Kanaya keluar kamar dengan mengenakan kacamata hitam di pagi ini. Gadis itu segera duduk di meja makan dan mengambil selembar roti tawar untuk dimakan.
Tidak peduli aroma harum kopi yang mama seduhkan, gadis itu langsung beranjak tanpa meninggalkan sepatah kata.
Ajun dan Naresh yang melihatnya jelas bertanya-tanya. Namun, mereka tidak berani bersuara. Takut kalau-kalau keceplosan, apalagi Kanaya sudah mengultimatum mereka dan memberikan sogokan berupa tambahan uang saku selama dua bulan.
"Mau kemana, Aya?" Tanya mama.
Ini hari Minggu. Aya juga libur, tapi gadis itu tampak memakai seragam kantor.
"Kantor. Ada yang harus Aya urus."
Gadis itu berbohong. Ia hanya ingin menghindar dari beragam pertanyaan di keluarga perihal mata sembab dan suara sengaunya.
Kening mama mengerut, "kamu pilek?"
"Iya sedikit, tapi udah minum obat." Alasan Kanaya bisa diterima. Mama tidak bisa melarang karena putrinya itu juga tampak baik-baik saja.
"Jalan dulu, Ma. Assalamualaikum."
Kanaya dengan segera keluar rumah. Ia sama sekali tidak menengok ke arah rumah Sagara. Ia tidak ingin goyah, sebab sejak kemarin sudah membuat keputusan untuk menghindar dulu sementara waktu ini.
Sambil menahan tangisnya semalaman, Kanaya telah berpikir. Akan lebih baik jika mereka tidak terlalu sering bertemu. Kalau bisa ia akan lari menjauh.
Gadis itu tahu, Sagara tidak akan mau menjauh. Jadi dirinyalah yang harus menyingkir.
Kemarin, Sagara sempat mengejarnya. Padahal gadis itu sudah melarang. Untungnya Kanaya sudah berada di dalam halaman rumah dan mengunci pagar rumah sehingga Sagara tidak bisa menyusul.
Ia menghela napas. Perjalanannya terasa amat berat menuju halte. Namun, ia sudah bertekad untuk menghindar dan Kanaya adalah sosok yang memegang teguh keputusannya.
"Loh, Kak Aya?"
Sosok Sam duduk di halte ketika Kanaya baru tiba.
Sebetulnya, gadis itu juga ingin menjauhi Sam. Kalau bisa menjauh dari semua hal yang berhubungan dengan Sagara untuk menjaga kewarasannya. Sayang, kali ini sulit.
"Hai, Sam. Mau kemana?" Tanya gadis itu dengan ramah dan duduk di samping pemuda itu.
"Perpus. Dikit lagi skripsi gue kelar, Kak. Doain ya biar gue sama Naresh, sama Ajun juga bisa barengan wisudanya." Sam terdengar bersemangat.
"Wah... Aamiin."
Kanaya tersenyum kecil. Gadis itu kemudian menunduk dan memainkan tali tas selempangnya.
"Kak Aya," panggil Sam. "Maafin Bang Aga ya."
"Hah?"
"Gue nggak tau kalian kenapa. Tapi pasti Bang Aga yang bikin Kak Aya nangis kan?" Sam menatap Kanaya tepat ke arah kacamata hitamnya.
"Nggak kok."
"Apa bunda yang bikin Kak Aya nangis?" Tebak pemuda itu.
Kepala gadis itu menggeleng. Kanaya menangis bukan karena Sagara maupun bunda. Gadis itu menangisi dirinya sendiri. Ia juga mengasihani dirinya sendiri yang harus terjebak di dalam situasi ini.
"Semalam, Bang Aga kayaknya nangis." Sam mengadu. "Abang itu anti nangis, jadi aneh aja dia sesenggukan sampai kedengeran ke kamar gue."
"Aga nangis?"
"Iya. Sampai gue keluar rumah tadi, kamar Bang Aga masih kekunci."
Oke, kini perasaan Kanaya mulai goyah. Hati kecilnya menginginkan gadis itu segera berlari dan menerobos masuk ke dalam kamar Sagara untuk memeluknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/316332844-288-k908952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantis (Complete)
Любовные романы"Percuma mau ngasih seribu tangkai bunga, atau sepuluh ribu angsa kertas, bahkan bangun candi sekalipun, Kanaya nggak akan tertarik!" -Sagara. "Mau pakai kode morse, jurus rayuan macan betina, bahkan bergaya seksi di depan Sagara, dia nggak akan nge...