Toxic - 21.

12.9K 1.4K 170
                                    

Jevano menyandarkan tubuhnya pada Jerga yang duduk di belakangnya. Tangannya bergerak menggenggam jari jemari Jerga yang terasa dingin karean hawa pantai di malam hari. Keduanya sedang menikmati angin sepoi sepoi yang menerpa wajah di sebuah bungalo di dekat pesisir pantai.

"Jerga?"

Jerga berdeham merespon panggilan dari Jevano, ia sibuk menciumi pucuk kepala Jevano yang sedang berada di pangkuannya itu.

"Jerga.. kamu takut sama Jay, ga?"

Jerga terdiam sebentar. Bingung ingin merespon apa. Kenapa Jevano tiba tiba bertanya perihal Jay? Jerga hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Iya aku takut. Aku takut setiap kali dia muncul dia bakal lukain kamu, walau emang udah kejadian. Aku gabisa liat kamu luka, rasanya lebih baik aku aja yang luka dari pada kamu."

Jerga menahan nafasnya. Memotong kalimat yang akan ia lanjutkan. Sementara Jevano mendongak menatap wajah Jerga yang sedang melihat lurus ke arah pantai. Menunggu Jerga untuk melanjutkan kalimatnya.

"Tapi, ini semua dari awal emang salah aku yang gabisa lupain trauma aku sendiri. Aku yang bikin Jay bisa semakin kuat dan semakin ganas karena aku ga berani buat ngelawan traumaku sendiri. Aku minta maaf." Jerga menunduk dengan senyum kecilnya. Menatap Jevano.

Jevano sontak menggeleng cepat mendengar ucapan Jerga. Ia menatap Jerga serius.

"No, Jerga. Jangan minta maaf, kamu ga salah. Ngelawan trauma kamu sendiri itu susah. Aku tau. Aku ga suka kalo kamu minta maaf sama hal yang bukan kesalahan kamu."

Jerga tertawa kecil. Ia mengecup dahi Jevano gemas.

"Oke oke, easy. Kamu laper ga?"

Jevano mengangguk. Ia lapar. Sangat lapar. Sesampainya disini mereka langsung bermain air hingga sore menjelang malam. Di pantai yang sama seperti saat Jerga dan Jevano berdua di pantai ini untuk pertama kalinya.

"Mau makan sekarang ga? Kayanya mereka udah pada selesai bakar bakar tuh"

Jerga menolehkan kepalanya ke belakang. Melihat Haikal, Yesha, Yudhist, Henry, Jorgav, Dimas dan Lexy yang sedang asik memanggang barbeque dan jagung bakar. Bahkan Chandra ikut serta ke dalam piknik itu. Terlihat sangat ricuh setelah Yesha tersandung gundukan pasir dan membuat jagung yang sudah di cuci bersih berlumuran pasir.

Jevano mengangguk semangat. Segera berdiri dari pangkuan Jerga, menarik tangannya untuk bergabung dengan rombongan mereka.

"Kak Dimas!"

Jevano berseru memanggil kakak nya itu. Membuat Dimas langsung menoleh dan menaruh jagung yang sedang ia bakar.

"Kenapa, dek?"

Jevano mendekati Dimas. Melongokan kepalanh melihat jagung yang sudah matang. Sontak, ia langsung tersenyum lebar.

"Aku mau jagungnya, boleh?"

Dimas mengangguk dengan senyum nya.

"Iya dong boleh. Ambil aja sesuka kamu."

Yesha membawa nampan berisi daging barbeque yang sudah selesai di bakar oleh Chandra. Berhubungan dengan pantai yang mereka kunjungi dekat dengan resort miliknya.

"Hi kaum dhuafa makan dulu yuk! Gue tau kalian laper!"

Yesha terkikik setelah mendapat pelototan dari Haikal yang mendorong kursi roda Lexy mendekat ke arah dimana mereka semua berkumpul.

"Mulut lo!"

"Sorry"

Yesha mengangkat kedua jarinya membentuk tanda peace yang bermaksud damai. Jorgav tersenyum kecil melihat suasana hangat yang ada di depannya. Sudah lama sejak ia bekerja di dunia gelap tanpa emosi, merenggut nyawa seseorang dan menjual berbagai macam obat obatan. Kini ia bisa tersenyum tulus untuk pertama kalinya.

Jerga yang menyadari Jorgav tersenyum langsung menyikut pinggang laki laki itu. Membuat Jorgav langsung mengaduh.

"Senyum mulu nanti kaku tuh muka"

Jorgav hanya terkekeh pelan sebagai respon atas ucapan Adiknya. Tangannya bergerak terulur untuk mengusak rambut tebal Jerga. Membuat sang empu hanya bisa merengek karena rambutnya berantakan.

"Jangan terlalu terpaku sama masa lalu lo ya, dek? Lawan. Lo gamau Jayden muncul lagi, kan?"

Jerga terdiam. Bukan karena konteks dari ucapan Jorgav. Tapi karena Jorgav yang memanggil dirinya seperti kakak beradik pada umumnya. Akhirnya ia hanya bisa mengangguk pelan.

"Iya. Gue gamau Jayden muncul lagi, kak."

Jorgav tersenyum lebar mendengar jawaban Jerga. Kembali mengusak rambut adiknya dan dihadiahi bogeman pada pundaknya.

Jevano yang melihat interaksi kakak beradik itu langsung tertawa gemas. Jerga yang selalu menunjukan sisi dominannya pada Jevano kini bertingkah manis pada kakaknya.

Ia melirik Dimas yang sedang membakar daging barbeque di panggangan yang di sediakan. Tangannya bergerak cekatan. Jevano tersenyum kecil. Ia beruntung memiliki Dimas yang selalu menjaganya sejak kecil.

"Kenapa, dek?" Dimas bertanya sambil mengernyitkan alisnya. Bingung.

Jevano hanya menggeleng pelan senagai jawaban.

"Gapapa, kak."

***

Chandra menyesap kopinya. Menatap lurus ke arah dimana Jerga dan Jevano terlihat bersenda gurau sambil mendudukan diri mereka di pasir halus pantai bersama teman temannya. Tanpa sadar ia tersenyum melihat bagaimana perubahan Jerga yang terlihat lebih ceria setelah bertemu dengan Jevano.

Masalah yang tersisa saat ini adalah, bagaimana cara Jerga melawan rasa traumanya sendiri. Akan sulit jika mengingat Jerga yang baru bisa melawan rasa traumanya sendiri jika Jay muncul. Dengan kata lain, itu akan berbahaya dan mempertaruhkan banyak hal.

Chandra menghela nafasnya. Entah kenapa akhir akhir ini ia merasa tidak tenang. Bahkan saat ini ia merasa sedang di amati. Instingnya sebagai tentara khusus bekerja begitu saja. Ia melirik ke arah bungalo bungalo yang berjejer di tepi pantai. Suasana pantai terlihat ramai. Tapi tetap saja ia bisa merasakan ada yang mengawasi dirinya. Atau lebih tepatnya mengawasi mereka semua.

Tidak butuh waktu lama bagi chandra untuk menemukan siapa yang mengawasi mereka. Seseorang dengan tubuh tinggi. Tidak, ada lebih dari satu orang. Mereka mengawasi mereka sembari berbaur dengan pengunjung pantai lainnya. Chandra berdiri dari posisi duduknya. Menghampiri Jorgav dan menepuk pundaknya.

"Jorgav," Panggilnya.

Jorgav yang sedang sibuk membakar jagung yang ada di tangannya langsung menoleh ke arah Chandra sambil mengernyitkan alisnya.

"Kenapa, om?"

"Penguntit."

Jorgav menatap Chandra tajam. Pamannya itu tidak mungkin bercanda. Ia segera mengedarkan pandangannya. Mencari penguntit yang dimaksud oleh sang paman. Sesaat netra nya bersibobrok dengan netra seseorang yang juga sedang menatap dirinya. Orang asing itu buru buru mengalihkan pandangannya dan berjalan pergi.

"Berapa orang?"

"Lebih dari tiga orang"

Jorgav mendengus kasar. Ia bisa dengan cepat mengetahui ada yang tidak beres. Siapa mereka dan apa tujuannya? Apalagi, liburan kali ini benar benar private. Ia bahkan mencegah teman teman Jerga dan Jevano serta Lexy untuk tidak memberitahu siapapun tentang liburan mereka.

"Aku bakal awasin, om bisa percayain ini ke aku."

***


Sementara itu, laki laki dengan pakaian serba hitamnya itu terkekeh pelan sambil mengusap foto usang yang ada di tangannya.

"Jerga.. selama ini kau kesusahan bukan dengan adanya Jayden?"

Ia menyeringai lebar. Dengan pupil mata yang bergetar.

"Saya pastikan kamu akan mati dan melepas semua penderitaan mu karena si keparat itu. Malam ini."

Ia menyimpan foto usang itu kedalam sakunya dan mengode rekannya untuk segera bergerak. Malam ini akan terjadi pesta kembang api yang meriah.

***

Udah mau end nih, kalian tim sad end atau happy end nih?

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang