🌻29

828 78 20
                                    

Udah siap buat baca, kan? Aku yakin kalian kuat. Buktinya bisa baca sampe sini setelah melewati panjangnya konflik yang cukup melelahkan wkwk.

Jangan lupa votenya yaa, karena walaupun nulis satu bab itu nggak membutuhkan waktu yang sebentar. Dan dapet inspirasi juga tidak semudah yang dibayangkan apalagi harus ruwet mikirin narasi yang nyambung biar sesuai alur dan isi cerita. Kalian yang cuma tinggal tap bintang aja gak bakal memakan waktu banyak kok.

Anggap aja, itu cara kalian menghargai penulis.

Selamat membacaaa

Sudah sekitar 2 jam, sepasang insan yang saling mencintai ini menghabiskan waktu bersama. Hanya sekadar duduk manis di atas tikar, piknik ala kadarnya ditemani beberapa makanan ringan siap saji yang memang sudah disiapkan dari rumah. Setelahnya mereka berjalan-jalan mengitari jalanan kota Bandung. Salah satunya pusat kota, dimana semua yang di butuhkan terdapat di sini.

Keduanya melangkahkan kaki selaras. Sembari Gara menikmati es krim, ia tetap mampu menggandeng tangan Kania. Lantaran bahaya kalau sampai anak itu hilang karena tingkah tidak mau diamnya. Bisa-bisa ada orang yang mengarungi tubuh mungil Kania saking gemasnya.

"Kania mau, aaa~" Kania membuka mulutnya lebar, berharap Gara mau menyuapinya es krim yang tengah lelaki itu genggam. Padahal dia sendiri sudah menghabiskan dua cup es krim sekaligus.

"Nih … ngeeeeng …," Gara melayangkan es krim itu layaknya hendak menyuapi anak kecil, kemudian, "am." Ia memasukkan es krimnya ke dalam mulutnya sendiri.

Kania memanyunkan bibirnya, dan itu membuat Gara terkekeh gemas. "Nih beneran, a~"

"Enak gak?" tanyanya ketika satu sendok es krim berhasil masuk ke dalam mulut Kania.

"Enak, soalnya disuapin Gara," tutur Kania.

Bukan hanya Gara, mungkin banyak orang pasti suah mengetahui jawaban yang tidak asing ini. Jawaban yang nyalar keluar dari bibir Kania setiap saat Gara menyuapinya. Terserah kalaupun Gara atau kalian akan bosan terhadap itu. Yang pastinya Kania tidak akan pernah bosan mengucapkannya.

Sebab nyatanya memang seperti itu. Setiap suapan dari tangan Gara langsung, bagi Kania terasa berbeda. Mungkin makanan yang rasanya biasa saja akan menjadi luar biasa jika Gara yang menyuapinya. Karena ini bukan persoalan makanannya, tapi tentang bagaimana cara Gara memperlakukannya. Hal-hal kecil seperti ini, sikap manja Kania sama sekali tidak membuat Gara risih.

Kania menghentikan langkah kakinya, ketika dua bola manik matanya menangkap sesuatu yang menarik perhatian. "Gara, main bola bowling yuk?"

"Itu bolanya berat buat kamu."

"Yaudah kamu aja yang main, Kania liatin doang."

Baiklah, Gara tidak mempunyai alasan untuk menolak. "Yaudah sebentar, -nih terakhir." Lelaki itu menyodorkan suapan es krim terakhir untuk Kania, lalu membuang sampahnya.

Masuk ke dalam tempat permainan bola bowling. Kania kembali berujar, "Kalo kamu bisa jatuhin semua pinnya, kamu boleh peluk aku."

"Gampang, sekali main juga bisa," kata Gara percaya diri. Sikapnya yang seperti ini sudah bukan hal asing lagi untuk Kania.

"Kita pemanasan dulu ya gess." Gara mulai menggerakkan tangannya di depan Kania, sambil menggoda gadis itu. Sedetik berikutnya, ia mengambil salah satu bola dan mulai bermain.

Pada percobaan pertama, benda berukuran bulat yang cukup berbobot itu menggelinding ke samping, alias tidak sedikitpun menyentuh salah satu pin yang berdiri di depan sana.

Gara yang di awal sudah percaya diri hanya tersenyum malu dan mulai basa-basi. "Itu mah salah bolanya yang jelek," katanya pada Kania.

Selanjutnya percobaan ke kedua. Bola hanya menjatuhkan beberapa pin. Dan hanya menyisakan dua pin berdiri.

Halaman Terakhir Untuk Gara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang