Doni melakukan segala cara untuk bisa bertemu dengan Akira, namun Nisa tetap melarangnya.
"Aku mau ketemu sama anak aku," ucap Doni pelan, berharap mendapatkan respon yang baik.
Kedatangan Doni ke rumah Nisa kali ini, membuat orang tua Nisa sangat marah, entah kenapa Doni kembali mendatanginya setelah memperingatinya waktu itu.
"Ngapain lagi kamu ke sini? Nggak puas sudah hancurin hidup anak saya?" cecar Ibu Renata.
"Aku datang ke sini, karena anak aku ada di sini!" sergah Doni, ia ikut marah karena orang tua Nisa menyembunyikan semua ini darinya, bahwa Akira adalah darah dagingnya.
"Nggak, kamu nggak boleh ketemu sama Akira! Dan jangan memperlihatkan diri kamu lagi di rumah saya, mengerti!" sembur Ibu Renata, kedatangan Doni tak membuahkan hasil.
Setalah semua cara sudah dilakukan oleh Doni, keluarga Nisa tetap menolaknya untuk bertemu dengan putrinya. Doni pun dengan sangat terpaksa membawa masalah ini ke jalur hukum, ia harus mendapatkan hak asuh atas Akira.
Dan benar saja, seorang pria dengan tampang formalnya mendatangi kediaman Nisa.
"Apakah ini benar kediaman atas nama, Mbak Nisa?" ujar seorang pria ber-jas hitam.
"Iya dengan saya sendiri, ada apa ya?"
"Kami menerima laporan dari Pak Doni, bahwa anda telah melarang terjadinya pertemuan seorang anak dengan ayah kandungnya sendiri. Klien kami meminta agar Mbak Nisa memenuhi panggilan beliau."
"Panggilan pengadilan?" tangkas Nisa, perbuatan Doni ini membuatnya frustasi. Doni mengirim pengacaranya ke rumah Nisa beserta surat undangan pengadilan.
Setelah menerima suratnya, betapa semakin sesak yang berkecamuk dalam dadanya.
"Kamu nggak ada puas-puasnya nambah masalah dalam hidup aku Don!" gumam Nisa, ia bermonolog dengan dirinya sendiri.
"Mama enapa angis-angis, nda oleh edih, anti Papa na Ila alah iat Mama angis. Ila elpon Papa, ya?" ucap Akira yang mendengar ibunya tengah menangis sesenggukan.
"Lo kenapa Sa?" susul Fafa. Ia melihat kertas putih yang tergeletak di meja, membacanya membuat ia meracau.
"Doni berani-beraninya lakuin ini!" bentaknya.
"Enapa Onty alah-alah, Mama na Ila agi angis, alau Papa au anti Onty ena ukum. Onty ang uat Mama angis, ya? Ila elpon Papa cekalang," ucapnya, namun tak ada yang membalas celetuknya itu.
"Mama napa angis?"
"Onty elpon Papa na Ila, Ila nda duin te Papa alau Onty dah uat Mama angis, ya."
"Ontyyyy," geramnya, sedari tadi ia bicara sendiri dan tak ada yang meresponnya.
Hingga tiba hari di mana Nisa harus memenuhi panggilan pengadilan, ia pergi dengan Rian, sedang Akira ia titipkan pada ibu dan abinya. Hari ini Fafa sedang ada seminar, jadilah Rian yang menemaninya kali ini, dengan mendedikasikan waktunya untuk Nisa.
"Pengacara kamu akan datang sebentar lagi," ucap Rian menenangkan. Nisa sedari tadi tak bisa diam oleh ketakutannya itu, takut-takut jika hak asuh Akira jatuh di tangan Doni.