Toxic - 18.

13.2K 1.7K 203
                                    

Jerga mengusap wajahnya kasar. Jevano mengalami sedikit trauma, terlebih lagi itu ditujukan pada dirinya sendiri.

"Jerga?"

Jerga mendongak dengan mata sembabnya. Mendapati Chandra sedang berdiri di hadapannya.

"Jangan nangis terus, nanti mata kamu bisa sakit"

Jerga tertawa masam. Mengusap matanya yang kembali mengeluarkan air. Chandra mendudukan dirinya di samping Jerga. Mengelus pundak keponakannya itu.

"Jevano hanya sedikit trauma, jika kamu bisa memperlakukan dia sebaik mungkin, dia akan—"

"Dia ga akan bisa liat aku dengan normal lagi om.. walaupun iya dia sembuh dia pasti bakal hidup di bawah bayang bayang Jayden.. aku—"

Jerga berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dadanya naik turun, mencoba mengatur nafas. Tubuhnya bergetar dan air matanya kembali membasahi pipi.

Chandra kembali mengusap punggung keponakannya itu. Menenangkannya. Ini sulit. Suara pintu di buka membuat Jerga mendongak dan langsung berdiri saat melihat Satya dan Dokter yang memeriksa Jevano juga keluar dari ruangan tersebut.

"Jevano? Jevano gimana?"

Dokter itu menggeleng. Satya menghela nafasnya. Membuat Jerga semakin berpikiran yang tidak tidak.

"Setelah di periksa ternyata trauma yang di alami pasien cukup berat, tapi saya tidak akan tau separah apa trauma pasien. Mungkin saudara Jerga berkenan untuk masuk sebentar?"

Jerga dengan cepat mengangguk. Sedaritadi ia disarankan untuk menunggu diluar. Sekarang ia di perbolehkan untuk masuk meski hanya sebentar.

Jerga memasuki ruangan itu gugup. Pandangannya bertemu dengan tatapan kosong Jevano. Wajah itu langsung memucat. Jevano dengan cepat memeluk Dimas yang berdiri di sebelah ranjangnya. Badannya bergetar hebat.

"Aku minta maaf—"

"Ssshhh kamu ga perlu minta maaf. Gaada yang perlu kamu minta maaf in" Dimas mengusap rambut Jevano lembut. Menenangkannya.

"T— tapi Jay? Jay bakal marah kak!" Dengan suara seraknya Jevano semakin mengeratkan pelukannya di badan Dimas.

Jerga tersenyum kecut. Hanya bertatapan saja mampu membuat Jevano menangis. Ia sudah tidak memiliki harapan lagi.

Dimas menatap Jerga yang menunduk. Menghela nafasnya ia meraih wajah Jevano. Menangkup pipi basah itu.

"Jevano, dengerin kakak. Gaada Jay, okay? Jay udah gaada, sekarang cuma ada Jerga"

Jevano menggeleng ribut. Menyangkal ucapan Dimas. Ia mencengkram pergelangan tangan Dimas dengan bergetar.

"Enggak! Kak Dimas bohong! Jay ada disana, dia bisa bikin kakak luka!"

Dimas menatap Jevano sendu. Apa adiknya setakut ini? Sebenernya apa yang bajingan itu lakukan?

"Kak, that's okay. Aku keluar aja. Maaf Jevano, it's all my fault, but i still love you. Maaf."

Jerga berucap lirih. Keluar dari ruangan itu dengan langkah gontai. Ia menutup pintu ruangan itu perlahan. Menyisakan Jevano yang masih terisak di sana. Ia tidak suka melihat Jevano yang menatapnya takut.

Ia mendongak, mendapati Haikal dan Yesha disana. Ia cepat cepat mengusap wajahnya menghilangkan jejak air mata.

"Gapapa Jer, sekali kali nangis itu gapapa"

Jerga tersenyum simpul. Masih menunduk. Tidak berani menatap kedua temannya.

"Maaf karena gue—"

"Bukan salah lo, itu karena kepribadian ganda jelek lo itu"

TOXIC. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang