Part 38 Hampir Bahagia

148 6 0
                                    

Nisa Azkana Naira, kembali memulai aktivitas hidupnya di sebuah perusahaan. Kini ia kembali menginjakkan kaki setelah delapan bulan belakangan ini.

Menduduki posisinya semula, Nisa akan menjadi sekretaris Abram Mahesa.

"Saya senang kamu kembali ke perusahaan ini lagi, Nisa," ungkapnya.

"Terima kasih sudah menerima saya kembali, Pak," balas Nisa.

Tok tok.

Suara ketukan pintu membawa pandangan Nisa untuk melihat siapa yang datang. Sedikit rasa getaran dalam tubuhnya saat melihat pria yang pernah menjadi suami pura-puranya selama enam bulan.

"Bagian pimpinan Dimas sudah mengiklankan beberapa produk dari perusahaan sesuai kebutuhan konsumen, Pah. Dan sekarang kita perlu merancang strategi pemasaran berikutnya," ujar Dimas membagikan kabar perkembangan selama beberapa terakhir ini.

"Papa senang dengan kabar ini, Dim. Papa sudah menugaskan Nisa untuk mengambil bagian dalam perancangan ini. Kalian akan bekerjasama," ujar Pak Abram memerintah keduanya agar terlibat dalam proyek promosi.

Dimas mengangguk dan seketika melihat ke arah Nisa. "Selamat bergabung kembali di perusahaan ini, Nisa," ucapnya sembari mengulurkan tangannya yang kemudian dijabat oleh Nisa.

"Terimakasih, Pak."

Nisa lekas meninggalkan ruangan dan beralih ke ruangannya sendiri. Kini tinggallah Dimas dengan sang ayah yang tengah menatapnya seperti mengisyaratkan sesuatu.

"Papa kenapa? Kok natap Dimas gitu bangat?" tanyanya. Ia pun heran dengan tatapan ayahnya kali ini.

"Papa minta kamu ganti sekretaris kamu itu!" ujarnya dengan nada tegas.

"Kenapa, Pah? Bella selama ini nggak pernah melakukan kesalahan," terangnya.

"Papa sudah memantau kamu belakangan ini, Dimas. Dan Papa tahu apa yang membuat perusahaan ini tidak mengalami kemajuan lagi. Kamu terlalu sibuk menghabiskan waktu dengan Bella dibanding memikirkan masalah perusahaan ini!"

"Pah, Bella itu pacarnya Dimas," bantahnya.

"Justru itu! Pacar kamu ini tidak boleh menjadi sekretaris kamu lagi, Dim. Lama-lama perusahaan Papa ini bisa bangkrut karena kalian! Papa ingin Nisa menggantikan posisi Bella!" Nada ketegasan seorang Abram Mahesa membuat Dimas tidak berkutik lagi.

"Papa akan kirim Bella ke bagian lain, mulai sekarang Nisa akan menjadi sekretaris kamu!" tekannya.

***

"Bel, papa kirim kamu ke bagian lain. Nisa yang akan menjadi sekretaris aku," ungkapnya pada Bella sang kekasih.

"Bella kamu tahu 'kan, ini bukan kemauan aku," ujarnya menerangkan setelah Bella tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Aku tahu, Dim. Aku nggak masalah Nisa menggantikan posisi aku. Aku rasa Nisa punya kelebihan tersendiri untuk bisa memajukan perusahaan papa kamu ini." Bella sendiri pun  memiliki sisi positif yang membuat Dimas semakin mengikat hati padanya.

"Ya udah, aku akan tunjukkin ruangan kamu sekarang." Dimas berdiri dan mengulurkan tangannya. Menggandeng tangan Bella sembari berjalan beriringan.

"Aku nggak akan biarin papa ngirim kamu jauh dari aku, oke? Sekarang ini ruangan kamu, bersebelahan dengan ruangan aku." Dimas menunjukkan ruang kerja Bella yang bersebelahan dengan ruangannya sendiri. Ia tetap bisa melihat kekasihnya setiap hari.

"Apa perlu kamu lakuin semua ini? Aku mau dikirim ke bagian mana aja, aku nggak masalah, Dim," ungkapnya.

"Tapi aku nggak bisa jauh dari kamu, Bel," godanya.

"Sekarang kamu balik ke ruangan kamu, dan selesaikan pekerjaan kamu, oke? Aku juga akan selesaikan pekerjaan aku di sini," ucapnya mengusulkan solusi.

"Oke, nanti malam kita dinner di luar, gimana?"

"Boleh," balasnya tersenyum semangat.

Dimas sontak memajukan wajahnya, membuat Bella mengerutkan kening.

Plak.

Tamparan penuh lembut itu mendarat di pipi kanan Dimas.

"Wow! Oke, makasih," ucapnya lalu meninggalkan ruangan, diiringi oleh tawa lepas Bella.

Cuaca kota Jakarta yang terik nan panas, membawa langkah Nisa untuk berhenti di sebuah cafe dengan sajian ice gelato. Tak sengaja mempertemukannya dengan seorang wanita paruh baya yang tidak asing baginya.

"Nak Nisa, apa kabar kamu?" sapa ibu paruh baya itu, yang tak adalah ibunya Dimas.

Nisa tersenyum merekah, memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Nisa baik, Bu. Ibu sendiri apa kabar?"

Saling bertukar sapa hingga akhirnya larut dalam sebuah obrolan.

***

Makan malam istimewa Dimas dan Bella berlangsung penuh makna. Inilah saatnya pria berusia tiga puluh satu tahun ini mengakhiri masa bujangnya.

Bertekuk lutut di hadapan seorang wanita dengan tampilan elegannya, Dimas menyodorkan sebuah cincin, hendak melamar sang kekasih untuk dijadikannya sebagai istri.

"Bel, kamu mau nikah sama aku?"

Sontak Bella histeris bahagia, nampak tak percaya. Ia menawarkan tangannya hingga cincin itu lolos di jari manisnya.

"Bel, aku tulus cinta dan sayang sama kamu, Bel. Aku udah ngomong masalah ini ke papa, dan dia setuju. Aku mau kita nikah. Tapi, kamu tau mama aku 'kan, dia sangat teliti sama pilihan aku. Aku akan coba yakinkan mama untuk setuju sama pernikahan kita, oke? Untuk sementara ini, cincin ini akan terus terikat di tangan kamu. Kamu calon istri aku, Bel," ungkapnya. Dimas akan mempersunting kekasihnya itu. Impiannya untuk menikah dengan orang yang ia cintai selangkah lagi akan terwujud.

"Aku senang kamu mau wujudkan semua impian kita, Dim. Impian enam tahun yang lalu." Bella nampak berseri-seri.

***

"Dimas akan menikahi Bella, Mah," ucap Dimas yang kini tengah berhadapan dengan sang mama.

"Bella pacar kamu itu?" tanyanya memastikan.

"Bella siapa lagi, Mah? Mama 'kan tahu sendiri hubungan percintaan Dimas sama Bella sejak dulu," jelasnya.

"Dimas, kamu masih ingat 'kan sama perkataan Mama? Kriteria dalam memilih pasangan hidup!"

"Dimas masih ingat, Mah. Dimas udah yakin sama pilihan Dimas. Bella itu perempuan yang layak dan baik untuk Dimas jadikan istri, dan menantu Mama."

"Ini bukan perkara layak dan baik, Dim. Siapapun layak diperistri. Tapi apa kamu yakin bahwa pemahaman agama Bella bisa mendukung dunia akhirat kamu?"

"Mah, Dimas akan bimbing Bella. Dimas akan ajari dia segala hal, Mah. Aku cuma minta Mama setuju sama pernikahan ini!"

"Mama lebih tahu mana wanita yang cocok untuk kamu jadikan istri, Dim. Mama harap kamu nggak lupa sama ajaran Mama! Dan asal kamu tahu aja, Mama udah siapkan calon yang terbaik buat kamu!"

"Mah, aku udah lamar Bella! Aku nggak mungkin menikah sama orang yang aku nggak cinta, Mah! Aku nggak bisa menikah dengan pilihan Mama itu!"

"Terserah. Tapi Mama akan tetap menikahkan kamu dengan pilihan Mama, titik!"

Sang mama sontak berdiri dan meninggalkan posisi duduknya.

"Mah, Mama!" Nampaknya Dimas gagal meyakinkan sang mama tentang pilihannya sendiri.

The Past (Tamat) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang