8

2.1K 229 2
                                    

Zee tak bisa berhenti menyunggingkan senyumnya. Tidak sabar untuk bertemu saudara-saudaranya terlebih kembarannya. Ia tak sabar ingin pamer akan keberhasilannya menjuarai kompetisi yang diikuti oleh sekolahnya.

Gadis dengan senyum cerahnya itu sengaja tak memberi kabar akan kepulangannya hari ini, ingin memberi kejutan. Saat bus yang mengantarkan mereka sampai di sekolah, suasana sekolah sudah terlihat sepi menandakan jam belajar telah usai. Setelah berbasa-basi sedikit ia langsung berpamitan dengan rekan setimnya dan segera memesan taxi bergegas pulang.

Setelah membuka pintu rumahnya yang tak terkunci, ia berjalan pelan menyusuri rumahnya, namun tak menemukan siapapun di ruang tamu yang biasanya jika sudah pulang sekolah selalu diisi oleh mereka untuk sekedar menonton atau berbicara santai, namun kali ini ruangan itu tampak sepi.

"Kemana mereka?" Gumamnya pelan meski tak lama ia langsung bergerak kelantai atas di mana kamar mereka terletak.

Pada akhirnya ia hanya menemukan Adel yang tengah tertidur pulas di kamarnya, tak ingin ambil pusing di mana keberadaan kakaknya, ia memutuskan untuk mengejutkan kembarannya itu terlebih dahulu.

Dengan sangat hati-hati ia menaiki tempat tidur adik kembarannya itu, lalu menutup hidungnya sehingga membuat Adel langsung membuka matanya karna kesulitan untuk bernafas.

"Kejutan!" Dengan tanpa rasa bersalah Zee menjauhkan tangannya tadi dan terkekeh pelan melihat reaksi Adel yang melotot melihatnya.

"ASTAGA ZEE!! KAMU SENGAJA PENGEN BUAT AKU MATI MUDA YA?" Teriak Adel kesal lalu memukuli Zee dengan guling miliknya, ia tidak marah hanya sedikit terkejut tidak bisa bernapas karna kehabisan pasokan oksigen secara tiba-tiba.

"Ampun Del, woii Del aduhhh." Zee merintih kesakitan ketika kembarannya itu benar-benar menghajarnya bertubi-tubi dengan bantal.

"Siapa suruh kurang kerjaan hah? Rasain lagi nih." Adel begitu bersemangat kali ini, sebetulnya ia merasa ini kesempatan langka bisa menghajar Zee tanpa takut diserang balik.

"Stop Del, stop dulu. Weh ini punggungku sakit beneran karna aku sempet cedera selama di sana, terus sekarang digebukin, sakit banget ini, Del." Seketika Adel menghentikan aksinya. Air mukanya berubah panik melihat Zee yang memegangi punggungnya dengan sebelah tangan dan mukanya yang ia tenggelamkan pada bantal.

"Bagian mana yang sakit Zee? Aku kekencengan ya mukulnya? Maaf maaf aku ngga tau. Ayok ke rumah sakit buat check, Zee" Adel dilanda kepanikan. Menggoyangkan tubuh Zee karna kembarannya itu sama sekali tidak memberikan tanggapan.

"Maaf benaran ngga bermaksud buat nambah sakit kamu. Zee, ayok, jangan kayak gini, ayo kita ke Rumah sa--"

"Hehehe." Suara kekehan serta badan Zee yang terguncang membuat Adel merasa benar-benar dibodohi kali ini.

"Bocah sialan." Tanpa rasa belas kasihan Adel menepuk keras paha saudaranya itu yang masih pada posisinya tadi.

"WOILAH ADEL! INI SIH BENERAN SAKIT, ASTAGA. Aduh kejam banget sih." Zee segera mengubah posisinya mengelus bagian tubuhnya yang terasa panas setelah dipukul Adel.

"Ngga lucu tau." Adel membuang mukanya dari tatapan Zee.

"Yaa habisnya bukan meluk, kamu malah ngeaniayaku pake guling." Zee mengkerucutkan bibirnya memasang wajah sok sedih. Sayangnya Adel masih setia pada posisinya yang tak ingin melihat Zee.

"Sorry, bercandanya tadi kelewatan. Kamu boleh deh mukul sepuasnya sekarang, tapi maafin aku dulu."

Setelah berkata seperti itu, tanpa aba-aba Adel menerjang Zee dengan pelukan yang begitu erat.

"Bodoh banget Azeeyra. Rindu banget lah gila, ngga ada temen gelut."

"Aku tau kok Azeeyra Arwen memang sosok yang mudah dirindukan." Zee langsung membalas pelukan Adel ketika dirasakannya Adel akan beraksi kembali.

