bonus chapter

4.4K 184 15
                                    

ga tega juga gue ngebuat verandering endingnya ngegantung macem jemuran gitu:( yaudah deh, karna gue baik, gue buat bonus chapternya. semoga mengobati perasaan ga terima kalian ya. HAHAHA. 

p.s.: bucket bunga Shania gambarnya ada di mulmed



Shania menyenderkan punggungnya ke kursi yang berada di ruangan pribadinya. Hari ini, sudah lebih dari 10 orang pasien yang membuat janji kepadanya untuk bertemu. Dan, Shania sudah selesai men-check up semua pasiennya.

iPhonenya tiba-tiba berdering, membuat Shania yang kala itu sedang memjijat pelan kedua pelipisnya menjadi terheran-heran. Dalam hati, dia sudah berdo'a agar itu bukan telfon dari para pasiennya.

Do'anya terkabul. Nama yang tertera di layar kaca iPhonenya adalah nama yang seketika bisa membuat berjuta-juta kembang api meledak di hatinya.

"Ada apa?" sapa Shania sembari tersenyum

"Aku lagi di jalan menuju rumah sakit. Kamu masih di sana, 'kan? Kita makan hari ini. Bagaimana?" ujar Rafel di sebrang sana

"Boleh. Aku lagi penat sama urusan di rumah sakit. Untung aja semuanya berhasil aku tangani."

"Honey, are you okay?" tanya Rafel

Shania tersenyum. "Aku gapapa. Langsung semangat setelah mendengar ajakan makan malammu yang gabisa aku tolak."

Terdengar diujung sana, Rafel tertawa kecil. "Yaudah. Aku ga bisa fokus nyetir kalau kamu terus-menerus godain aku. Aku tutup telfonnya, ya?"

"Oke."

Sambungan langsung diputus oleh Rafel. Shania hanya bisa tersenyum, sembari kembali menerawang tentang kejadian yang dia alami 2 tahun terakhir.

Semenjak pesta pernikahan Rachel dua tahun lalu, Rafel seakan tidak pernah melepas Shania. Kedua orang itu selalu meluangkan waktu bersama, walaupun hanya membaca buku bersama di café, atau mendengarkan keluh kesah Shania tentang para pasien yang kadang menyebalkan.

Rafel sendiri memang sudah berjanji, kalau dirinya bertemu dengan Shania lagi, dia tidak akan melepas Shania. Sudah cukup dia kehilangan Shania waktu masih SMA, dan sudah cukup pula dirinya harus kembali dilanda perasaan kecewa saat tidak bisa bertemu dengan Shania waktu ke Surabaya tempo lalu.

Selama satu tahun penuh, Rafel gencar mengejar Shania. Dari mulai sering datang ke tempat praktek Shania hanya sekedar untuk menanyakan keadaan gadis itu, lalu rela menjadi supir saat Shania harus membeli buku tentang jantung yang berada di salah satu toko buku di Jakarta, sampai rela Shania jadikan tempat mencurahkan keluh kesahnya.

Rafel sendiri sudah bekerja di perusahaan perminyakan, dan memegang jabatan sebagai direktur. Jabatan Rafel langsung melompat tinggi karna kinerjanya yang bagus, otaknya yang encer, dan jasa Papanya sendiri yang juga mengabdi pada perusahaan itu.

Sudah empat tahun lamanya Rafel habiskan waktunya untuk kuliah di Australia. Waktu yang tidak singkat. Waktu yang memakan energy Rafel, dan juga membuat cowok itu uring-uringan karna tidak juga mendapat kabar dari Shania.

Sudah cukup empat tahun keduanya tersesat di jalan mereka masing-masing. Sekarang, keduanya sudah menjadi sepasang kekasih selama kurang lebih enam bulan. Rafel benar-benar serius dengan pernyataannya yang tidak mau melepas Shania lagi.

Selang lima belas menit kemudian, Shania mendapat panggilan dari seorang asistennya kalau Rafel sudah menunggu di luar. Shania hanya mengangguk menjawab pernyataan suster itu.

Untung saja, hari ini dirinya memakai dress berwarna biru dongker yang jatuh tepat diatas lutut. Lengan bajunya juga mencapai sikutnya. Jadi, kalau nanti Shania melepas jas putihnya, dia tidak perlu merasakan kedinginan. Apalagi, kostumnya tidak benar-benar santai namun tidak terlalu formal. Sangat cocok untuk makan malam dengan Rafel hari ini.

Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang