Tentu saja sebagai pengusaha yang sukses dan sudah memiliki 2 putri yang begitu manis Arwen masih sangat menginginkan anak lelaki sebagai penerusnya.
Begitu juga dengan orang tuanya yang sangat mengaharapkan kehadiran cucu lelaki di tengah keluarga mereka. Maka ketika mengetahui istrinya kembali mengandung Arwen sungguh bahagia luar biasa.
Sayangnya kebahagian itu tak berlangsung lama setelah mengetahui lagi dan lagi anak yang dikandung istrinya merupakan anak perempuan.
Meski kekecewaan sempat menghantui mereka, keduanya kembali excited bahwa ternyata mereka akan memiliki anak kembar.
Awalnya semua berjalan mulus, tapi saat Adel gadis paling bungsu mereka mulai menunjukkan bahwa ia membutuhkan perawatan yang ekstra membuat mereka sedikit kewalahan karna sepasang suami itu begitu menggilai pekerjaan mereka.
Kedua orangtua itu merasa anak terakhir mereka terlalu banyak menyita waktu, walau sebenarnya mereka memiliki pengasuh pribadi namun entah kenapa mereka juga enggan lepas dari peran sebagai orang tua.
Karna hal itu, sebagai pengusaha yang sukses membuat mereka sangat kerepotan mengatur segalanya, sehingga akhirnya rasa terganggu itu mulai muncul.
Terlebih orang tuanya yang mendesak bahwa mereka sangat menginginkan cucu laki-laki.
Lama kelamaan keantusiasan mereka memiliki anak kembar sedikit menghilang.
Bahkan Arwen dan istrinya pernah memiliki niatan jahat untuk si kembar, sayangnya semua terhenti karna kedua putri mereka sebelumnya sungguh sangat menyayangi adik-adiknya. Bahkan sampai pernah terjatuh sakit saat tidak menemukan adik kembar mereka selama beberapa hari. Membuat orang tuanya mengurungkan niat lanjutannya itu.
.
.Jika boleh jujur Adel tidak pernah menyesal dilahirkan dari keluarganya sekarang.
Gadis berambut sebahu tanggung itu tau kalau dia sangat dibedakan dengan saudara-saudaranya. Terlebih dengan kembarannya, Zee, meski begitu Adel tidak pernah sedikitpun menaruh rasa benci padanya, justru ia sangat bersyukur memiliki Zee sebagai kembarannya.
Adel sendiri yakin sebenarnya Zee menyadari perbedaan yang dilakukan oleh orang tuanya dan Adel memaklumi jika Zee sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya.
Sedangkan Zee, anak yang sudah kelihatan aktifnya sejak kecil dan memiliki sifat yang lebih seperti anak lelaki saat itu membuat orang tuanya begitu senang karna sesungguhnya mereka sangat mengharapkan anak lelaki. Meski nyatanya sekarang Zee sungguh menjelma sebagai perempuan yang cantik nan manis seperti saudara-saudaranya.
Terlebih,
Tidak ada seorang pun dari saudaranya itu yang tau bahwa ketika transisi masa remajanya ia sering mendapat kata kasar dari orang tuanya bahkan pernah mencoba membunuhnya.
.
.Saat ini Zee benar-benar menepati janjinya untuk tidak membiarkan Adel sendiri ketika kedatangan orang tua mereka.
Bahkan Zee banyak memberi alasan agar mereka tidak lama-lama duduk bersama. Tentu saja Zee mengerti meski belum lama menyadari saat itu betapa mereka sangat dibedakan dalam hal menerima kasih sayang.
Dengan sigap ia selalu memasang badan untuk melindungi adiknya itu, karna ia juga ikut merasakan sesak ketika pernah mendapati perlakuan tidak adil terhadap kembarannya sendiri. Sungguh ia menyayangi saudarinya itu lebih dari apapun. Walaupun ia merasa apa yang ia lakukan sejauh ini belum cukup untuk membantu Adel.
"Del, bagun." Zee menggoyangkan pelan tubuh kembarannya itu agar segara bangun dari tidurnya pasalnya hari ini mereka sudah berjanji akan mengahabiskan waktu berdua di luar.
"Sebentar lagi Zee, kayaknya aku kurang enak badan sekarang."
"Hah? Kok bisa? Kamu demam lagi? Pusing gak? Kita batalin aja kalau gitu jalan-jalannya." Dengan sigap Zee menarik selimut yang membungkus tubuh Adel dan segera memeriksa leher, pipi serta dahi saudarinya itu.