"Zee lepas Zee! Meluknya ngga seerat ini juga, susah nafas woi Zee." Adel menggeliat, berusaha untuk lepas dari pelukan Zee yang erat.

"Bakal dilepasin, tapi janji jangan melakukan kekerasan, oke?" Zee melepaskan pelukannya setelah Adel menggumam pertanda setuju.

"Zee, janji ya jangan gitu lagi bercandaannya, takut banget tadi beneran nyakitin kamu." Suara Adel yang memelan mengatakan itu, kepalanya ditundukkan tak ingin menatap wajah Zee.

Rasa bersalah langsung menyelimuti hati Zee, ia tak tau jika kembarannya itu begitu sensitif pada rasa sakit.

"Janji. Aku juga ngga bakalan menutupi apapun dari kamu. Kamu juga harus gitu ya? Jangan tutupi apapun lagi ke aku. Kalau ngerasa sakit bilang sakit, liat aja aku pasti nyembuin lukanya." Zee menggenggam tangan Adel erat, lalu membawanya kepelukannya sekali lagi.

"Nah, berhubung kamu udah pulang ayo traktit aku!" Gadis dengan rambut sebahu itu berkata dengan semangat setelah aksi berpelukan mereka tadi. "Aku tau kok kamu pasti juara!" Sambungnya lagi.

"Tau dari mana?" Zee memicingkan matanya padahal ia belum berkata sepatah katapun mengenai lombanya.

"Karna aku percaya sama kamu, Zee, kalau kamu pasti memenangin lombanya. Buktinya aja kamu ngga murung pas pulang kompetisi ini." Ucap Adel tersenyum lebar.

Memang benar hal itu sangat mudah ditebak. Zee sangat sering mengikuti kompetisi dan tentu saja ia tak melulu menang, jika sudah kalah maka Zee akan langsung murung dan menutupi dirinya dengan berdiam diri di kamar selama beberapa waktu.

.
.

Seperti malam-malam biasanya yang mereka lalui di rumah yang biasanya hanya berisikan suara-suara keempat gadis Arwen itu, mereka kini tengah menyantap makan malam, semuanya terlihat bahagia karna mereka kembali utuh di meja makan.

"Zee, kamu punya utang tau." Zee yang baru saja menyelesaikan makan dan minumnya langsung mengernyitkan dahinya mendengar ucapan barusan.

"Loh kok bisa? aku aja ngga pernah minjem duit kakak loh, gimana ceritanya aku punya utang heh?" Tanya Zee heran sedangkan Adel yang berada di samping Zee hanya bisa memasang muka polosnya.

"Langsung aja nih ya. Waktu itu kembaranmu ngejek Kakak, lalu sebagai perminta maafnya dia bilang bakalan neraktir kalau kamu menang, jadi ... berhubung kamu menang maka kamu harus mentraktir kami." Jinan menunjukkan senyum cerahnya setelah berkata seperti itu, membuat sang kakak tertua mereka hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat tingkah adik-adiknya yang absurd.

"Dih Adel apaan.."

"Apa? apa? Lagian tadi kan bilang mau neraktir juga kan? Nah sekalian aja. Pasti bisa lah duitmu banyak Zee belum lagi bonus dari sekolah."

Zee sama sekali tak keberetan sebenarnya hanya saja tindakan Adel yang suka menjadikannya tumbal yang kali ini membuatnya gemas hingga ingin menyubit ginjal kembarannya itu dengan tang.

"Udah-udah, sebagai gantinya Kakak yang akan traktir kalian, berhubungan besok juga libur sekolah sekalian perayaan atas kemenangan Zee." Lerai Shani yang bosan mendengar pertikaian mereka sedari tadi.

"Nah.. sekarang sebaiknya langsung istirahat, siapin tenaga kalian. Karna besok ada kejutan spesial dari Kakak."

Shani bangkit dari tempat duduknya dengan senyum misterius yang tercetak dibibirnya

"Memangnya kejutannya apa?" Tanya Jinan dengan muka yang begitu penasaran.

"Namanya kejutan, Ji. Kalau dibilang sekarang berarti besok bukan kejutan lagi namanya, ada ada aja Jinan." Ingin rasanya Shani menarik bulu mata lentik milik adiknya itu.

"Gitu doang kesel~ lemah." Ucap Jinan pelan setelah Shani beranjak pergi namun masih mampu didengar Zee dan Adel yang masih bersebelahan di meja makan di dekatnya.

"KAK SHANIIII, LIAT KAK JINAN BARUSAN NGATAIN KA AKSSDLFLTSLS."

Secara tomatis Jinan bangkit medekati adiknya itu dan kedua tangannya langsung menempel pada kedua mulut adik kembarnya yang suka bertingkah menyebalkan dengan kompak.

.
.

Don't Go, Don't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang