What If ( special chapter )

14.6K 1.6K 110
                                    

What if, Jayden itu lebih islami, dibandingkan psikopat? Jadi chapter kali ini ga ada hubungannya baik dengan chapter sebelumnya atau chapter selanjutnya. Enjoy the special chapter fellas!

***

Pukul 21:30. Jevano menginjak puntung rokoknya yang sudah tersisa pendek. Ia menatap tajam ke arah anggota gengnya yang terlihat babak belur. Ia beranjak berdiri, memasukan kedua tangannya pada saku celana. Suhu udara dingin di malam hari di tambah dengan suasana mencekam dari kemarahan sang kapten semakin menambah kesan menegangkan.

"Jujur ke gue, siapa yang mulai?" Ucapnya datar. Tetap menatap anggotanya satu persatu.

Hening. Tidak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaan Jevano. Membuat pemuda itu mengeraskan rahangnya tersulut emosi.

"Gue masih nanya baik baik, kalo gak ada yang jawab, gue yang bakal hajar kalian satu satu"

Yudhist yang berdiri di samping salah satu anggota yang bersimpuh meliriknya.

"Jawab aja dari pada lo makin babak belur"

Salah satu dari mereka mengangkat kepalanya takut. Bertatapan langsung dengan tatapan tajam Jevano membuat nyalinya menjadi ciut seketika.

"Sekolah sebelah duluan, bang. Kita lagi makan mie ayamnya pak Tarno, tiba tiba mereka ngehajar kita, nanyain abang dimana. Kita ga kasih tau karena takut abang di apa apain, jadi gue sama yang lain mending baku hantam aja, bang."

Jevano melirik ke arah Henry. Yang dilirik menghela nafasnya, "Aditama, mereka yang nyerang."

Jevano mengangguk mendengar jawaban Henry. Mereka sudah dibiarkan terlalu lama. Jevano juga sudah terlalu lama tidak aktif untuk memantau anggotanya. Ini saatnya bergerak. Jevano menatap anak buahnya yang bersimpuh di depannya. Menyuruh mereka untuk segera bangun.

"Lain kali, kasih tau aja. Gue ga bakal luka kalo sama kroco kroco itu. Mereka ada dimana?"

"Masih di basecamp nya bang"

Jevano mengangguk. Mengode anggotanya untuk segera pulang. Mereka hanya bisa menunduk takut takut. Jevano berbalik ke arah Yudhist dan Henry, menepuk pundak keduanya.

"Cabut, sekarang"

Henry menatap Jevano ragu, "Lo yakin sekarang?" Jevano mengangguk sebagai jawaban. Ia merogoh sakunya, mengeluarkan kunci motor R1 nya yang terparkir gagah di dekat sana.

Tanpa pikir panjang ia menaiki motornya. Menarik gas motor hingga suaranya memekakan telinga. Motor itu dengan cepat membelah jalanan sepi. Menyisakan hening di sana.

Yudhist ikut menaiki motornya bersamaan dengan Henry.

"Kalian balik kaya perintah Jevano tadi. Malem ini harus balik, jangan bikin orang tua kalian khawatir. Malem."

***

Jerga meremas jari jemarinya cemas. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tetapi Jevano tak kunjung pulang ataupun memberinya kabar.

Dimas sudah menghubunginya berkali kali, tetapi Jerga juga tidak mengetahui ada dimana Jevano sekarang. Ia mengigit bibirnya sendiri hingga dapat dirasakan rasa anyir darah di lidahnya.

Ia menghela nafasnya. Memutuskan untuk menunggu Jevano memberinya kabar. Setengah jam hingga waktu menunjukan setengah dua belas sebelum tengah malam.

Suara bel mengejutkan Jerga yang hendak mengambil minuman. Ia sontak bergegas membuka pintu apartmen nya dan mendapati Jevano disana dengan banyak luka lebam baik di wajah atau di tubuhnya. Seragam putih abunya sudah terlihat lusuh dengan bercak darah dimana mana.

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang