28. Katanya Jalan Tengah

3.2K 359 43
                                    

Langit yang gelap perlahan memunculkan warna biru kala sinar mentari mulai mengintip di ufuk timur.

Nyanyian burung, serta sejuknya udara yang berhembus menjadi tanda untuk para manusia mulai menjalani aktivitasnya.

Seperti Sagara yang telah siap memulai harinya di pagi nan cerah ini. Namun, ia tidak menunjukkan semangat. Bukan karena ini hari Senin, tapi karena beban pikiran yang ia pikul.

Satu, dua, tiga langkah ia maju. Menjauhi pintu kamarnya yang tertutup rapat untuk mencapai tangga.

Perlahan lelaki itu menuruni tiap anak tangga menuju lantai satu rumahnya. Matanya memindai sekitar saat kaki menyentuh lantai bawah.

Seperti pagi biasanya, akan ada bunda di dapur. Beliau sibuk membuat sarapan. Sementara Sam, duduk di kursi makan sambil menyeruput susu coklat hangat kesukaannya.

"Sarapan dulu, Ga," kata bunda saat sadar akan kehadiran Sagara.

"Nanti aja di kampus, Bun. Aga pamit, assalamualaikum." Ia berkata pelan.

Lelaki itu memang sengaja menghindari bunda sebab tak ingin mendengar apa pun tentang hubungannya bersama Kanaya. Juga, ia tak mau mendengar keinginan bunda agar ia bersama Tari saja.

"Ini masih pagi loh." Bunda berusaha membuat Sagara tinggal barang sebentar.

"Ada kelas pagi," alasan Sagara.

Ia segera pergi, tak mengindahkan panggilan bunda.

Bukannya tidak sopan, Sagara hanya mau dirinya tenang terlebih dahulu. Ia tidak mau marah pada bunda, takut dosa. Namun, di sisi lain, ia juga tidak bisa dihadapkan untuk memilih antara bunda atau Kanaya.

Sagara mencintai keduanya. Ya, untuk bunda sedikit lebih banyak kadar cintanya, tapi Kanaya juga prioritasnya.

Di halaman rumah, Sagara menoleh ke kanan. Tepatnya ke arah rumah Kanaya.

Seperti pagi biasanya rumah itu juga memperlihatkan suasana sibuk.

Dua motor menyala mesinnya karena sedang dipanaskan. Satu mobil juga menyala mesinnya.

Tepat ketika Sagara membuka pagar rumahnya, sosok Kanaya keluar. Gadis itu bersiap untuk pergi kerja juga.

Jelas saja senyum Sagara merekah lebar. Jarang sekali ia dan Kanaya bisa berangkat kerja bersamaan di pagi hari.

"Ay," panggil Sagara.

Kanaya tersenyum kecil, menyusul Sagara keluar rumah. Gadis itu melingkarkan lengannya ke lengan Sagara.

"Aga, let's do something challenging," ajak Kanaya.

"Apa?"

"Bolos kerja."

Seorang Kanaya bolos kerja adalah hal yang membuat Sagara heran. Gadis itu tipe orang patuh aturan, tapi hari ini tidak begitu.

"Tapi gue harus ngasih kuis ke mahasiswa di kampus," kata Sagara.

"Titip dosen lain gitu. Atau kalau ada asdos malah lebih oke," tanggap Kanaya. "Sekali aja kita bolos." Pintanya.

Mata bulat dengan sorot berbinar yang ditunjukkan Kanaya jelas saja membuat lelaki itu kalah. Ia lemah jika sang gadis mengeluarkan jurus memohonnya.

"Oke."

Pada akhirnya, Sagara pasti menuruti Kanaya. Lagipula hanya kuis. Anak-anak cuma menjawab soal saja dan siapa pun bisa mengawasi mereka.

"Mau ke pantai atau..." Kanaya berpikir tujuan mereka setelah ini.

"Kita keliling kota aja, Gimana?" Tawar Sagara.

Anti Romantis (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang