4.

2.8K 263 0
                                    

Zee mengerjapkan matanya beberapa kali. Sedikit memijit keningnya yang terasa pusing, terbangun tiba-tiba karna gerakan orang di sampingnya yang kini gelisah di dalam tidurnya. Ia melirik jam besar di kamar itu yang masih menunjukkan pukul 16.40, artinya dia hanya tertidur kurang lebih selama 1 jam sejak mengikuti Adel yang tertidur saat mengobati lukanya.

"Adel, bangun," Zee menepuk pelan pipi Adel yang terlihat semakin gelisah dalam tidurnya dengan suara nafas memburu, Zee seketika gusar melihat banyaknya butiran keringat yang bersarang di dahi dan leher adik kembarannya, bahkan beberapa helai rambut menempel di sekitaran wajah yang kini terlihat pucat itu.

"Adel..." Panggilan itu tak juga membuat Adel membuka matanya.

Zee buru-buru memeluk tubuh Adel, berharap pelukannya dapat menenangkankan tidur Adel yang semakin gelisah. Beberapa saat dapat ia rasakan nafas memburu Adel tadi sedikit mulai berkurang.

"Adelyraaa.." Akhirnya pada panggilan ketiga, mata hitam itu perlahan terbuka meski sayu.

"Hahh-- Kak Shani mana? Dia baik-baik aja kan?" Suara serak Adel dan matanya yang memerah membuat Zee kembali khawatir.

"Tenang, Del, Kakak ada di kamarnya dan juga baik-baik aja. Kamu yang lagi ngga baik-baik saja,"

Zee dengan telaten menyinggirkan helaian rambut yang menempel, menyapu keringat yang berada di dahi Adel dengan tangannya yang bebas. Ia semakin prihatin melihat muka pucat Adel.

Adel sedikit menormalkan laju nafasnya, matanya tak henti menatap sekeliling, selanjutnya ia bersyukur kalau tadi hanyalah mimpi buruknya.

.
.

Zee memberi tahu keadaan Adel ketika ia hendak mengambil baskom dan air hangat untuk mengompres adiknya itu, lalu mendapati kedua kakaknya sedang menonton televisi berdua di sofa ruang tengah. Jinan lah paling panik dan lantas langsung melompat dari sofa dan segera berlari ketempat di mana Adel berada.

"Langsung kompres aja atau Kakak telpon dokter keluarga kita sekarang?" Tanya Shani yang tak kalah khawatir namun ia berusaha untuk tetap tenang di tengah rasa kekhawatirannya.

"Zee rasa ngga perlu kak, Adel cuma demam biasa keliatannya, tapi kalau besok sore ngga ada perkembangan baru kita bawa ke dokter." Jawab Zee dengan lancar, bisa gawat jika kakaknya tahu dan melihat tubuh Adel yang lebam di beberapa tempat.

Zee benar-benar menepati janjinya.

Jadilah malam ini Kakak tertua mereka yang menjaga Adel menggantikan Jinan yang berada di sana sejak sore. Mata Shani tak hentinya memandang adiknya itu yang telah dibaluti oleh selimut bercorak bintang.

"Jangan liatin segitunya dong, Kak." Shani yang masih duduk di pinggir ranjang adiknya itu langsung mengacak gemas rambut pendek Adel.

"Memangnya salah ngelihatin adikku sendiri?"

"Aku tau maksud tatapan Kakak, ini bukan salah Kakak kalau aku lagi sakit kayak gini. Maaf ya, Kak, Adel me-- aduh!" Ringisan kecil dari Adel keluar ketika sebuah jentikan dari jari panjang Shani menyentuh dahinya.

"Ngomongnya ngaco banget sih, Dek, ish bocah satu ini." Shani semakin mengacak rambut adiknya itu, setelah puas baru ia ikut berbaring di samping Adiknya itu yang sedikit merengut, dengan posisi keduanya saling berhadapan

Shani kemudian menyentuh wajah Adel dengan sebelah tangannya dan mengusap-usap pipi adiknya yang dulu beris, dan kini sudah mulai berkurang.

"Lihat, pipi kamu udah nyusut karna ngga ngehabisin makananmu tadi."

"Dah lah, Kak. Mending aku tidur sendiri. Nyebelin banget." Ujar Adel dengan wajah yang masam.

"Iya iya maaf, pundungan banget sih si bungsu satu ini." Ujar Shani sembari mencubit pelan hidung Adel.

Don't Go, Don't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang