23 - Kata Bimasena

21 1 0
                                    

"Murung amat, kenapa lo?" Tanya Kak Citra yang baru aja masuk ke kamar gua sambil bawa dua mangkok salad buah.

"Gara-gara cewek ya?"

Gua harus jawab gimana? Gua sama Lin gak ada status pacaran, kami berdua sahabatan sama Nevano juga. Walaupun gua suka sih sama dia... persetan lah.

"Kurang lebih gitu. Bantuin gua dong Kak."

Ah, sekedar informasi aja, hubungan gua sama Kak Citra udah jauh lebih baik dari sebelumnya. Entah ada apa sama Kak Citra, setelah gua antar Lin pulang dua minggu lalu waktu kejadian penyerangan, Kak Citra seakan-akan sadar kalau apa yang dia lakukan selama ini salah.

"Setelah gua pikir-pikir, apa yang Aji bilang ada benarnya. Selama ini gua terlalu dengerin kata orang dan lupain keluarga gua, bahkan jati diri gua sendiri. Gua minta maaf sama lo, Bimasena," kata Kak Citra.

"Tunggu, Kak. Lo lagi gak mabuk kan?" Gua kaget setengah mati karena dengar kalimat itu keluar dari mulut kakak gua, rasanya mustahil banget dia minta maaf.

"Gua sadar, Dek. Memangnya lo cium bau alkohol dari mulut gua? Gak kan?" Benar, gak ada bau alkohol. Padahal biasanya gua lebih sering cium bau alkohol di badan Kak Citra.

"Harusnya gua yang minta maaf, rasanya gak pantas kalau lo yang ngomong gitu. Selama ini gua pikir kalau Bang Aji yang udah bikin lo kayak gitu," jujur gua.

"Lo gak pernah berubah ya? Selalu nilai orang dari penampilan, padahal penampilan gak selalu menjamin sifat seseorang. Walaupun suka minum, Aji itu orangnya baik. Bahkan dia selalu ingatin gua buat minta maaf ke lo dan bantu selesaiin masalah gua," jelas Kak Citra. Berarti selama ini gua udah salah menilai pacar kakak gua.

"Kak—"

"Gua tau, lo selalu jadi adek kesayangan gua. Yang gua minta cuma satu, jangan sampai lo terlalu terpaku sama omongan orang dan lupain jati diri lo. Lakuin apa yang lo mau selama itu gak merugikan pihak manapun, termasuk diri lo sendiri."

Gua ingat betul, Kak Citra nangis dan keluar kamar gua. Setelah itu Papa nyusul masuk ke kamar gua.

"Hey, Cil. Jadi lo minta tolong apa?" Tanya Kak Citra yang kelihatannya bingung karena gua tiba-tiba diam begitu aja.

"Dia sempet keluar sama gua hari minggu penyerangan kemarin itu, gua juga antar dia pulang sampai rumah. Gua tungguin sampai dia masuk pintu rumahnya, sampai rumah gua sama dia sempet chat kok sebelum Kakak masuk ke kamar, tapi besoknya bahkan sampai pagi tadi chat gua gak dibalas. Dia juga gak masuk sekolah selama 2 minggu ini. Nomornya gak aktif, gua khawatir banget sama dia Kak," badan dan suara gua mulai bergetar.

Selama 2 minggu ini gua pendam sendirian, Nevano cuma tau sebagian cerita aja karena dia lagi sibuk ngurusin perubahan data karena dia udah ketemu orang tua kandungnya. Jujur gua udah gak tahan, sampai sampai air mata gua jatuh ke punggung tangan gua. Sakit, sakit banget rasanya.

Sejenak gua tarik nafas untuk lanjutin cerita gua, "tapi tiba-tiba aja dia ngehubungi gua, Kak. Dia bilang buat berhenti cariin dia. Gua cuma mau tau gimana kondisi dia sekarang, Kak, itu aja. Gua takut dia kenapa-kenapa,"

Kak Citra yang lagi elus-elus punggung gua berusaha tenangin gua, walaupun sakit dan sedikit malu karena nangis, rasanya lebih lega aja.

"Lo inget-inget lagi deh, dia ada masalah sama siapa? Katanya kalian sahabatan, harusnya lo tau dong,"

Disela sela rasa sesak, gua berusaha mikir siapa aja orang yang punya masalah sama Lin. Kiran? Saka? Atau siapa? Gua rasa bukan karena dua orang itu, mereka masih bisa kerja sama waktu Kiran luka. Jadi siapa—tunggu waktu itu Saka bilang ke gua kenapa hubungan antara Kiran, Saka dan Lin bisa berantakan kayak sekarang.

Lakuna - 00 lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang