"Hola. Nama gua Nata Giulano dan senang rasanya bisa ketemu kalian berdua lagi, Saka dan Nevano-maksud Gua Nevan."
Nata, wajah kami kelihatan mirip apalagi aku gak pakai kacamata. Warna rambutnya yang terang terlihat cocok dengan kulit pucatnya.
"Bangsat! Setelah bertahun-tahun pergi ninggalin gua di panti sendirian, sekarang lo tiba-tiba aja balik tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. OTAK LO DIMANA, ANJING?!" Saka berteriak sangat kesal dan melepas topengnya dengan kasar.
Dari cara bicara Saka, kemungkinan besar kami bertiga ada di satu panti yang sama. Tapi kenapa aku gak punya ingatan sama sekali tentang Nata ini? Apa jangan-jangan anak kecil yang difoto waktu itu juga Nata? Berarti benar, dan pasti ada konflik besar diantara Saka dan Nata.
Tiba-tiba saja kepalaku berdenyut sakit sekali, beberapa potong kenangan yang entah dari mana tiba-tiba memenuhi kepalaku. Banyak ingatanku yang kembali pulih, tapi karena waktunya yang terlalu cepat membuat kepalaku sangat sakit.
"Hoy, Nevan. Coba kasih tau gua gimana rasanya dipungut sama orang kaya? Pasti enak sih, semuanya bisa didapat dalam waktu singkat. Iya kan, Van?"
"Gua masih ngomong sama lo!"
Saka melontarkan pukulan yang kuat dan terus-terusan berusaha menyerang Nata. Tapi entah kenapa Saka terlihat gak bisa menyerang Nata, bahkan pukulannya gak ada satupun yang lolos. Berbeda dengan lawannya, Nata malah dengan mudah menjatuhkan Saka dan bikin ketua Cindaku itu gak bisa bangun untuk beberapa saat.
"King!" Saat aku hendak menghampiri Saka, Nata malah lebih dulu mencegahku.
"Lo gak perlu panggil dia gitu. Toh gua tau identitas kalian berdua. Jadi Nevan, masih ingat gua?"
Nata menampilkan sebuah senyuman manis. Saat ini banyak sekali pertanyaan yang muncul di otakku, sudah jelas sekali kalau gak semuanya bisa ku ungkapkan.
"Gua tau ada banyak pertanyaan di kepala lo itu kan? Tapi sekarang bukan waktunya gua jawab pertanyaan itu. Tujuan gua kesini mau kasih berita buruk dan berita baik sekaligus buat lo."
"Kenapa dari dulu lo gak berubah, Ta? Lo selalu jadiin gua nomor 2 dan selalu milih buat main sama dia daripada sama gua. Kenapa? Gua salah apa sama lo?"
Senyuman di wajah Nata meluntur, laki-laki dihadapanku itu membalik badannya dan menatap Saka yang sudah berdiri dengan susah payah. Wajah lebam Saka terlihat memprihatinkan ketika setetes air mata meluncur begitu saja di pipinya yang terluka.
"Pertanyaan klasik, tapi gua mau jawab yang satu ini," balas Nata datar.
"Jawabannya gampang, karena lo bukan Nevan," imbuh pemuda bertopeng kuning di depanku.
Gak ada respon bagus di wajah Saka, malahan dia terlihat seperti kebingungan. Nata pun menghela napas dan meregangkan tubuhnya sejenak dan kembali berbalik padaku.
"Bisa kita-"
"Kamu berlebihan ke Saka. Bukannya kita bertiga dulu teman?"
Senyuman manis Nata berubah menjadi senyuman sederhana apa adanya.
"Gua gak mau berteman sama orang egois kayak Saka, dia terlalu kekanak-kanakan. Beda kayak lo, Van. Bahkan lo sepeduli itu sama orang-orang terdekat lo, rasanya gak sia-sia gua temuin lo hari ini,"
Nata mengeluarkan sebuah korek api dan segera menyalakannya. Dia mengarahkan topeng kuning itu ke api dan membiarkannya terbakar di tanah.
"Fyi kabar baik yang gua maksud adalah lo bakal ketemu sama orang tua kandung lo,"
Ucapan Nata berhenti karena pemuda itu harus menyalakan rokoknya. "Kabar buruknya teman lo bakalan luka parah atau bahkan tumbang di pertempuran kali ini," imbuh Nata dengan sebuah senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna - 00 line
Teen Fiction"Apa benar begitu?" "Iya, masih gak percaya? Kan gua udah bilang, sekali lo masuk gak bisa keluar, Nevano!" . . . Kehidupan Nevano yang monoton dan membosankan tiba tiba saja berubah genre sejak ia mendapatkan teman sebangku untuk pertama kalinya da...