Toxic - O9.

16.5K 1.8K 100
                                    

Jerga mengerang. Kepalanya terasa sangat sakit saat ini. Ia mengerjapkan matanya perlahan. Melihat ke sekelilingnya. Ia tidak bisa melihat apapun. Jerga menolehkan kepalanya, mendengar suara langkah kaki. Menatap waspada ke arah kegelapan. Ia menyipitkan matanya, mencoba melihat siapa yang berjalan. Samar samar terlihat sosok di remangnya pencahayaan.

Jerga tercekat. Ia dapat melihat dirinya sendiri berjalan ke arahnya. Tidak, itu Jay. Jay tampak tenang, sama sekali tidak bersuara. Ia menatap Jerga dengan mata tajamnya. Menyeringai lebar ketika melihat wajah Jerga yang menatapnya tak percaya.

"Surprised, Jerga?"

Jerga membuka mulutnya, hendak membalas perkataan Jay. Tapi ia lebih dulu berbicara.

"Apa yang lo lakuin ke Jevano, iya kan? lo mau nanya gitu kan, Jerga?"

Jerga menatap Jay nyalang. Bahkan Jay bisa mengetahui apa yang akan ia katakan.

"Kalo lo penasaran kenapa gue bisa tau, kita ini satu Jerga. Bukan dua orang dengan tubuh berbeda, kita satu. Lo bisa tau apa yang gue pikirin, dan gue bisa tau apa yang lo pikirin. It's that simple Jerga, but poorly you're just a stupid brat who can't even think."

Jerga mengeraskan rahangnya. Mengepalkan tangannya kuat hingga buku buku jarinya memutih.

"Stop ambil alih tubuh gue." Ucap Jerga penuh penekanan.

Jay terdiam sebentar. Setelahnya tertawa keras. Benar benar tertawa hingga sedikit tersengal.

"Ternyata lo ada bakat buat jadi pelawak ya? So here's the point, kita punya satu tubuh, tapi dengan pikiran yang beda. Gue ada kuasa buat ambil alih tubuh ini, dan begitupula lo. Lo harusnya punya lebih banyak hak, Jerga. Tapi lo terlalu bego. Dan gue prihatin"

Jay melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arah Jerga. Jerga mencoba menjauhkan badannya dari Jay. Tapi ia dengan cepat terpojok. Seakan ada dinding transparan yang menghalangi punggungnya untuk terus mundur.

"Jevano punya kita, Jerga. Our's. Jadi daripada lo terus ngelawan gue, kenapa kita ga kerja sama aja? Make Jevano fully ours. It's that simple. Look, Jevano itu terlalu dekat sama Marko, lo ga takut? Jevano jatuh hati sama Marko, dan ninggalin lo gitu aja?—"

Jay memotong ucapannya. Mencengkram bahu Jerga kuat dan menatapnya penuh tuntutan. Mata terbuka lebar dengan saringan seram.

"Lo bakal jatuh ke jurang yang dalam without Jevano kan, Jerga?" Jay berkata dengan suara bariton nya.

Jerga langsung memalingkan wajahnya. Darahnya seakan mendidih saat melihat wajah dingin tak berperasaan milik Jay.

"Shut up."

Jerga menggertakan gigi gerahamnya. Geram dengan wajah Jay yang menatapnya dengan raut mata prihatin tetapi mulut tersenyum lebar.

Jay menjauhkan wajahnya. Kemudian tersenyum manis. Jerga kembali mengepalkan tangannya. Wajah itu, Jay benar benar manipulatif. Dan ia masih tidak mengerti kenapa ia bisa berinteraksi dengan Jay saat ini.

"Keras kepala. Lo orang paling keras kepala yang gue tau Jerga. Sekarang tubuh ini bakal bangun.."

Jay memotong ucapannya, menoleh ke arah cahaya yang semakin membesar di ujung sana.

"Yang bisa mencapai cahaya itu lebih dulu—"

Jerga tidak bodoh. Ia tau apa maksud cahaya itu. Yang lebih bisa mencapai cahaya itu lebih dulu akan mendapatkan kendali atas tubuh nya. Ia dengan cepat menarik Jay hingga ia tersungkur dan berlari ke arah cahaya itu.

Jay menatap Jerga tak percaya. Berani beraninya dia. Ia langsung beranjak dari posisinya dan berlari mengejar Jerga yang sudah ada di depannya.

Jerga tidak mempedulikan seruan marah Jay, ia tetap berlari. Tapi seperti yang ia tau sendiri, energi Jay selalu tidak masuk akal. Dengan cepat Jay menyusulnya. Sekarang keduanya benar benar seimbang, berusaha mencapai cahaya itu lebih dulu.

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang