1.

10.9K 395 6
                                    

Suara dentingan besi yang beradu dengan kaca memenuhi ruangan luas disebuah rumah, terlihat 4 orang perempuan tengah mengenakan seragam sekolah dan sedang menikmati makanan di depan masing-masing yang tersisa sedikit.

"Hari ini aku bawa motor ke sekolah, ada yang mau pergi bareng aku nggak?" Shani Quilyra Arwen, sang kakak tertua bertanya ketika mereka akan beranjak dari ruang makan setelah menyelesaikan sarapan mereka.

"Aku! Aku!" Adelyra Arwen yang akrab disapa dengan Adel mengangkat tangannya dengan semangat.

"Yaudah, ayo berangkat." Shani menggenggam tangan adik bungsunya itu yang memang berada di sampingnya, membawanya keluar rumah.

Tersisa Jinan Alyra Arwen, umurnya yang hanya berbeda setahun dengan Shani dan Azeeyra Arwen yang merupakan kembaran Adel yang tidak identik, umurnya juga terpaut 1 tahun dengan sikembar Adel dan Zee.

"Kak, aku bareng kakak kan ya?" Zee bersuara, memasang muka penuh harap, pasalnya ia tak terbiasa pergi sendiri, biasanya gadis energik itu akan berangkat bersama Adel, tapi hari ini kembarannya itu sedang mengkhianatinya.

"Ya, emang harus Kakak, mana boleh berangkat sendiri, Zee." Jinan  menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan adik bungsunya ini.

Di tempat lain, Shani sedang memasang helm dengan sempurna di kepala Adel, dan bergegas menaiki motornya disusul si bungsu  yang duduk di belakangnya.

"Pengangan yang kenceng," Titah Shani yang tentu saja dilakukan Adel dengan senang hati.

"Del, Kakak nyuruhnya buat pegangan bukan meluk kenceng gini."

"Bawel, Kak, mending jalan dari pada nanti telat."

"Tsk! Dibilangin itu nurut ... Jangan seerat ini juga, Del, Kakak susah bernafas jadinya. Kamu mau kita mati muda, huh?" Kekesalan dan omelan Shani itu hanya dibalas dengan tawa oleh Adel tanpa berniat melonggarkan pelukannya.

Mau tidak mau membuat Shani terpaksa menjalankan motornya juga karna menyadari berdebat dengan adiknya ini tak ada artinya sekarang.

Tempat parkir sekolah mereka tampak sudah ramai, Shani bergegas memarkirkan motornya dengan sempurna, dan membuka helmnya lalu bergantian membuka helm Adel, karna adiknya yang satu itu sama sekali tidak punya keahlian untuk membuka helm sendiri, setelahnya ia merapikan rambut  adiknya itu yang sedikit berantakan.

"Nah udah cakep." Shani tersenyum lembut, mengelus pipi milik Adel dengan gemas.

Ketiga adiknya memang menggemaskan.

"Jangan gini lah, Kak, malu." Adel merasakan pipinya memerah diperlakukan Shani di depan umum seperti ini, ia malu ditatap banyak orang.

Karna sebenarnya ia tidaklah sepopuler saudara-saudaranya yang sangat menonjol di sekolah mereka dengan bidang masing-masing, tak seperti dirinya yang biasa saja dengan bakat melukisnya yang tak pernah dilirik orang-orang.

"Iya-iya, yaudah ayok Kakak anter ke kelasmu." Ujar Shani yang melirik sekilas  pergelangan tangannya yang dihiasi oleh jam.

"Aku bisa sendiri, Kak."

"Iya tau, tapi beberapa menit kemudian kamu bakal punya benjol lagi, gitu kan yang kamu maksud?"

Shani menggelengkan kepalanya mengingat betapa khawatirnya dia ketika temannya mengatakan Adel dibawa ke UKS karna ditabrak oleh siswa yang sedang berlari di koridor sekolah tanpa melihat sekitarnya, alhasil Adel menjadi korbannya karna kepala mereka yang berbenturan.

"Ya kan itu karna dia aja ya-"

"Udah ayo ngga usah bawel, bentar lagi bel bunyi."

Pada akhirnya Adel hanya bisa pasrah ketika Shani lagi-lagi menariknya.

Don't Go, Don't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang