"Del, Del! Lihat kucingnya lucu banget."
"Semua kucing di sini tuh kayak minta banget digendong."
"Del!"
"Adel."
"Adel! Asataagaa kucing-kucingnya gemesin."
"Ini sih kayaknya aku bakalan ninggal ngeliat kucing lucu sebanyak ini. Ini benar-benar surga, woahh."
"Woi Zee stop malu-maluin." Adel menggerutu kecil tatkala setiap kali Zee berteriak melihat kucing yang Adel akui lucu semua.
Saat ini mereka sedang berada di pet house untuk memenuhi ucapan Adel saat itu untuk membelikannya kucing sebagai hadiah ulang tahun.
"Del, Del! Aku mau kucing ini. Liat deh bulunya halus banget, matanya juga kayak kak Jinan, tajem. Fix ini, aku mau bawa yang ini pulang." Zee lagi-lagi membuat beberapa tatapan pengunjung berpusat pada mereka dengan pekikan girangnya.
Gemas, tak habis pikir gadis tinggi sepertinya akan bertingkah seperti anak-anak yang baru saja menemukan gulali kesukaannya dan merengek untuk dibelikan.
"Oke-oke, tapi tolong banget ini Zee jangan kayak bocah umur 5 tahun. Kamu ngga malu apa dari tadi banyak yang natap kamu sambil geleng-geleng?"
"Aku ngga peduli." Ucap Zee tak acuh dan masih betah untuk bermain dengan kucing yang masih berada di kandangnya itu.
"Yaudah deh, jadi kamu mau kucing yang ini kan?" Tanya Adel memastikan.
"Ya, ini." Ujar Zee final dengan senyum lebarnya, senyuman itu juga otomatis menular pada Adel di sebelahnya.
"Baiklah, ayo."
Di sinilah mereka sekarang, di taman yang sedikit ramai dengan pengunjungnya. Adel dan Zee lebih memilih duduk di atas rerumputan hijau yang kering menikamti sore ini dengan perasaan bahagia masing-masing.
"Zee itu kucingnya bisa mati kalau kamu terus-terusan meluk erat kayak itu." Adel menggelengkan kepalanya tak habis pikir, pasalnya sedari tadi selain menciumnya tanpa henti, Zee juga sesekali melempar anak kucingnya itu ke atas lalu menangkapnya.
"Ngga akan." Balas Zee, tapi setelah mengucapkan itu Zee langsung memasukkan anak kucingnya ke dalam kandang yang berada di sampingnya.
"Makasih, Del. Ini tuh kado terhebat yang pernah ku terima." Zee memeluk saudaranya itu dengan erat membuat Adel lagi-lagi menggurutu karna kesulitan untuk bergerak.
"Ya, sama-sama. Dan sekarang lepasin pelukannya, Zee. Susah gerak tau." Meski berujar seperti itu Adel sama sekali tak ada melakukan pergerakan untuk melepaskan pelukan kakak kembarnya itu.
"Hmm, nanti dulu. Sebentar aja, akhir-akhir ini ntah kenapa perasaanku suka ngga enak."
Mendengar perkataan Zee barusan, membuat Adel tertegun dalam dekap saudaranya, ia hanya bisa terdiam membisu.
"Nah udah, perasaanku sudah lebih baik." Zee melepaskan pelukannya setelah cukup lama dengan perasaan sedikit membaik tentunya meski perasaan mengganjal itu masih mengikutinya.
"Jadi.. kenapa kamu tiba-tiba ngajak beli kado sekarang? Padahal kan masih ada besok sebelum hari ulang tahun kita." Tutur Zee yang kini mendongakkan kepalanya, menatap langit sore yang hangat.
"Aku ada urusan besok yang ngga bisa ditinggalin, nggg sebenarnya aku disuruh ikut untuk nampilin karya lukisku diacara kelulusan nanti, jadi besok aku sama yang lainnya harus udah mulai karna waktunya juga udah dekat kan."
"Seriusan, Del? Boleh ngga aku nemanin kamu besok? Besok aku aku ngga ada jadwal apapun selain rebahan." Ucap Zee dengan penuh antusias tentunya, akhirnya kembarannya itu mau menunjukkan bakatnya yang selama ini ia tutupi rapat.