25

2.1K 282 30
                                    


.

Sampai akhirnya ia tersadar ia tak mungkin terus menghindar, ia tidak apa jika harus dibenci namun tidak dengan kesalah pahaman yang telah ia ciptakan.

Adel dengan keadaannya yang kurang sehat memaksakan diri untuk bangkit. Keputusan yang mendadak tanpa persiapan apapun. Ia hanya ingin meluruskan tentang keputusannya pada saudara-saudaranya itu.

Dan di tengah ketegangan itu, dengan suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan semua orang yang ada di sana.

.
.

Sisca dan Shani terdiam ketika melihat sosok Adel yang melangkah masuk. Tubuhnya terlihat begitu ringkih dengan mata yang begitu sayu, sangat menjelaskan bahwa dia sangat tidak baik-baik saja.

"Adel..." Bisik Sisca nyaris tak terdengar, sangat terkejut, ini sungguh di luar perkiraannya. Menurut Sisca seharusnya anak itu sedang mengistirahatkan tubuhnya yang sedang sakit.

Sama halnya dengan Adel yang sangat tidak menyangka Sisca akan datang ke rumahnya terlebih dahulu. Namu dengan cepat ia mengerti, tujuan Sisca pasti baik datang kemari maka dari itu ia fokus pada kakak sulungnya tersebut.

"Kamu masih punya muka untuk pulang, huh?" Tanya Shani diiringi tawa sinisnya, entah kenapa rasanya ia sangat susah untuk memaafkan adik bungsunya kali ini.

"Aku, aku hanya ingin meminta maaf." Suaranya begitu lemah, ia menahan diri untuk tidak menangis.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Selama ini kemana saja kamu? Apa susahnya untukmu memberitahu kami tentang keputusanmu? Tentang keadaanmu di sana? Kamu benar-benar tidak mau diganggu untuk mengejar impianmu itu kah?"

"Omonganku tadi sama sekali tidak masuk di akalmu ya sialan.  Dengar baik-baik brengsek, orangtuamu melarangnya! Jika ia berani maka ia akan diasingkan lebih jauh! Buka mata dan nurani kamu!" Sisca sangat geram sekarang melihat tingkah Shani yang menurutnya keterlaluan.

"Diam! aku ngga meminta kamu ikut campur! Lagi pula kamu tidak taukan bagaimana sakitnya ditinggal seseorang yang menjadi alasanmu untuk tetap bertahan? Tanpa sepatah katapun! Kamu tidak tau seberapa banyak dalam luka yang ia torehkan karna alasannya yang sangat egois itu? Aku, Jinan dan Zee begitu menjaganya namun apa balasan yang kami terima? Dikhianati dengan pergi begitu saja, bahkan sehari sebelum hari yang sudah kami rencanakan dengan indah." Amarah Shani begitu memuncak, tak hentinya tangan kosongnya menunjuk Adel yang hanya bisa menunduk dengan penyesalannya.

"Kamu harus tau kalau Zee sakit hebat setelah dia pergi tepat di hari ulang tahunnya. Kamu tau betapa hancurnya hati kami dengan tindakanmu itu, Del? Lalu sekarang kamu datang kembali dengan entengnya meminta maaf seolah kamu tidak pernah memberikan efek apapun pada kami. Kami hancur! Puas kamu? Dan lihat lah sekarang, bukannya kembali pulang ke rumah justru kamu memilih tinggal bersama orang asing?" Air mata Shani mendesak keluar, mengingat betapa besar pengaruh kepergiannya waktu itu.

Adel mengangkat kepalanya menatap kakak sulungnya itu dengan air mata yang masih mengalir.

"Aku tau aku salah! Aku tau aku begitu bodoh bahkan untuk saat ini. Tapi aku tidak punya pilihan lain, kak! Aku mohon mengerti sedikit saja, jangan benci aku.." Balas Adel ikut berteriak lemah, ia lelah namun juga tak ingin mengungkapkan semuanya. Ia tak ingin semuanya lebih rusak karenanya.

Apa yang bisa ia harapkan sekarang? Dari amarah dan perkataan Shani tadi ia tau Sisca telah menceritakan semuanya, tapi lihat lah hasilnya, kakak tersulungnya itu sama sekali tidak percaya.

Adel mengerti kesalahan yang ia buat sudah begitu fatal, Shani yang dikenalnya sebagai kakak paling penyabar pun sudah tidak terlihat lagi, menunjukkan betapa tersakiti kakaknya itu akan perbuatannya.

Don't Go, Don't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang