Gadis termuda Arwen tersebut pikir setelah kakak tingkatnya menyelesaikan ujian kelulusan sekolah maka ia akan terbebas dari siksasan itu.
Maka ia percaya bahwa Gracia akan berdamain dengan masa lalunya dan membebaskannya.
Nyatanya harapannya hanyalah sebatas harapan semu. Padahal beberapa hari lagi sekolah mereka akan mengadakan upacara kelulusan untuk seangkatan kakaknya, Shani. Yang di mana itu juga tak jauh dari hari ulang tahunnya.
Dan sekarang ia hanya bisa pasrah di tangan kakak kelasnya tersebut saat ini.
Tentu saja ia telah berbohong mengatakan ia pergi untuk keperluan sekolah di mana nyatanya ia tengah berada dipengawasan Gracia sekarang.
"Sebenarnya tujuan utamaku adalah melihat Shani yang tersiksa melihatmu tak berdaya seperti ini. Sayangnya justru kembaranmulah yang sering mendapatimu dalam keadaan kacau, aku tau kalau Zee juga merupakan anak kesayangan si Arwen brengsek, tapi tetap saja rasanya kurang."
Adel hanya diam mendengar monolog kakak kelasnya tersebut, ia tau kakak kelasnya itu tak berharap sedikitpun pada Adel untuk membalas perkatannya.
"Aku merindukan adikku." Suara putus asa yang tak pernah Adel dengar dari Gracia membuat Adel terenyuh, karna ia juga merasakannya, merasalakan hal yang sama, merindukan Ashel.
"Aku harus bagaimana lagi, kak?" Lidah Adel terasa kelu tatkala Gracia menatapnya dengan pandangan kosong.
"Hahaha lihatlah wajah menyedihkanmu itu." Belum sempat Adel memahami padangan Gracia yang tadinya kosong seketika berubah menjadi beringas.
Sebuah pukulan mendarat telak di tubuhnya, membuat ia terbatuk.
Sebelum pukulan lainnya ia terima, Adel dapat melihat Gracia yang melangkah menjauh.
Sampai saat ini Adel tak mengerti, selama ia mendapat kekerasan ini, tak sekalipun Gracia memperhatikannya atau ikut melakukannya.
Lagi, Adel terbatuk saat pukulan kali ini mengenai ulu hatinya, bahkan rasanya berkali-kali lipat dari rasa sakit yang biasa ia terima. Demi apapun Adel merasa kesulitan untuk bernafas.
Seakan tak mengenal ampun, orang-orang yang badannya yang Adel ketahui lebih besar darinya ini tetap saja menghujami tubuhnya dengan berbagai pukulan.
Uhuk
Bertepatan batuknya yang sudah beberapa kali terdengar serta cairan kental bewarna merah ikut keluar dari mulutnya. Sebuah suara yang ia yakini milik Gracia terdengar.
Maka disaat itu juga ia luruh ke bawah karna sudah tidak diapit lagi oleh orang suruhan kakak kelasnya tersebut."Aku tidak menyuruh kalian untuk melukai wajahnya."
"Maaf nona, saya tidak sengaja karna ia meludahi saya." Mendengar adanya nada kekesalan dari anak buah Gracia membuat Adel tersenyum miring di tengah rasa sakit yang melandanya, sedikit bangga juga dapat melakukan perlawanan yang tidak berarti tersebut.
Ia masih ingat dan sangat kesal ketika sebuah benda tumpul mendarat di punggungnya, yang membuat ia mengerang kuat dan ketika secara kasar orang tersebut mencengkram kedua pipinya ia langsung saja meludah secara reflek juga.
"Kak, hhh bisa langsung bunuh aku aja?" Dengan tarikan nafasnya yang berat Adel akhirnya mampu melontarkan isi hatinya yang sedari tadi ia pendam.
"Oh ayolah, Adelyra Arwen, kamu tau kan kamu bukan tujuan utamaku? Aku ngga mau biarin si Arwen sialan itu kesenangan mendengar berita kematianmu." Balas Gracia yang sama sekali tak menatap lawan bicaranya.
Ketkika dirasakan tubuhnya benar-benar memberontak kesakitan sekarang, Adel berusaha keras agar kesadarannya tetap terjaga, "Hidup mereka selama ini udah terlalu sulit karnaku. Kak Gracia pasti tau seberapa besar mereka menyanyangiku, jadi dengan membunuhku, mereka juga pasti merasakan hal yang sama sepertimu."
"Itu bukan bagian dari rencanaku, tujuanku hanya Arwen. Dia harus menerima ganjaran yang setimpal. Apa kamu sudah merasa sangat putus asa karna begitu sangat tidak diinginkan oleh orang tuamu?" Gracia mendekat, mensejajarkan dirinya dengan Adel yang tengah duduk bersandar pada salah satu tiang yang berada di sana.
"Aku tau kamu orang yang baik, aku tau kamu tak sepantasnya mendapatkan perlakuan ini. Tapi demi apapun, Del, ngelihat kamu yang masih mendapatkan banyak kasih sayang dari mereka buat aku iri dan sakit secara bersamaan. Harusnya Ashel dan aku merasakan itu, harusnya kamu yang menempati posisi Ashel sekarang." Gracia menarik nafasnya dalam, meredam emosinya yang tengah memuncak.
"Kamu sangat tau apa yang terjadi padaku, dan aku mau Arwen si pembunuh itu juga merasakan apa yang kurasakan dan tentunya bukan kamu yang mampu membuat dia hancur. Lagi pula aku hanya ingin melihat reaksi para kakakmu, terlebih Shani saat melihat keadaanmu yang menyedihkan ini, tapi sayangnya tak berjalan lancar karna aku juga masih terlalu takut saat itu. Tapi untuk sekarang? Tenanglah sebentar lagi semuanya akan selesai."
"Mereka sama sekali ngga salah, harusnya kakak ngga libatin mereka." Lirih Adel yang masih berusaha keras menahan rasa sakit yang menyerang semua bagian tubuhnya.
"Begitu juga dengan Ashel." Gracia menghela nafasnya, ada sesuatu di dalam dirinya yang memberontak dengan perlakuannya namun dengan cepat ia bungkam dengan egonya yang lebih besar. Ia sudah melangkah sejauh ini dan tidak ingin semuanya berantakan.
Adel tidak mengeluarkan sepatah kata apapun lagi, gadis itu masih berusaha mempertahankan kesadarannya.
Samar-samar dilihatnya Gracia yang telah melangkah jauh, tak lama dirasakannya lagi sebuah tangan besar yang menariknya secara paksa.
Adel akan sangat berterimaksih jika akhirnya Gracia mengubah rencananya.
Setelahnya gadis termuda Arwen itu tidak merasakan apapun lagi karna rasa sakit diseluruh tubuh yang sangat menyiksanya datang lagi.
Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mengerang kesakitan, belum lagi ia benar-benar kesulitan untuk meraih nafasnya bahkan untuk sekali tarikan saja.
Seketika ia merasakan tubuhnya mati rasa, telinganya berdengung hebat, di tengah dengungangan hebat itu secara samar ia masih dapat mendengar Gracia yang meneriakkan namanya.
Sebelum akhirnya ia meraskan pasokan oksigen disekitarnya semakin menipis dan matanya yang mulai terpejam.
Gelap.
"BAJINGAN, BODOH. KENAPA KALIAN BERTINDAK SEJAUH INI? AKU TIDAK MENYURUH KALIAN MENGHABISI NYAWANYA."
Gracia berteriak keras sampai memperlihatkan urat-urat yang tercetak jelas di wajahnya. Sungguh ini di luar rencananya ketika melihat tubuh Adel yang terbaring dengan matanya yang telah tertutup rapat.
.
.Bye
