Koment dulu baru vote
.
.Saat ini Shani merasa keputusannya telah tepat, menolak tawaran orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya bersama mereka.
Ia sadar bahwa adik-adiknya masih sangat membutuhkannya.
Jisoo sudah berjanji bahwa adik-adiknya adalah prioritas utamanya sekalipun ia harus melepaskan impiannya.
Pikiran Shani yang telah melayang jauh terpaksa berhenti ketika mendengar pintunya yang diketuk cukup kuat. Ia bangkit dari ranjangnya dan segera membuka pintunya sebelum hancur karna ketukan itu bertambah kuat.
"Kenapa, Ji?" Kekesalannya tadi yang menumpuk mendadak hilang seketika saat mendapati Jinantengah memamerkan cengiran lebar andalannya denga kedua tangannya yang sedang memeluk bonek beruang kesayangannya.
"Boleh aku masuk dulu?" Shani yang tersadar segera membuka pintunya lebih lebar, membiarkan adik tertuanya itu masuk.
"Kamu mimpi buruk?"
"Mungkin." Jawaban Jinan yang seadanya membuat Shani tak bertanya apapun lagi.
"Nih minum dulu, biar lebih tenang." Jinan mengambil dengan senanh hati gelas yang tengah Shani berikan padanya dan kembali bersandar pada kepala ranjang kakaknya tersebut.
Shani sangat tau ada hal yang mengganggu adiknya tersebut, hal seperti ini sudah sering terjadi. Di mana Jinan yang tiba-tiba menggedor kamarnya tengah malam dan meminta untuk tidur bersama karna ia baru saja bermimpi buruk dan biasanya ia akan baru bisa tertidur lagi setelah bercerita tentang mimpinya dan mendapat kata penenang dari Shani.
"Tidak ingin bercerita?" Tanya Shani akhirnya ketika Jinan tak juga membuka mulutnya setelah menghabiskan segelas air putih.
"Sebenarnya tidak buruk," Jinan membasahi bibirnya, menelan salivanya berharap dapat memperlanjar kata-kata yang akan keluar selanjutnya, "Hanya saja mimpi itu terus menghantuiku sampai-sampai aku sulit memejamkan mataku lagi."
Jinan menatap kakaknya tersebut dengan pancaran mata yang sedih, membuat Shani dengan sigap membawa adiknya itu kedalam pelukannya.
"Tenanglah ada aku di sini bersamamu sekarang." Meski perkataan tersebut sangat sederhana namun selalu mampu membuat Jinan merasa aman di tengah gelisahnya yang hebat.
"Kak, kak Shani janji ngga akan ninggalin kami kan?" Tanya Jinan di tengah pelukan kakaknya yang selalu menenangkannya tersebut.
"Tentu, sampai kapan pun." Jawab Shani penuh keyakinan.
"Kamu udah tau kan, kalau kakak mutusin buat lanjutin kuliah di sini. Menolak tawaran Papa walaupun sebenarnya kakak sangat ingin dibimbing langsung olehnya."
Jinan merasa lega mendapati jawaban Shani tanpa ada terdengar rasa penyelasan sedikitpun.
"Hmm. Sekarang aku udah ngantuk lagi."
"Yaudah, lanjutin tidurnya kalu gitu."
"Jangan lepas pelukannya."
"Hm." Shani mengusap-usap lembut punggung adiknya tersebut, sampai ia mendengar dengkuran halus menyapa telinganya serta nafas adiknya yang teratur.
Alasan terbesar Shani untuk tetap berada di sini. Bagaimana bisa ia meninggalkan para bayi besarnya ini? Sungguh ia sangat ingin terus berada di sisi mereka, melindungi mereka sampai maut menjemput nantinya.
.
.Setelah puas menumpakah air matanya dan mengeluh kepalanya berdenyut hebat, akhirnya Adel tertidur dalam pelukan Zee, sesaat setelah meminum obat pereda sakit.
Zee tetap pada posisinya memeluk Adel dan sesekali menengkan saudarinya itu ketika merasa gelisah dalam tidurnya.
"Kamu jangan takut lagi, aku di sini. Kamu aman bersamaku" Bisik Zee ketika Adel untuk kesekian kalinya mengigau dan mengerang dengan matanya yang terpejam.
Ketika Zee tak merasakan lagi kegelisahan dalam tidur saudaranya itu ia menghela nafas kecil, sedikit merasa lelah.
Matanya juga mulai merasa berat namun ia lebih memilih untuk tetap terjaga dalam diam sehingga perkataan Gracia tempo hari kembali terlintas dibenaknya.
"Ku harap Adel juga memahami bahwa kau ada untuknya dan lebih terbuka denganmu karna itulah gunanya saudara bukan?"
Jujur saja ia sedikit terusik oleh kata-kata tersebut, apakah benar adanya kalau Adel tidak cukup percaya dengannya?
Apa ia tidak cukup pantas untuk dijadikan tempat membuang keluh kesahnya? Kenapa Adel cukup tidak adil dengan dirinya, di mana ia sepenuhnya menaruh kepercayaan pada saudaranya itu namun tak mendapati balasan yang setimpal.
"Demi apapun, aku sayang kamu, Del. Aku mungkin bisa gila kalau kamu pergi. Aku ngga tau seberat apa masalah yang sedang kamu sembunyikan sampai membuat kamu jadi nutupinnya serapat ini.. tapi, aku percaya sama kamu dan selalu berada di pihak kamu, jadi kumohon bertahanlah."
"Kalau kamu lelah, bersandalah barang sebentar saja padaku. Berbagilah jadi kamu ngga perlu merasakan sakit ini sendirian." Lirih Zee pelan, dan tanpa sadar akhirnya juga ikut menjemput bunga tidurnya.
.
.Tbc