Toxic - O8.

18.5K 2.1K 46
                                    

"Kenapa kamu beranggapan dia muncul kembali?"

Chandra bertanya pada Jerga. Yang di tanya mendengus lesu. Tidak tau ingin menjawab apa.

"Kenapa setiap Jevano luka, aku selalu ga tau? aku ada di tempat kejadian, tapi bahkan aku ga inget apapun.."

Jerga mengaduk aduk bakso miliknya tak berminat. Seketika selera makannya menghilang mengingat Jay. Kepribadian gandanya itu, dia selalu bergidik ngeri jika mengingat masa masa SMP nya.

Jerga mengusap wajahnya kasar. Chandra menghela nafasnya.

"Kalau saya berkata, iya dia muncul lagi apa kamu akan marah?"

Tanpa Chandra tanya sudah pasti Jerga marah. Tidak ada yang memberitahunya jika Jay telah muncul kembali. Tapi Jerga memilih untuk diam.

Menghela nafasnya berat ia kembali memakan baksonya, tidak mempedulikan tentang Jay lagi.

***

Harusnya pagi ini menjadi pagi yang sejuk bagi Jevano, tapi takdir berkata lain. Dimas menjenguk nya dengan wajah bersungut sungut. Mengomel tentang ini dan itu. Membuat Jevano mendengus kasar mendengar segala ucapan Dimas. Sudah seperti masuk kuping kiri keluar kuping kanan.

"Kamu nih bisa ga sih ga luka sehari aja? Capek kakak tuh ngurusin kamu yang tiap hari luka tawuran lah, luka berantem lah"

Dan bla bla bla. Dimas tidak berhenti mengomeli Jevano perihal luka yang di dapat. Bahkan saat dirinya mengupas buah, mulutnya tetap berbicara ini dan itu.

"Iya iya, kak. Aku tau—"

"Kamu tau terus kenapa kamu selalu luka, heh?!"

Dimas melotot ke arah Jevano. Membuat laki laki yang di kenal sebagai ketua geng di sekolahnya — yang paling sering bertengkar atau tawuran — menunduk ciut sambil memainkan jari telunjuknya.

"Maaf.." cicitnya.

Dimas menghela nafasnya. Ia mendudukan dirinya di samping Jevano.

"Kakak ga suka kamu luka gini Jevano."

Jevano mengerucutkan bibirnya. Padahal Dimas sendiri saat SMA sama badungnya seperti Jevano. Bahkan lebih sering bolak balik masuk rumah sakit.

"Kakak gasuka aku luka apa ga mau keinget jaman SMA?"

Dimas seketika melotot. Tangannya menekan kaki Jevano. Membuat ia langsung menjerit.

"AAAA IYAA AMPUN"

Dimas kembali menatap Jevano. Walaupun dengan wajah kesal.

"Jujur ke kakak. Ini bukan luka karena berantem atau tawuran, kan?"

Jevano semakin menunduk. Enggan menatap wajah Dimas yang menuntut penjelasan. Dimas mengusap rambutnya dan menghela nafas pelan.

"Jay lagi?"

Jevano samar samar mengangguk. Membuat Dimas mengepalkan tangannya.

'Bajingan tengik itu..'

Jevano menggenggam tangan Dimas yang sudah terkepal erat. Menatap yang lebih tua dengan tatapan memohon.

"Ini bukan salah Jerga kak"

Dimas mengusap wajahnya kasar. Masalah ini rumit. Tadi dia berpapasan dengan Jerga. Dan itu sangat berbeda 180 derajat dari Jay yang diceritakan Jevano. Jerga lebih supel dan terlihat ceria. Bahkan Dimas hampir terkena serangan jantung saat mengetahui justru Jevano yang menjadi pihak bawah di hubungan mereka.

Saat Dimas hendak membuka mulutnya, seseorang mengetok pintu ruang rawat Jevano. Jevano hafal itu suara siapa, Satya.

Satya langsung melangkahkan kakinya masuk saat sudah mendapatkan izin dari Jevano. Ia tersenyum lembut pada Dimas yang berada disana. Segera raut wajahnya kembali berubah serius.

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang