5 - Nevano Hildo

47 6 4
                                    

Aku sempat kewalahan saat Sena merengek karena Lin sudah punya pacar dan kemarin mereka bertemu. Katanya pacar Lin ganteng, tapi gak seganteng muka Sena. Terus terang saja walaupun aku tau Sena punya rasa untuk Lin, bukan berarti aku bisa melarang Lin untuk punya pacar kan? Kami cuma bersahabat.

Kebetulan sekali hari ini kedai sedang libur, jadi aku bisa pulang lebih cepat. Seperti biasa, rumah terlihat sepi dari luar karena kedua adikku belum pulang dari sekolahnya.

"Bunda, Vano pulang," ujarku setelah melepas sepatu di pintu depan.

"Ke ruang keluarga dulu, Kak. Ada sesuatu buat kamu," sahut Bunda dari dapur.

Hobi Bunda adalah memasak, jadi di jam-jam seperti sekarang biasanya dihabiskan di dapur untuk bereksperimen dengan bahan-bahan yang ada.

Sesaat setelah memasuki ruang keluarga, aku mendapati seorang pria paruh baya sedang duduk santai dengan setelan jas lengkap di tubuhnya.

"Ayah pulang dari tadi? Kenapa gak kabarin Vano?" Tanyaku pada Ayah yang memberi kode agar aku duduk di sebelahnya.

"Sengaja mau kasih kejutan kalian. Bagaimana kabarnya, Vano?"

"Baik, Ayah sendiri? Bagaimana perjalanan ke Singapura nya?"

"Lancar, jadi Ayah bisa cepat pulang,"

Ayah tersenyum dan mengacak rambutku. "Kamu beneran gak mau hadiah dari Ayah?"

Aku mengangguk. Setiap kali Ayah pulang dari perjalanan bisnisnya, Ayah selalu menanyakan apa yang aku butuhkan dan begitu juga pada anggota keluarga yang lainnya.

"Gak, Ayah. Vano masih belum butuh apapun kok," tolak ku dengan halus. Tidak enak rasanya jika harus menerima uang dalam jumlah banyak, itu kan uang jerih payahnya.

"Kalau begitu Ayah transfer aja ya ke rekening kamu, terserah mau buat apa asal gak boleh aneh-aneh."

Sebuah notifikasi di ponselku muncul. Disana tertera bahwa Ayah telah mentransfer kurang lebih sekitar 15 juta.

"Ayah, ini kebanyakan-"

"Udah simpan aja, siapa tau kamu butuh buat yang lainnya kan?" Elak Ayah sambil memelukku erat. Mau bagaimana pun aku tetap mengucapkan terima kasih pada Ayah. Masalahnya ini bukan sekali atau dua kali Ayah tiba-tiba mentransfer uang dengan nominal yang tidak sedikit. Bahkan pernah sekali Ayah mengirim uang dua kali lipat dari ini hanya karena rindu.

Tak lama kemudian Bunda datang membawa jus jeruk diatas nampan hitam.

"Nih, sekalian jus jeruk buat Vano juga," tawar Bunda yang ku balas gelengan kepala.

"Vano bisa ambil sendiri, Bunda gak perlu repot-repot kok. Kasihan Bunda capek."

"Aduh... Pintarnya anak Bunda. Gak manja kayak ayahnya," Bunda mencubit pipiku pelan.

"Kok Ayah sih? Ayah cuma diam loh dari tadi?" keluh Ayah yang merasa dipojokan.

"Vano ini anak yang baik, pintar, pokoknya mantap banget deh. Dari muka juga lebih ganteng Vano dari pada Ayah."

Ayah mengerucutkan bibirnya dan memunggungi Bunda. Ayah dan Bunda akan seperti ini setiap kali Ayah pulang dari perjalanan kerjanya. Jujur saja, aku merasa menjadi penghalang disini. Seseorang tolong bawa aku pergi dari situasi ini sekarang juga, kumohon.

Sangat jarang sekali kami menghabiskan waktu bertiga seperti ini, karena sekarang sudah ada si kembar juga.

Dari luar rumah terdengar suara pintu mobil yang ditutup dengan kekuatan besar. Ayah dan Bunda hanya menghela napas karena tau apa yang terjadi setelah ini.

Lakuna - 00 lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang