Toxic - 11.

16.4K 1.9K 137
                                    

Sisa kekacauan di ruang rawat Jevano hanya diketahui oleh dokter yang memasuki ruangan itu untuk memeriksa keadaan Jevano secara berkala. Dokter muda itu membelakan matanya terkejut melihat Jevano yang berdiri dengan tangan terkepal menahan emosi bersama Jay yang sudah terkapar dan Jorgav yang terduduk sambil mengatur nafasnya.

Masalah kamar yang berantakan mungkin bisa dirahasiakan. Tetapi tidak dengan luka memar di wajah Jay dan Jorgav. Satya merasa jantungnya hampir copot ketika melihat wajah babak belur kedua anaknya.

"Jorgav, bisa jelaskan ke ayah?"

Jam menunjukkan pukul 10 malam. Baik Jorgav maupun Jay sudah di obati. Tetapi Jay belum kunjung sadar. Jorgav menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung ingin menjelaskan darimana.

Satya hanya menghela nafasnya berat. Mempunyai dua anak dengan kepribadian gandanya masing masing membuat Satya cukup frustasi.

"Itu—"

"Tidak usah dijawab."

Jorgav mengangkat kedua bahunya ketika sang ayah memotong ucapannya dan memilih untuk mendekati Jevano yang sedang terduduk di sofa.

"Jevano?"

Jevano mendongak menatap Satya. Mengernyitkan dahinya ketika Satya justru tersenyum dan mengusak rambutnya pelan.

"Bagus, lain kali pukul anak saya lagi kalau Jay memunculkan dirinya ya?"

Jevano hanya tersenyum simpul setelahnya. Mungkin Jay memang harus di pukul agar tidak memunculkan dirinya lagi.

***

Tapi pagi berikutnya sama sekali tidak mudah. Bukan Jerga yang terbangun, Jay masih memegang kendali atas tubuh Jerga. Membuat Satya hampir tersedak air liurnya sendiri.

Jay menatap Satya dengan pandangan tidak peduli. Atensinya beralih pada Jevano yang masih tertidur pulas di sofa. Dia melepaskan jarum infus yang ada di pergelangan tangannya, tidak ada gerakan yang terburu buru darinya. Ia melepaskan jatum infus dengan tenang dan berjalan menuju Jevano yang sedang tertidur.

Satya dengan cepat menghalangi langkah Jay yang hendak maju lebih dekat dengan Jevano. Jay menatap Satya datar tidak mengeluarkan satu patah kata pun. Ia mengalihkan pandangannya menuju Jevano. Melihat bagaimana ia tertidur di sofa.

"Minggir, gue mau liat Jevano."

Satya tercekat. Ini berbeda dengan Jay yang selalu tidak sabaran dan menjadi begitu agresif jika menyangkut Jevano.

"Saya tidak akan menyingkir jika kamu ingin melukai Jevano."

Jay berdecak kesal. Orang tua ini menguji kesabarannya.

"Gue ga akan nyakitin Jevano, setidaknya sekarang. Jadi gue harap lo minggir pak tua."

Satya terdiam melihat tatapan datar dari jay yang memaksanya untuk menyingkir. Satya memutuskan untuk menyingkir beberapa langkah, setia mengawasi gerak gerik Jay yang mungkin saja akan melukai Jevano.

Jay berjongkok di dekat sofa yang Jevano gunakan untuk tidur. Menatap wajah Jevano lamat lamat. Tangannya bergerak pelan menuju wajah Jevano. Membuat Satya berseru tertahan melihatnya.

Tapi Jay sama sekali tidak melakukan hal yang menyakiti Jevano. Ia menyingkirkan rambut Jevano yang terjatuh menutupi matanya. Satya sedikit tertegun dengan perlakuan Jay. Ini berbanding terbalik dengan Jay yang ia lihat di resort Chandra saat itu.

Jay mendongak menatap Satya. Masih setia dengan raut wajah datarnya. Tapi kemudian menghembuskan nafasnya. Ia mengusap pipi Jevano perlahan. Menepuknya, mencoba untuk membangunkan Jevano.

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang