O2; Luna Pov

762 133 12
                                    

Pagi ini, seperti pagi-pagi biasanya, Aku mendapat banyak kado dan hadiah dari orang-orang asing di loker lagi. Sebenarnya aku bersyukur mengetahui bahwa ada banyak orang yang menyukaiku, namun terkadang rasanya selalu aneh jika terus menerus mendapatkan sesuatu dari mereka seperti ini. Agak menganggu, tapi yah ... Mau bagaimana lagi.

“Wah ... Sepertinya sangat menyenangkan jadi orang cantik.” Cibir Jaerim di sebelahku ketika melihat ada begitu banyak hadiah setelah aku membuka loker. Aku menoleh sedikit ke arahnya kemudian menghela napas panjang. Tak tahu harus menjawab ucapannya bagaimana.

“Ah, ya! Aku sempat dengar beberapa siswi kelasmu bergosip, dua hari lalu ada laki-laki lagi yang mengutarakan perasaannya padamu, ya?” Tanya Jaerim membuka pembicaraan.

Aku melangkahkan kakiku hendak kembali ke kelas setelah mengambil beberapa buku paket pelajaran dari loker. Mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Jaerim, aku jadi teringat Choi Beomgyu. Ah ... Kuharap dia baik-baik saja dan tidak jadi membenciku karena kutolak kemarin.

“Iya, ada.” Jawabku malas. Jujur saja aku tidak terlalu suka membahas masalah itu. Bukan hanya masalah Choi Beomgyu kok, tapi semua laki-laki yang sudah kutolak, karena yah ... Rasanya sangat memalukan. Dan juga tidak nyaman saja.

Ngomong-ngomong soal kemarin, sial! Aku jadi teringat apa yang kukatakan untuk menolak Beomgyu. Apa-apaan aku malah mengatakan lebih suka bad boy daripada good boy? Ah, memang terkadang mulutku ini suka asal bicara. Entah darimana ide menolak dengan kata-kata seperti itu bisa muncul.

“Siapa dia? Siapa laki-laki ke tiga puluh dua yang sudah kau tolak?”

Aku sempat tertegun ketika mendengar pertanyaan Jaerim. “Kau menghitungnya?” Benar-benar perempuan ini. Aku saja tidak tahu sudah berapa jumlah laki-laki yang kutolak. Kenapa justru Jaerim mengetahuinya?

“Tentu saja. Cepat katakan kali ini siapa? Supaya aku bisa mengingatnya.” Jaerim tertawa senang.

“Choi Beomgyu? Dari kelas 3–3? Atau berapa aku lupa.” Jawabku.

“Choi Beomgyu—AH! Laki-laki berambut emo itu?” Tebak Jaerim sambil sedikit berteriak. Kubalas perkataannya hanya dengan anggukan kepala singkat.

“Wah ... Rupanya dia bisa jatuh cinta juga.” Gumam Jaerim sukses membuatku jadi bingung. Memangnya kenapa Beomgyu sampai-sampai ia dianggap tidak bisa jatuh cinta? Bukankah normal jika laki-laki jatuh cinta dengan seorang perempuan?

“Memangnya dia kenapa?” Aku jadi kebingungan sendiri.

Tampak tawa kecil keluar dari mulut Jaerim setelah melihat raut wajah bingungku. Aku tak tahu apa maksudnya tertawa begitu. Soalnya tawanya itu seakan-akan seperti sedang meledek. “Yah ... Hanya saja ... Memang kau tidak tahu kalau dia dijuluki siswa suram oleh teman-teman sekelasnya?” Jawab Jaerim.

Oh! Aku baru dengar soal itu.

“Siswa suram? Kenapa bisa?”

“Ya kau lihat saja sendiri! Rambutnya yang selalu menutupi wajah, terus dia suka menyendiri di kelas.”

“Hanya karena itu?”

“Hanya? Ya ampun ... Dia terlihat suram tahu. Ck! Apa ya bahasanya. Seperti tidak punya semangat hidup! Nah iya begitu.”

“Hah? Masa, sih? Tapi saat aku bertemu dengannya kemarin, rasanya tidak seburuk yang kau katakan.”

“Kalo itu sih—”

“Luna!!”

Pembicaraan antara aku dan Jaerim seketika terhenti ketika kami berdua mendengar suara seseorang memanggil namaku dari arah belakang. Segera kutolehkan kepala ke arah sumber suara tadi berasal. Saat aku menoleh, dapat kulihat seorang laki-laki dari arah berlawanan tengah berjalan menghampiri aku dan Jaerim.

Duality [Choi Beomgyu]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang