30 - Kata Bimasena

16 1 0
                                    

"Sena, ayo!"

"Iya sebentar!"

Sekali lagi gua lihat bucket bunga krisan di tangan gua. Sebelum nama gua dipanggil lagi, gua taruh bucket bunga krisan yang gua beli didekat bucket bunga lainnya, tepat di depan foto Jovanka yang dipajang di halaman sekolah.

"Sorry, gua gak bisa lama-lama disini. Semoga lo bisa istirahat tenang, Jovanka," gumam gua dan lari kecil ke arah mobil gua yang mana ada Kak Citra yang duduk didalamnya. Takut diamuk.

Sekilas soal apa yang gua lakuin barusan. Sekolah memang diliburkan untuk investigasi lanjut soal kasus meninggalnya Jovanka yang diduga bunuh diri dari aula yang dipakai buat dies natalis kemarin malam. Hampir semua orang lari keluar setelah dengar teriakan seseorang tepat setelah ada suara dentuman keras dan mobil-mobil yang mulai bunyi alarm keamanannya. Memang kemarin gua gak lihat secara langsung kondisinya, tapi di grup angkatan udah nyebar foto Jovanka yang setengah badannya remuk di atas mobil dengan darah dimana-mana.

Gua tau itu jovanka dari kacamata yang ditemukan di dekat mayat, kacamatanya yang diplester. Kacamatanya patah dan Nevano bantu sambungin kacamata itu untuk sementara sebelum ganti yang baru. Nyatanya Jovanka gak ganti kacamata ataupun plester itu.

Kak Citra sebagai alumni SMA Adi Jaya juga datang ke acara pagi ini—kasih karangan bunga—sebagai bentuk bela sungkawa. Di gedung sekolah banyak mobil yang parkir, mereka wartawan. Berita ini juga udah nyebar di internet dan sosial media lainnya, makanya banyak wartawan yang meliput juga.

"Lo deket ya sama dia?" Tanya Kak Citra beberapa menit setelah gua sampai dan siap-siap injak pedal gas.

Gua lirik spion mobil pastiin gak ada orang lain dibelakang supaya gak kejadian tabrakan atau apalah itu. "She's my classmate. Lumayan deket, tapi gak sedekat itu." Ah, gua bingung bilangnya.

"Sedekat Lin?" Lihat lirikan gua, Kak Citra ketawa kecil. Ini orang kemarin janji gak bakal gangguin gua kalau gua kasih tau cewek yang gua taksir, sekarang malah diledekin.

"Atau mungkin Siera-Siera itu?"

Gua sama Siera bisa dibilang temen gak sih? Maksud gua, dia nyebelin, tapi banyak kegiatan gua akhir-akhir ini yang berhubungan sama dia. "Gak sedekat itu. Bisa dibilang temen ngobrol gua, dia gak ada temen di kelas atau bahkan sekolah,"

Minuman yang Kak Citra sedot hampir keluar lagi dari mulutnya, "terus banyak banget karangan bunganya?!" Tanyanya heran.

"Entahlah, mungkin dari anak Adi Jaya, pihak sekolah, media atau alumnus gabut kayak lo," dengar kata-kata terakhir gua Kak Citra berdecih, "itu sekolah sarap dari dulu sistemnya kaga berubah. Karena sistem nilainya itu banyak murid tertekan dan stress kayak gitu, gua miris aja karena sistem itu sampai ada murid yang bunuh diri lagi," kata Kak Citra.

Gua harap dia cuma stress karena sistem yang lo maksud, Kak. Luka-luka yang dialami Jovanka akhir-akhir ini makin banyak, gua curiga itu karena pihak keluarga—dan jadi pemicu bunuh dirinya Jovanka.

Sering kali gua lihat muka Jovanka yang kelihatan kurang senang ngelihat interaksi antara Nevano dan Siera. Mungkin itu alasan kenapa dia gak ganti kacamatanya kan? I mean, she's like him.

"Sena!"

Gua kedip beberapa kali, Siera yang duduk didepan gua mulutnya kebuka sedikit sedangkan Nevano yang duduk disampingnya mukanya kelihatan asem. Mereka lihat apa sih—AH SIALAN!

Lakuna - 00 lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang