- After

1.2K 42 1
                                    

Pagi hari Savina terbangun melihat Sans tidur bersamanya. Kini mereka masih tanpa menggunakan sehelai benangpun, tubuh polos mereka hanya tertutupi dengan selimut. Tangan kekar pria itu memeluk tubuh Savina erat. Sungguh, kemarin adalah malam yang menghancurkan hidupnya. Badannya terasa remuk, dia kehilangan mahkotanya untuk suaminya.

Savina melepaskan pelukan pria itu, mencoba berjalan tertatih-tatih, meraih baju yang ada disana.

"Siapa yang menyuruhmu pergi jalang?!" tanya pria itu terbangun.

"Kita seharusnya melakukannya juga dipagi hari."

"Dasar pria brengsek! Aku membencimu Sans!"

"Kau akan menderita Sania. Ini belum seberapa. Aku akan membuat hidupmu setiap hari di neraka!"

Savina tersenyum getir. Pria itu terus mengira jika dirinya adalah Sania.

"Bersiaplah untuk hidup di neraka!"

"Benarkah? Seharusnya bajingan sepertimu yang hidup di neraka!"

Sans menutup telinganya, kembali menarik selimutnya. Sungguh, dia tidak peduli dengan ocehan wanita itu. Tapi, bayangkan kenapa wanita itu masih perawan?

Savina mengambil kemeja pria itu untuk menutupi tubuh polosnya. Mencoba berjalan tertatih- tatih pergi dari kamar Sans.

"Apa calon suamimu belum pernah menyentuhmu?" tanya Sans tiba-tiba, membuat Savina menghentikan langkahnya. "Biasanya sex sebelum nikah adalah hal biasa bagi pasangan muda."

"Kau salah orang. Aku bukan Sania, namaku Savina."

"Sex diluar nikah? Itu tidak berlaku untuk keluarga kami, kami menjunjung tinggi. Pantang melakukan itu sebelum menikah."

"Kaulah yang menghancurkan kepercayaan keluargamu, kau melakukan itu denganku."

Savina mengembangkan senyumannya.

"Kau benar, lebih baik aku mati saja, daripada harus kembali menemui mereka."

Savina mengambil pisau yang ada disana. Mencoba mengiris pergelangan tangannya.

"Kau gila?!" cegah Sans melempar pisau itu. 

Savina tersenyum melihat darah yang mengalir dari tangannya. 

"Jangan selamatkan aku. Biarkan saja aku mati!" berontaknya. Savina mendorong pria itu sekuat tenaganya, langsung mengambil pisaunya lagi.

"Jangan gila?! Atau?!"

Wanita itu kembali mengiris pergelangan tangannya. Darah segar mengalir dilantai. Savina jatuh pingsan tak sadarkan diri.

"Hei bangunlah!" ucap Sans menguncang tubuh wanita itu.

Sans langsung membopong tubuh wanita itu.

"Cepat siapkan mobilku!"

Mereka bergegas menuju rumah sakit.

***

Dua jam sudah, tak ada tanda- tanda dokter keluar dari ruangan itu. Sans berjalan mondar-mandir, dia merasa sedikit khawatir dengan wanita itu. Iya, hanya sedikit. Dia bahkan belum bisa membalaskan dendamnya kepada wanita itu.

Terlihat seorang pria paruh baya yang berlari kearahnya.

"Sans, apa yang terjadi?" tanyanya khawatir.

"Dia ingin bunuh diri."

"Apa yang kau pikirkan hah?! Seharusnya jangan melakukan hal itu kepadanya!" Bentak ayahnya.

"Apa maksud ayah?"

"Dia harus melahirkan penerus untuk keluarga kita. Jangan biarkan dia mati begitu saja."

"Ayah dan wanita itu sama-sama gila! Ayah ingin menikahi wanita itu lagi?"

"Sans, dengar ayah..."

"Ayah sama sekali tidak tertarik dengan wanita itu. Ayah hanya ingin kau yang meniduri wanita itu saja."

"Jika ayah yang menidurinya, mana mungkin dia akan hamil. Ayah tidak seperkasa dulu."

"Jadi..."

"Ayah ingin dia mengandung anakmu."

"Pikirkanlah semuanya baik-baik. Jika dia hamil, itu akan menguntungkan bagi keluarga kita."

"Ayah apa yang kau katakan?"

"Jujur saja kemarin kau bercinta dengan wanita itu bukan?"

"Ayah sudah mendengarnya kemarin. Putraku sangat hebat di ranjang," ucapnya bangga.

Memang, kemarin suara desahan mereka sampai terdengar dari luar. Rave hanya tersenyum melihat itu.

"Aku hanya tidak sengaja meniduri wanita itu," elak Sans.

"Benarkah? Jangan munafik Sans. Jelas - jelas kau yang memulainya."

"Selain menghasilkan anak, manfaatkan wanita itu untuk pemuas nafsumu."

"Dan ingat jangan sampai tertarik dengannya. Apalagi kau mencintainya. Itu akan menghancurkanmu."

"Jadi pikirkan semuanya baik-baik mulai sekarang," ucap Rave menepuk pundak putranya itu.

***

Sans menatap wanita dihadapannya yang belum tersadar. Wajah wanita itu sangat cantik, dia tipe idaman Sans.

"Berapa lama lagi dia akan sadar?" tanya Sans kepada dokter yang ada disana.

"Kami belum bisa memastikannya tuan, kemungkinan besok atau lusa."

"Tolong rawat dia dengan baik, apapun caranya dia harus tetap hidup." 

"Baik tuan, kami akan memberikannya perawatan yang terbaik."

Sans beranjak keluar dari ruangan itu, mulai menelpon salah satu ajudannya.

"Siapkan kamar kosong untuk wanita itu. Mulai sekarang, dia akan tinggal dirumahku."

Bersambung...

SavinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang