"Tugasnya dikumpulkan paling lambat besok sore via email," ujar Sagara menutup sesi kuliah siang ini.
"Iya pak!" Seru para mahasiswa dengan tidak kompak dan lemah. Mungkin udara siang yang panas membuat semangat mereka sudah menguap.
"Selamat siang," lanjut Sagara sebelum keluar kelas.
Lelaki itu melangkah di sepanjang koridor penghubung tiap kelas di gedung perkuliahan. Tidak lupa membalas sapaan para mahasiswa yang diajarnya.
Masih ada satu kelas nanti di jam setengah tiga sore nanti. Jadi sekarang ia bisa beristirahat sebentar di ruang dosen.
"Makan apa ya siang ini," gumam lelaki itu begitu masuk ke dalam ruangan.
"Pak Sagara, itu hape udah bunyi tiga kali," lapor Pak John yang mejanya tepat di samping milik Sagara.
Ia pun bergegas melihat siapa yang menghubungi. Jika sampai tiga kali mungkin itu sangat penting.
Ponsel kembali berdering. Di layarnya terdapat nama "Aya" tertera.
Secepat kilat ia menerima panggilan masuk itu. Ia bertanya-tanya, mengapa Kanaya menelponnya di siang hari begini ketika masih dalam jam kerja.
"Halo, Aya?"
Sagara terdiam begitu mendengar suara asing yang berada di ujung panggilan sana.
"Di mana?" Tanya lelaki itu. Ia merapikan beberapa barang yang berserakan di meja, dan memasukkannya ke dalam tas.
"Iya, saya kesana sekarang. Terima kasih," ucapnya sebelum memutus panggilan.
"Mau ke mana?" Tanya Pak John begitu melihat Sagara seperti hendak pergi.
"Tolong infoin ke mahasiswa gue, kalo siang ini kelas dibatalin. Ada urusan mendadak," pinta lelaki itu pada rekannya.
Sagara pun segera keluar ruang dosen dengan langkah tergesa. Ekspresi khawatir jelas terlihat di wajahnya.
Sambil berjalan cepat, ia memesan taksi online dan meminta sopirnya untuk datang secepat mungkin.
Tepat ketika ia keluar gedung, taksi pesanannya tiba.
"Agak cepat ya, Pak," pintanya.
Meski terlihat tenang, tapi keresahan jelas sekali menyelimuti hati Sagara. Ia juga berusaha menghubungi orang-orang untuk memberikan kabar.
Kurang dari setengah jam, taksi tiba di depan sebuah rumah sakit. Sagara pun berlari memasuki IGD dan mencari keberadaan Kanaya.
"Mas Sagara kan?" Tanya seorang gadis yang menghampirinya dekat pintu masuk.
"Kanaya mana?" Fokus lelaki itu hanyalah Kanaya.
"Di sini." Gadis itu meminta untuk mengikuti ke salah satu bilik dengan tirai tertutup rapat.
Begitu tirai dibuka, sosok Kanaya berbaring lemah di atas brankar.
"Aya!" Seru lelaki itu.
Kanaya memejamkan matanya. Ritme napas gadis itu tidak teratur. Ada ruam kemerahan muncul di sekitar wajah, leher, serta tangannya.
"Kok bisa gini?" Tanya Sagara pada satu-satunya gadis yang menemani Kanaya di rumah sakit.
"Jadi, tadi itu Mas Liam ke ruangan bawa sebukat besar bunga mawar. Terus, ngasih apple pie buatannya ke tim kita." Gadis itu bercerita.
"Terus bunganya nggak langsung disingkirin, dan Aya makan pie?" Tebak Sagara.
Kepala gadis itu mengangguk sebagai jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantis (Complete)
Romance"Percuma mau ngasih seribu tangkai bunga, atau sepuluh ribu angsa kertas, bahkan bangun candi sekalipun, Kanaya nggak akan tertarik!" -Sagara. "Mau pakai kode morse, jurus rayuan macan betina, bahkan bergaya seksi di depan Sagara, dia nggak akan nge...