🌻28

572 71 25
                                    

Walaupun dirimu tak bersayap
Ku akan percaya
Kau mampu terbang bawa diriku
Tanpa takut dan ragu

- Lyodra -

.
.

"Ya ampun … ini yang nungguin pacarnya, gak pegel apa berdiri satu jam?" Mahesa menghampiri Kania yang sejak tadi sudah menunggu kedatangan Gara di depan pagar rumahnya. Pagar yang sengaja sudah terbuka lebar untuk menyambut kedatangan seseorang.

"Enggak, kok."

"Palingan juga dia ngaret," cibir sang Kakak.

"Enggak, Gara gak pernah ngaret. Dia selalu tepat waktu … nih, Gara di undang Papa jam 19.00, kan? Sekarang udah jam 18.59!"

"Coba hitung di tiga detik terakhir … kalo Gara dateng, berarti dia jodoh kamu. Kalo enggak, berarti bukan!"

"Ih! Jahat banget, Kak Mahes!" hardik Kania, tak terima pada kalimat terakhir yang diucapkan oleh Mahesa.

"Tapi siapa takut!" Gadis itu justru malah semakin tertantang, kemudian mulai berhitung sesuai perintah Kakaknya.

"Tiga …."

"Dua …." Kania mengatupkan kedua matanya. Jujur saja dia takut untuk melanjutkan kembali hitungan terakhir. Tapi …

"Saa … tu!" Kedua matanya perlahan terbuka. Seketika itu pula senyuman berseri tersungging begitu Kania mendapati seorang laki-laki dengan kendaraan roda dua, motornya. Si Pudu kesayangan. Baru saja datang dengan seulas garis simpul senyuman yang tak kalah manis jua.

Gara turun dari motornya, lalu menghampiri Kania yang terus menatapnya tak berkedip. Entah karena terpesona akan ketampanan wajah dari lelakinya. Atau entah terharu karena … entahlah … yang jelas kedua netra miliknya lagi-lagi terlihat membendung tirta bening yang untungnya tidak meluap.

Oh ayolah … ini bukan waktunya untuk meneteskan air mata. Kania harus menahannya.

"Maaf, Kania … tadi di jalan macet. Udah nunggu lama?"

Kania tak menjawab. Bahkan ketika Gara sudah berada tepat di depannya. Gadis itu masih terdiam geming layaknya patung.

"Kania? Kamu kenapa?"

"Kamu jangan ganteng-ganteng bisa gak, sih?!" bisik Kania. Keduanya lalu terkekeh geli.

"Ya gak bisa, Kania … aku, kan, udah ganteng dari lahir." Seperti biasa, kepedean seorang Gara tidak pernah berubah.

"Ehm, ehm!" Tak terima di perlakukan seperti kambing, nyamuk, atau … apapun itu. Mahesa lalu berdeham, berusaha menyadarkan dua insan yang menganggap kalau bumi ini hanya untuk mereka berdua saja.

"Udah nunggu dua jam tuh dia. Lagian … di suruh dateng jam 17.00 malah dateng jam segini!" omel Mahesa pada Gara, membuat Kania sedikit terbelalak kaget.

Pasalnya, apa yang Kakaknya katakan ini adalah sebuah kebohongan besar. "Ih! Amit-amit! Bohong banget!"

Mahesa menjulurkan lidahnya.

"Jangan di dengerin, Gara. Kak Mahes lagi eror karena kelamaan jomblo!" Kania menarik lengan Gara untuk membawanya masuk ke dalam rumah.

"Heh? Ngeledek?!"

Kania meringis tertawa. "Makanya cari cewek … ntar Kania buka biro jodoh buat Kak Mahesa!" katanya, sedikit berteriak.

Hari ini Gara diundang untuk makan malam di rumah oleh Adip. Untuk pertama kalinya. Benar … sebagai permintaan maaf Adip. Pria tua itu sudah menyesali semua perbuatan jahatnya terhadap Gara.

Halaman Terakhir Untuk Gara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang