permusuhan abadi

2.7K 150 6
                                    

part ini sengaja gue buat dengan kesan mengagetkan kalian.

'lah, Revan sama Devha musuhan?!'

sebenernya, udah gue kasih sedikit penjelasan di part-part sebelumnya. inget kan pas Devha ngeliat Shania pulang bareng Revan? Devha langsung kayak gasuka gitu. pasti, bagi kalian yang peka, kalian tau diantara kedua cowok itu pasti ada suatu masalah. yaudah lah ya, baca aja. happy reading!



Sudah dua hari lamanya setelah kejadian Revan menyatakan cintanya kepada Shania secara tidak langsung. Dan, selama itu juga Rafel sangat rajin menelfon Shania. Revan yang sepertinya tau bukan dirinya yang Shania sayang, hanya bisa menerima kenyataan dan berusaha ikhlas ketika Shania selalu tersenyum melihat ponselnya berdering menandakan ada telefon yang masuk.

Jujur saja, Revan sangat senang ketika gadis itu tersenyum menatap iPhonenya dengan mata berbinar, namun seketika hatinya mencelos begitu mengetahui yang menelfon adalah seorang cowok yang ternyata Shania sukai. Hei, semua orang tau itu! Setiap istirahat, Shania langsung mengecheck iPhonenya, dan selalu tersenyum begitu ada telfon, dan langsung tersipu malu saat dia sedang bertukar suara dengan entah siapa itu.

Seperti sekarang, Shania sedang tersenyum malu sembari mendengarkan suara itu di iPhonenya.

"Lo tau? Gue baru nyadar kalau lo pinter ngegombal. 'lo harus sering-sering telfon gue.' kata-kata itu terus terngiang di otak gue. Semenjak lo ngomong kayak gitu, gue ga berhenti senyum. Itu artinya, lo masih punya hati buat gue 'kan, Shan?"

Shania menggigit bibir bawahnya sembari mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja. Harus bilang apa kalau sudah seperti ini? Masa dirinya harus jujur? Shania merutuki dirinya dalam hati. Apa yang ada dipikirannya pada saat itu, sampai-sampai kata-kata memalukan itu meluncur dari mulutnya?

"Shan? Lo masih di sana?"

Shania mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha sadar dari lamunannya. "Emang, lo belum tau jawaban dari pertanyaan lo? Bukannya udah gue kasih tau pas lo nembak gue?"

Orang di sebrang sana terkekeh. "Gue mau mendengarnya sekali lagi. Hanya untuk meyakinkan diri gue sendiri, kalau waktu itu gue ga salah denger. Dan, untuk memperkuat iman gue agar hati gue tetep buat lo. Lo tau? Ada murid baru super cantik di sini. Adik kelas lagi!"

Kontan, mata Shania melotot. "Don't you dare, Rafel!"

Rafel tertawa sangat kencang. Dirinya sudah yakin sekarang, kalau Shania beneran sayang kepadanya. Terbukti dengan nada dan ucapan yang barusan Shania lontarkan kepadanya. Nenek-nenek tua bangka pun tau, Shania sedang cemburu!

"Cewek gue galak banget, sih! Bingung gue, kenapa gue bisa sayang sama orang galak kayak elo!"

Shania tersenyum sumringah. Walaupun nada suara yang dilontarkan oleh Rafel sangat menyebalkan, Shania tetap tau cowok itu tidak main-main dengan perkataannya tadi.

Mungkin, satu ucapan cukup. Jadi, Shania menarik nafasnya dalam, dan meluncurkan satu kalimat yang selama ini sangat enggan di ucapkan oleh bibir mungil Shania. Jawaban atas kebingungan Rafel, dan jawaban atas hati Revan yang selalu dia gantung selama hampir seminggu. Dirinya sudah memilih, dan dia yakin, dia tidak akan menyesal.

"Gue juga sayang sama elo, Raf."

Selesai berkata seperti itu, kedua orang itu sama-sama terdiam. Rafel masih diam terpaku di tempatnya, masih mencerna perkataan Shania tadi. Ini tidak main-main, kan? Gadis itu membalas perasaannya? Ini keajaiban dunia! Rasanya, Rafel ingin berlari sekuat tenaga menuju Surabaya, dan memeluk Shania yang sudah jauh di sana.

Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang