karna gue lagi niat, akhirnya gue update lagi hari ini. okey, happy reading!
Shania terbangun dari tidurnya dengan sambutan keperihan di punggungnya yang semakin menjadi-jadi. Padahal minggu lalu dirinya sudah mengelap darah yang masih mengalir di punggungnya, namun ternyata sia-sia. Shania bahkan sampai berteriak sekaligus menangis saat mandi kemarin. Punggungnya sangat perih saat terkena air.
Shania bergegas mencuci mukanya. Lalu, saat kembali, dirinya baru sadar kalau sudah ada beberapa koper di kamarnya. Dua koper besar dan satu tas ransel tersimpan dengan rapih di samping lemari pakaiannya.
Shania heran, lalu dia membuka lemari pakaiannya. Kosong. Tidak ada lagi baju yang tersisa di dalamnya. Shania bergegas keluar dan turun ke bawah menuju meja makan. Terlihatlah Calvin dan Papanya yang sudah rapih dan siap untuk memulai aktivitasnya.
Mengingat kejadian minggu lalu, Shania tidak berani menatap Papanya. Dirinya mengambil sepotong roti dan duduk agak menjauh dari Papanya.
"Papa sudah belikan kamu tiket pesawat ke Surabaya. Barang-barang kamu sudah dibereskan semuanya, pesawat kamu terbang jam tiga sore. Nanti, di sana kamu akan tinggal di rumah Tantemu, kamu masih ingat dengan Tante Fero, 'kan?
"Lalu, kamu akan sekolah di SMA Mutiara Bangsa, sekolah swasta yang terbiasa menangani siswi seperti kamu. Kamu tidak boleh kembali ke Jakarta sebelum kamu lulus. Papa mungkin tidak akan menjengukmu ke sana. Papa sibuk," jelas Papanya tanpa menatap Shania. Shania hanya mengangguk dengan pasrah
Tanpa berkata apa-apa lagi, Papanya langsung mengambil jasnya yang tergantung di kursi makannya dan bergegas pergi. Shania melihat kepergian Papanya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.
"Gue udah ngebujuk Papa biar gue bisa ikut sama lo. Tapi, Papa ga ngebolehin gue," ujar Calvin sembari meminum susu putihnya
Shania memutarkan kedua bola matanya. "Gue ga berharap lo nemenin gue di sana, kok."
Shania meminum susu putihnya dengan cepat lalu bergegas menuju kamarnya. Dia mengirimkan pesan kepada Rafel, Nadheeva, Andri, Bayu, dan Fian. Isi pesannya sama.
Starbucks kokas jam satu siang. Hari ini. usahain semuanya ikut, gue mau ngejelasin sesuatu.
—-
"Jadi, intinya Ravenska nyogok Om lo biar lo di DO?" tanya Rafel dengan tidak percaya. Terlihat sekali dinada suara cowok itu, kalau dia sedang marah.
Shania hanya menganggukan kepalanya sembari kembali meminum minuman kesukaannya, vanilla late. Baru saja dia menjelaskan semuanya kepada kelima sahabatnya. Shania hanya diam saja melihat reaksi teman-temannya yang sepertinya ingin membunuh Ravenska saat itu juga. Dia tidak heran melihat reaksi sahabat-sahabatnya, karna dirinya pun ingin melakukan apa yang ingin sahabat-sahabatnya lakukan kepada Ravenska. Membunuh gadis itu.
"Okelah kalau dia mau jadi primadona angkatan, cuman, caranya kan ga pake nge DO lo juga, Shan!" ujar Nadheeva sembari memberenggut sebal
Shania menghela napasnya. "Yaudah lah. Mungkin ini emang jalannya. Mungkin, gue emang udah gapantes lagi sekolah di sini."
"Lo beneran Shania? Demi apa? Kayaknya, Shania yang selama ini gue kenal, gabisa maafin orang dengan gampang dan cepat," Ucap Bayu sembari tersenyum jail kearah Shania
"Apaan sih lo, Bay. Gue udah mencoba merelakan kalau gue di DO, tapi lo malah mancing gue biar dateng ke sekolah buat nyakar si Ravenska!"
"Eh, iya deh, gajadi. Nanti semua murid dapet pertunjukkan duel macan betina secara gratis!" Bayu tertawa melihat ekspresi Shania yang ingin meninjunya saat itu juga
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Mask
Teen FictionHidup Shania sudah hancur. Berawal dari kematian Ibunya, Papanya yang tidak berharap dia dilahirkan di muka bumi, hingga dibenci oleh Adiknya sendiri, Calvin. Shania yang hilang arah, akhirnya berubah menjadi bad girl. Menutup kenangan yang bisa mel...