadaan terpuruknya, pikir Shenna.
Sesampainya, Shenna menyelonong masuk begitu saja dan berjalan mendekat ke arah bangku Rey. Laki-laki tersebut sedang berbicara dengan Machel dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Shenna semakin emosi melihatnya, bayangkan saja, Alena sibuk menguatkan hatinya agar tidak terlalu sakit sedangkan Rey seakan tak ada rasa bersalah sedikitpun.
"Heh, cowok ngeselin!" gertak Shenna hingga membuat Rey dan Machel kebingungan sendiri.
"Temen gue nangis gara-gara lo, maksud lo apa, ha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCRUSH! (Selesai)
Teen FictionAlena Valensia. Perempuan cantik, ceria dan sangat menyukai Mochi coklat. Fakta menariknya, Alena ternyata menyimpan perasaan suka terhadap kapten basket di sekolahnya yang di kenal ketus bin judes. Karna tak tahan dengan sifat dinginnya, Alena deng...