"Bahahaha bercanda, Zee. Panikan banget sih. Sana sana bentar lagi aku turun."
"Sialan." Zee menggerutu sembari keluar dari kamar Adel.
Tak lama, Adel menuruni tangga satu persatu. Ketika sampai di bawah didapatinya Jinan dan Zee yang sedang menonton tv yang menampilkan acara musik.
Shani? Sedang berada di sekolah untuk mengkuti simulasi serangkaian ujian persiapan untuk kelulusan, maka dari itu mereka libur dan Zee serta Adel memilih ingin menghabiskan waktu di luar sedangkan Jinan sendiri memiliki urusan lain sehingga tidak bisa ikut bergabung dengan kedua adiknya itu.
"Kalian yakin mau naik motor?" Tanya Jinan memastikan kesekian kalinya, padahal mereka sudah berdebat sejak tadi malam perihal ini, bahwasannya anak kembar itu ingin qtime berdua tanpa ada gangguan siapapun termasuk supir pribadi merka.
"Iya kak, tenang aja semua aman terkendali di tanganku." Lagi Zee entah sudah keberapa kali meyakin kakaknya itu.
Jinan ingin membuka suara lagi namun segera ditahan Adel, "Kami bisa jaga diri kok, ngga usah khawatir, nanti kalau ada apa-apa pasti kami langsung ngehubungin kakak."
Senyum menenangkan yang dilemparkan Adel membuat Jinan menghela nafasnya, mengalah.
.
.Adel mengayunkan pelan ayunannya sehingga menimbulkan sedikit suara gesekan besi yang telah berkarat di taman ini, sedangkan Zee hanya diam tanpa berniatan mengikuti saudarinya itu, ia hanya menendang-nendang tanah tanpa niatan dengan sepatu putihnya.
Cuaca hari ini tidak mendung dan juga tidak terlalu cerah sehingga mereka memutuskan untuk bermain di taman saja.
"Zee," Adel membasahi bibirnya ketika Zee langsung menoleh padanya, ada yang ingin Adel katakan setelah mereka dihinggapi keheningan yang menenangkan sejak tadi.
"Kamu ingat Ashel yang sering aku ceritain waktu kita masih SMP kan?" Zee diam sesaat, memutar kembali ingatannya pada setiap cerita Adel yang sering ia dengar melalu sambungan suara ketika itu atau melalui pesan text.
Zee mengerjap, setelah mengingat siapa yang Adel maksud, "Temen kamu yang meninggal karna kecelakaan bareng kamu itu kan?" Tanya Zee memastikan pasalnya ketika mereka mulai memasuki SMP Zee tinggal bersama dengan kakek dan neneknya di kota lain bersama Jinan waktu itu.
"Ya," Setelahnya Adel terdiam, ikut memutar kilas balik kejadian yang masih sangat membekas diingitannya.
Zee yang memperhatikan Adel yang mendadak murung dan segera menghampirinya. Seketika membuat Adel menghentikan aksinya yang mengayunkan pelan ayunannya menjadi terhenti. Dengan kaki yang menahan tubuhnya ia menyimpuhkan kakinya di depan Adel, menggenggam tangan kembarannya dengan lembut lalu diusapnya.
Adel sedikit menyesal percakapan mereka justru ia buka dengan masa lalunya, harusnya hari ini mereka bersenang-senang, tapi ntah karna hal apa pikirannya justru membawanya melayang kesana.
"Zee, kamu udah janjikan selalu berada dipihakku?" Tanya Adel lagi dengan perasaan putus asanya.
"Denger, sekalipun seluruh isi dunia membencimu aku akan menjadi satu-satunya yang menjadi pengecualian. Percaya aku, Del. Kamu jangan takut berbagi sakitmu ke aku." Zee juga bisa merasakan keputus adaan dinadanya saat berbicara.
Karna bagaimanapun, mereka pernah berpisah cukup lama, banyak cerita yang belum terucap dan didengar oleh mereka masing-masing.
Adel menggigit bibirnya, kembali bimbang padahal ia dengan jelas melihat mata Zee yang memancarkan ketulusan dan perkataannya yang sama sekali tidak mengandung unsur kebohong.
"Zee," Panggil Adel pelan.
"Ya?" Zee masih setia pada posisinya menunjukkan bahwa ia sangat serius pada perkataannya.
"Kayaknya sekarang aku kelaparan karna tadi lupa makan."
"Sumpah ya, Del. Sekarang aku udah benci kamu. Jauh-jauh sana!"
.
.