Kini Gara membawa Kania ke kamarnya. Membiarkan suster di sana memasangkan kembali infusan yang sempat dilepas tadi. Beruntung Adip dan Haris sudah pergi, lalu yang tersisa di sini hanya paruh baya cantik, Mamanya. Dan Kakaknya, Mahesa.
Kania tidur menyamping, menatap Gara yang juga menatapnya sembari tersenyum. Senyuman lelaki itu tidak pernah luntur. Senyuman yang berhasil membuat Kania candu dan selalu rindu.
"Besok aku mau sekolah, kamu jemput aku, ya."
"Gak bisa Kania … kamu harus sembuh total dulu."
"Tapi aku bakal baik-baik aja selama kamu ada di samping aku," Kania mengerutkan bibirnya lucu.
"Bukan maksud aku ngelarang kamu, kamu harus sayang sama diri kamu sendiri. Biar cepet sembuh … besok aku jengukin kamu lagi ke sini deh, janji."
Kania tersenyum senang, sebenarnya tanpa Gara berjanji pun lelaki itu pasti akan selalu melakukannya. Lebih tepatnya, Kania tidak perlu banyak meminta, karena Gara akan selalu memberi. Memberi apapun yang membuat Kania merasa cukup.
Kania kemudian mengangguk nurut, bujukan Gara tidak pernah sia-sia.
"Yaudah sekarang kamu tidur yaa." Gara mengelus lembut rambut Kania. Sampai membuat gadis itu benar-benar tertidur.
Beberapa menit setelah itu, setelah memastikan Kania sudah tidur. Gara berniat untuk pulang, namun ketika dirinya hendak membuka pintu untuk keluar. Suara dari dua orang yang tidak asing baginya terdengar sedang membicarakan sesuatu.
"Sejak awal Mama percaya kalau Gara adalah anak yang baik. Kania juga terlihat bahagia."
"Iya. Mahesa bisa lihat perbedaan ekspresi wajah Kania waktu dia bareng Gara, dan waktu Papa bahas soal Haris. Lagian … Papa apa-apaan, sih, Ma? Pake jodoh-jodohin segala, sekarang udah gak jaman gitu-gituan," protes Mahesa.
"Kamu tau kan Papa bangkrut di Bali, dia bangun perusahaan lagi di Bandung karena dana dan saham dari sahabatnya, Papanya Haris. Dan semua biaya pengobatan Kania, kehidupan kita, sedang ditanggung olehnya."
"Ya tapi harusnya Papa mikirin kebahagiaan dan kesehatan Kania. Mahesa harus ngomong sama Papa, Ma. Mahesa gak mau kehilangan adik perempuan Mahesa satu-satunya!"
"Jangan Mahes, kamu tau kan sikap Papamu kayak gimana? Mama gak mau kamu di tendang dari rumah. Kita serahkan aja semuanya sama Tuhan."
"Mama tuh terlalu pasrah, Ma …."
"Mahesa tolong, Mama cuma minta kita gak gegabah ngambil keputusan karena itu bisa jadi boomerang juga untuk Kania. Kamu ngerti, kan?"
Mahesa tidak menjawab lagi, dia memilih masuk ke dalam tanpa menghiraukan Dina. Lalu begitu masuk, Mahesa mendapati Gara yang terdiam di samping pintu, terlihat sedang melamun.
"Gara?"
"Eh … K-kak Mahes," panik Gara, setelah Mahesa memanggilnya.
Mahesa tersenyum. "Kakak percaya sama kamu, tetap semangat!" ujarnya, seolah mengerti apa yang tengah Gara pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaman Terakhir Untuk Gara [END]
Fanfiction[Sebelum baca, wajib follow authornya‼️] Mari bergabung dengan luka dan rasakan duka dari dua sejoli yang memiliki kisah indah namun berakhir tragis. "Kalau senja punya matahari yang indah, malam punya bulan yang cantik. Ada satu hal yang mampu meng...