7

2.2K 240 2
                                    

Shani memijit pangkal hidungnya pelan, mulai merasa lelah dengan aktivitasnya sebagai siswa tingkat akhir yang padat dengan penambahan materi. Jam istirahat sudah berdering beberapa menit yang lalu, namun dirinya enggan beranjak dari tempat duduknya meski merasa ia butuh tambahan energi.

Tak lama fokusnya teralih pada ponsel yang bergetar di saku seragamnya. Senyumnya mengembang mendapati pesan yang dikirim oleh adiknya paling bungsu.

Adelyra 👽👽

Kak, ke kantin ngga? Kalau iya, mau aku pesenin dulu ngga? Mau apa?


Kamu sendirian ya?

Yee, kalau orang nanya itu dijawab 😠
Nggak, aku bareng Flora kok

Shani terkekeh kecil membaca balasan adiknya itu, lalu segera membalas, mengatakan bahwa ia tidak ke kantin karna ada tugas yang harus ia kerjakan dan mendapati balasan adiknya itu dengan kata 'Semangat' dan beberapa kata pendek lainnya

Klasik namun ia tetap merasa bahagia.

Terlanjur membuka ponselnya, Shani memutuskan untuk segera menulis beberapa kata untuk adik bunsgunya juga yang telah berangkat sejak kemarin.

Azeeyra 💃💃

Hei jagoan udah siap merebut gelar juara lagi kali ini? Jika ya katakan "ya"


Yaaa


Yaa


Yaa


Ya ya boombayah

Krik ...  garing banget ckck

Dih bilang aja kalau kamu barusan di sana lagi ketawa


Apapun hasilnya nanti, kamu tetap penari terbaik buat kami, jadi jangan terlalu memaksakan dirimu, oke?


Siap captain! Doakan Zee ya? Btw nanti lagi chatannya, kami mau latihan lagi. Terima kasih semangatnya kaaak, aku menyangimu 💖

Bertepatan dengan pesan Zee terakhir, saat itu juga bel masuk berdering, yang tak lama disusul oleh gurunya memasuki kelas, setelah membalas bahwa ia juga sangat menyangi adiknya itu, Shani menyimpan kembali ponselnya dan bersiap untuk mengikuti pelajaran dengan semangat penuh.

.
.

Adel mengangkat tinggi tangannya ketika gurunya kembali duduk seusai menerangkan. Ia sudah gusar di tempat duduknya sedari tadi.

"Ya, Nak Adel, ada apa?"

"Permisi Pak, apa saya boleh ijin ke toilet?" Mendapati anggukan yang bertanda ya membuat Adel segera berdiri dan berjalan keluar.

"Saya juga pak." Sama-sama mendapati anggukan, Flora segera menyusul Adel dengan langkah terburu-buru.

Gadis berambut sebahu itu sedikit terkejut setelah keluar dari salah satu bilik kamar mandi dan mendapati Flora yang tengah membasuh tangannya.

"Sejak kapan di sini, Flo?" Adel ikut membasuh tangannya di sebelah temannya itu.

"Tadi, ngga lama setelah kamu permisi." Ujar Flora sekenanya.

"Kok aku ngga tau?"

"Karna kamu tadi buru-buru." Lagi Flora menjawab seadanya, ia melangkah menjauh dari Adel lalu mengeringkan tanganya dan mengerutkan keningnya melihat Adel yang menatapnya dengan curiga.

"Perasaan aku apa kamu memang sejak dua hari ini selalu ngebuntutin aku apa lagi kalau aku ke toilet?" Hal ini sedikit menganggu Adel sebenarnya, mengingat Flora yang sangat malas keluar kelas jika jam pelajaran sedang berlangsung.

"Dih, kok kamu jadi over percaya diri gini? Kebetulan aja kali kalau panggilan alam kita beberapa hari ini ditakdirkan bersamaan. Udhan ah, ayo balik ke kelas." Dengan satu tarikan Flora menyeret Adel keluar dari toilet yang sepi yang barusan mereka tempati.

Adel menghela nafas sebentar, melirik perelangan tangannya yang dipengang erat ole Flora, "Aku bisa jalan sendiri kali, Flo. Ngga perlu ditarik-tarik gini juga." Mendengar pekikan kesal temannya itu Flora segera melepaskan pegangan tangannya dan tersenyum tanpa dosa yang dibalas oleh cibiran kecil oleh Adel.

Bukan tanpa alasan Flora melakukan ini, tentu saja ini permintaan dari Zee, sebelum saudara kembar temannya itu pergi lomba beberapa hari yang lalu.

Sejak kejadian luka-luka yang didapat oleh Adel, membuat Zee semakin ketat pada Adel dan memastikan kembarannya itu kemana-mana tidak sendiri di lingkungan sekolah, salah satunya dengan meminta bantuan Flora selaku teman sekelas dan yang paling dekat dengannya.

Melihat raut wajah Zee tempo hari yang memohon, tentu saja membuat Flora langsung berkata 'ya' meski Zee sendiri tidak menyebutkan dengan jelas kenapa ia harus seperti itu kepada Adel. Namun Flora tak ambil pusing, ia mengenal Adel lumayan lama dan ia tau belakangan ini Adel cenderung lebih pendiam dari biasanya meskipun pada dasarnya ia seorang anak yang pendiam.

.
.

Jinan melambaikan tangannya ketika melihat Adel yang seperti kesulitan mencarinya di pakiran sekolah mereka yang luas. Adel baru menyadarinya ketika Flora menyenggolnya dan memberitahunya keberadaan kakaknya tersebut. Setelah berpamitan, Adel berjalan mendekati Kakaknya tersebut.

"Ngga keliatan emang dari tadi?" Tanya Jinan ketika mereka berdua sudah di dalam mobil dan segera keluar dari area sekolah

"Heum, agak susah nyarinya, ngga keliatan soalnya nyatu sama warna mobilnya."

"Heh! Ngomong apa barusan? Emangnya aku item banget apa hah?" Jinan memicingkan mata tajam miliknya, menatap adiknya itu. Jadi maksudnya dia seitem mobil gitu?

"Hehe bercanda." Meski setelahnya Adel tertawa ketika mendapati kakaknya tersebut terlihat kesal.

"Udah lah, padahal niatnya mau traktir makan, tapi karna kamu hari ini buat Kakak kesal. Maka saya putuskan untuk membatalkan niat saya itu." Jinan tersenyum pongah ketika mendapati Adel yang panik dan meminta maaf dengan mukanya yang memelas.

"Ngga mau pokoknya ngga." Jawab Jinan kukuh, sebenarnya ia tidak tega melihat wajah lesu adiknya itu. Namun ia tak ingin kalah dari Adel yang telah menggodanya tadi.

"Pleaseee janji ini mah, ngga bakal keulang lagi. Lagian kak Jinan kan tau aku lagi hemat. Jadi traktir aku ya ya? Gimana ntar kalau Adel lapar terus perutnya sakit karna kelamaan ngga dikasih makan." Adel tertunduk sedih, meletakkan tangannya pada perutnya yang rata itu. Padahal sebenarnya ia bukan si tukang makan tapi akhir-akhir ini nafsu makannya benar-benar meningkat

Jinan tidak tahan lagi dengan tingkah menggemaskan adiknya itu jika sudah menyangkut makanan, ia senang adiknya itu mulai sering makan, "Iya iya yaudah mau makan dimana, hm?" Jinan kalah pada akhirnya dengan permainan pura-pura ngambeknya itu.

"Di mana aja ngga masalah. Gantinya, nanti aku gantian yang bakal traktir Kak Jinan pakai uang lombanya Zee kalau dia udah pulang nanti" Senyum Adel benar-benar tanpa dosa setelah mengatakan itu.

Don't Go, Don't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang